Jurnalis majalah mode dan kuliner Jerman The Beef, Andrzej Rybak, meliput mengenai masakan tradisional Korea yang menggunakan hanwoo pada 12 September lalu di Yayasan Kebudayaan Pungseok, Wangsan-gu, Jeonju. (Shinwoo Lee)
Oleh Kim Hayeon dan Kang Haeeun
"Saya melihat masyarakat Korea selalu memuji-muji
hanwoo, lalu saya melihat kebudayaan kuliner daging sapi di Korea. Saya bahkan baru tahu ada lebih dari 120 bagian
hanwoo di Korea. Saya merasa masyarakat Korea benar-benar mencintai
hanwoo dengan tulus."
Ini adalah perkataan jurnalis Andrzej Rybak yang mengunjungi Korea Selatan untuk meliput
hanwoo. Ia adalah seorang jurnalis yang menulis artikel di majalah mode dan kuliner Jerman
The Beef.
Majalah
The Beef merupakan majalah yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2010 dan diterbitkan dua bulan sekali. Sesuai dengan namanya, majalah ini menuliskan berbagai artikel terkait kuliner daging dan barbeku.
Pembaca majalah ini kebanyakan pria yang suka memasak dan wanita yang suka kuliner dengan berbagai jenis bahan makanan. Saat ini jumlah pembaca
The Beef sekitar 200 ribu orang dari seluruh wilayah Eropa. Majalah ini sudah diterjemahkan juga dalam bahasa Prancis, Spanyol, dan Italia.
Rybak mewawancarai pemilik rumah makan Wanggeomi setelah mencicipi masakannya pada tanggal 9 September lalu. Rumah makan tersebut terletak di Jung-gu, Daegu. (Shinwoo Lee)
Rybak telah menjadi jurnalis selama 38 tahun sejak tahun 1985. Ia telah mengunjungi sekitar 160 negara untuk meliput berita. Kali ini merupakan kunjungan pertamanya ke Korsel. Ia mengungkapkan kesan pertamanya, "Korsel adalah negara maju yang sangat modern dan sistematis. Orang Korea sangat ramah, sopan, dan berpendidikan tinggi."
Rybak mengunjungi Korea selama delapan hari sejak 6 September lalu. Korea.net mensponsori Rybak untuk meliput mengenai
hanwoo.
Korea.net lalu bertanya kepada Rybak mengenai alasannya ingin meliput
hanwoo di Korea. Ia mengatakan bahwa saat ini ketertarikan terhadap budaya Korea sedang meningkat di Eropa. Hal ini juga terkait dengan majalah tempat ia bekerja.
Ia mengungkapkan, "Saat ini kebudayaan Korea dianggap sangat trendi di Eropa. Oleh karena itu, artikel apa pun yang berbau Korea pasti akan populer di Eropa. Menurut saya, artikel mengenai
hanwoo sangat cocok untuk dipublikasikan dalam
The Beef karena sejarah dan kebudayaan
hanwoo yang dalam."
Rybak berkeliling Korsel untuk melihat berbagai masakan
hanwoo seperti
seolleongtang, bulgogi, burger
hanwoo,
yukhoe, dan
hanwoo fine dining. Ia mengunjungi Seoul, Yangpyeong-gun, Daegu, Ulsan, Busan, Cheongdo-gun, dan Jeonju.
Ia memuji kuliner
hanwoo, "Ternyata orang Korea memiliki kebiasaan untuk melihat daging disajikan di atas meja lalu dimasak. Orang Korea bisa melihat proses daging tersebut dimasak. Saat daging masuk ke dalam mulut, orang yang memakannya bisa langsung merasakan rasa daging tersebut menyebar di seluruh rongga mulut. Rasa yang sangat menakjubkan."
Saat mencoba bulgogi, ia mengatakan, "Saya akan mengingat rasa ini selamanya."
Rybak mencoba hanwoo fine dining yang disiapkan oleh Koki Kim Ho-yoon yang merupakan duta promosi hanwoo. Ia ditemani oleh Direktur Asosiasi Hanwoo Korea Selatan Kim Sam Ju di dalam restoran In Soul milik Koki Kim di Yongsan-gu, Seoul. (Kim Hayeon)
Pada tanggal 12 September, Rybak mengunjungi Yayasan Kebudayaan Pungseok di Kota Jeonju. Di sana ia mencoba
jeolliptu dan
jopyeonpo yang direstorasi kembali oleh para peneliti kuliner tradisional Korea. Kedua makanan itu merupakan makanan yang dinikmati masyarakat Joseon pada sekitar abad ke-18.
Kedua makanan itu muncul dalam buku berjudul
Jeongjoji (Memahami Belanga dan Talenan). Buku ini ditulis oleh Seo Yu-gu (1764-1845) yang merupakan cendekiawan Neo-Konfusianisme sekaligus pejabat publik dalam bidang pertanian pada masa Joseon.
Jeolliptu merupakan masakan yang dibuat dengan menggunakan topi petugas militer sebagai pengganti wajan. Kaldu dan kuah direbus di bagian yang cekung, lalu sayuran juga direbus di situ. Daging dipanggang di bagian pinggir topi.
Jopyeonpo merupakan makanan tradisional berupa bongkahan daging sapi yang diberi garam lalu difermentasi kemudian dipotong-potong.
