Penulis: Wartawan Kehormatan Binar Candra Auni dari Indonesia
Foto: Binar Candra Auni
Penyelenggara, panelis, dan tamu undangan yang hadir pada seminar sedang berfoto bersama.
Dalam rangka memperingati 50 tahun hubungan diplomatik Republik Korea dan Republik Indonesia, program studi Bahasa dan Kebudayaan Korea (BKK) Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) bekerja sama dengan King Sejong Institute Center (KSIC) Indonesia menggelar acara "Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Budaya Korea di Indonesia: Tantangan dan Strategi" pada 9-10 Agustus 2023. Acara yang berlangsung di Auditorium Gedung 1 FIB UI ini dilaksanakan untuk sekaligus memeriahkan ulang tahun ke-17 prodi BKK FIB UI di bulan Agustus.
Tarian buchaechum oleh Mahasiswi BKK FIB UI.
Acara dibuka oleh tarian buchaechum oleh mahasiswa BKK UI. Kemudian acara dilanjutkan dengan sambutan-sambutan. Sambutan pertama diberikan oleh Ketua Pengurus Yayasan King Sejong Institute, Dr. Ali An Sun Geun. Ia menyampaikan harapannya agar seminar dapat bermanfaat bagi masyarakat Korea dan Indonesia. Acara dilanjutkan dengan sambutan dari Dekan FIB UI, Dr. Bondan Kanumoyoso. Ia menyampaikan pentingnya mengisi hubungan Indonesia dan Korea 50 tahun ke depan serta menghasilkan gagasan untuk pengembangan studi Korea. Selanjutnya, staf ahli Kemendikbudristek, Prof. Dr. H. Muhammad Adlin Sila, Ph.D., dalam sambutannya menyampaikan harapan serupa. Ia menegaskan kerja sama pendidikan kedua negara haruslah menjadi kekuatan bersama.
Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Budaya Korea di Indonesia diselenggarakan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia pada tanggal 9-10 Agustus 2023.
Pada hari pertama, terdapat dua sesi diskusi panel. Diskusi sesi pertama membahas tantangan dan solusi pembelajaran bahasa Korea pasca pandemi. Suray Agung Nugroho, Ph.D. dari Universitas Gadjah Mada (UGM) memaparkan tantangan dan peluang pengajaran bahasa Korea di era digital. Sementara itu, Fahdi Sachiya, M.A. dari Universitas Nasional (UNAS) membagikan strategi pembelajaran daring dan luring di masa pandemi. Selanjutnya, Putu Pramania, M.A. dari UI memaparkan hasil riset tentang kondisi dan tantangan pengajaran bahasa Korea di SMA. Dari sesi ini, dapat disimpulkan bahwa tantangan utama pembelajaran bahasa Korea pasca pandemi adalah penyesuaian metode pembelajaran dan kurangnya pengajar. Untuk menghadapi tantangan tadi, dilakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk mengisi kekurangan pengajar dan inovasi model pembelajaran.
Materi Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Budaya Korea di Indonesia.
Diskusi sesi terakhir di hari pertama membahas peran lembaga dalam pengembangan pendidikan bahasa Korea. Masing-masing panelis memaparkan peran institusi yang berbeda terhadap pendidikan bahasa Korea di Indonesia. Park Ji Eun, M.Ed. dari KSI Indonesia menyampaikan hasil penelitiannya tentang peran KSI dalam pengembangan pembelajaran bahasa Korea di Indonesia. Didin Samsudin M.M. dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) memaparkan strategi pencapaian indikator kinerja Program Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM) di prodi bahasa Korea UPI. Sementara itu, Ida Suri Wulandari dari Perkumpulan Lembaga Pelatihan Bahasa Korea di Indonesia (Pelbakori) menjelaskan peran lembaga kursus bahasa Korea dalam meningkatkan kompetensi calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Korea. Dari paparan, diketahui bahwa kolaborasi antarlembaga pengajaran bahasa Korea penting guna meningkatkan kualitas pembelajaran.
Sesi diskusi pertama hari kedua sedang berlangsung.
Sesi diskusi terkait isu pendidikan bahasa Korea pun berlanjut pada seminar hari kedua. Diskusi sesi pertama hari kedua membahas pengajaran sastra dan budaya Korea. Nam Kyeongnan, Ph.D. dari KSI Jakarta memaparkan kondisi dan masa depan pengajaran budaya Korea. Selanjutnya, Zaini, M.A. dari UI membahas tantangan dan strategi pengajaran budaya Korea. Kemudian, Alfiana Rosyadi, M.A. dari UGM menjelaskan tantangan pembelajaran dan penelitian sastra Korea. Dapat disimpulkan bahwa pengajaran sastra dan budaya Korea masih menghadapi tantangan seperti minimnya sumber belajar berbahasa Indonesia dan kurangnya dosen sastra Korea. Solusi yang ditawarkan di antaranya memanfaatkan sumber daring, mengundang dosen tamu, serta mengintegrasikan kegiatan di dalam dan di luar kelas.
Pemelajar bahasa Korea memaparkan penelitian tentang bahasa dan budaya Korea.
Sesi diskusi seminar ditutup dengan paparan dari para pemelajar bahasa Korea tentang hasil penelitian mereka di bidang budaya, sastra, terjemahan, dan pengajaran bahasa. Maulia Resta dari KSIC Indonesia memaparkan hasil wawancara tentang efek dan ekspektasi kelas budaya KSI. Sementara itu, Mellyana Murtanu dari UI membahas penggunaan kata "geurae" dalam percakapan bahasa Korea. Adapun, Roro Ayniy dari UGM memaparkan hasil riset tentang kesalahan dan strategi penerjemahan frasa nomina dalam buku Naneun Naro Salgiro Haetda dari bahasa Korea ke dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya, Salsa Rida dari UNAS menyampaikan tentang temuan makna asosiatif dalam kumpulan puisi Yun Dong-ju. Terakhir, Alfia Rizky dari UPI membahas klasifikasi soal low order thinking (LOTS) dan hot order thinking (HOTS) pada buku teks bahasa Korea. Penelitian yang dilakukan pemelajar memberi wawasan dalam bidang budaya, sastra, penerjemahan, dan pengajaran bahasa Korea.
Salah satu pemapar, Maulia Resta, mengaku sangat senang mendapatkan kesempatan mengikuti acara ini. "Melalui acara ini, saya dapat bertemu dengan banyak orang yang berasal dari prodi bahasa Korea berbagai universitas di Indonesia. Saya mendapatkan wawasan baru," ujarnya.
Penyelenggara, panitia, dan pendukung acara seminar sedang berfoto bersama.
Setelah acara usai, ketua pelaksana seminar, Dr. Rostineu mengatakan tema terkait strategi dan tantangan diusung karena Pandemi COVID-19 membawa perubahan dalam pengajaran bahasa Korea. Iajuga menambahkan harapan penyelenggaraan acara ini, "Semoga acara ini dapat menjadi sarana untuk pihak-pihak yang terlibat dalam pengajaran bahasa Korea untuk membangun relasi, berkolaborasi, dan mengembangkan studi Korea di Indonesia."
Terkait penyelenggaraan acara serupa, Kaprodi BKK UI, Usmi