Rybak mengunjungi Yayasan Kebudayaan Pungseok di Jeonju pada tanggal 12 September lalu. Foto menunjukkan jeolliptu. (Shinwoo Lee)
Rybak mengatakan, "Kunjungan ke Yayasan Kebudayaan Pungseok sangat istimewa. Melihat daging yang dipanggang di atas topi petugas militer merupakan hal yang baru bagi saya. Melihat cara daging difermentasi juga merupakan hal yang baru. Pengalaman tersebut sangat indah dan menarik karena saya bisa melihat para peneliti makanan tradisional Korea di
hanok."
Peneliti makanan tradisional Korea Lee Yunho terlihat sedang memanggang jopyeonpo di Yayasan Kebudayaan Pungseok pada 12 September lalu. (Shinwoo Lee)
Untuk mengetahui bagaimana Korsel mengelola kualitas daging
hanwoo dan menjualnya, Rybak mengunjungi peternakan
hanwoo, Asosiasi Hanwoo Korea Selatan, dan Pasar Majang-dong.
Ia mengatakan, "Pemilik peternakan
hanwoo menjelaskan kepada saya bagaimana industri
hanwoo berkembang dalam beberapa tahun terakhir dan bagaimana mereka berusaha keras untuk menjaga kualitas agar
hanwoo tetap dicintai masyarakat. Saya juga bisa melihat pakan yang diberikan kepada sapi
hanwoo."
Ia melanjutkan, "Sapi di Korea hidup dengan sangat mewah. Satu ekor sapi hidup dalam ruangan seluas 9,9㎡. Bahkan ada orang-orang di beberapa negara yang tidak hidup di ruangan seluas itu."
Ia juga berkomentar mengenai kipas angin yang dipasang di dalam kandang sapi
hanwoo. "Mereka benar-benar berusaha agar sapi-sapi tersebut dapat hidup dengan nyaman."
Rybak mengunjungi peternakan hanwoo di Yangpyeong-gun pada 8 September lalu untuk lebih memahami hanwoo. (Shinwoo Lee)
Setelah mengunjungi Pasar Majang-dong, Rybak menilai, "Marbling
hanwoo sangat luar biasa. Marbling
hanwoo sangat lembut sehingga rasanya seperti meleleh di dalam mulut."
Ia melanjutkan, "Ada lebih dari 120 rasa dalam
hanwoo. Rasa
hanwoo berbeda tergantung kita memakan daging bagian apa. Saya sangat terkejut karena ada begitu banyak bagian pada daging
hanwoo. Tidak ada negara lain yang membagi daging sapi menjadi begitu banyak bagian."
Korea Selatan merupakan negara paling detail di dunia dalam membagi jenis daging sapi. Korsel membagi daging sapi menjadi sekitar 120 bagian dan cara memasaknya pun berbeda-beda.
Tak hanya daging yang ada dari ujung kepala hingga ujung ekor sapi, jeroan pun dimakan di Korea. Isi perut dan hati sapi digunakan sebagai bahan masakan. Menurut Rybak, Amerika Serikat membagi daging sapi menjadi 22 bagian, sementara Prancis dan Inggris membagi menjadi 35 bagian.
Rybak mengunjungi restoran khusus hanwoo Born and Bred pada tanggal 7 September di Majang-dong, Seongdong-gu, Seoul. (Kim Hayeon)
Korea.net bertanya kepada Rybak mengenai hal yang paling berkesan selama kunjungannya ke Korea. Ia langsung menjawab, "gunting."
"Masyarakat Korea terbiasa menggunakan gunting pada saat memanggang daging. Hal ini sulit kita temukan di Amerika Serikat maupun di Eropa. Saya mengerti bahwa masyarakat Korea menggunakan gunting untuk memotong daging karena makan dengan menggunakan sumpit. Saya melihat semua orang memotong daging dengan menggunakan gunting, baik saat memanggang, maupun saat memakannya. Menurut saya, gunting merupakan peralatan makan yang wajib ada pada saat makan barbeku," ujarnya.
Selama berkeliling dunia untuk meliput mengenai berbagai makanan, Rybak sempat berpikir untuk membuka restoran. "Awalnya saya berpikir untuk membuka restoran yang menjual makanan khas Georgia. Lalu setelahnya saya berpikir untuk membuka restoran khas Amazon di Jerman. Akan tetapi, pikiran saya berubah setelah kunjungan saya ke Korea," ungkapnya.
Ia menambahkan, "Orang Jerman juga sangat menyukai barbeku. Menurut saya, apabila ada restoran yang menyajikan daging untuk dibakar langsung di meja makan, restoran tersebut akan sangat sukses."
Rybak lahir di Warsawa, Polandia, dan saat ini sudah tinggal selama 40 tahun di Jerman. Ia telah bekerja sejak tahun 1985 sebagai seorang jurnalis di berbagai koran dan majalah Jerman, seperti
Der Spiegel,
Financial Times Deutschland, dan
Die Woche.
Ia bekerja sebagai koresponden
Die Woche di Rusia pada tahun 1995-1998 dan koresponden
Der Spiegel di Polandia pada tahun 1998-1999. Ia lalu juga bekerja sebagai koresponden
Financial Times Deutschland di Rusia pada tahun 2000-2001.
hayeounk8@korea.kr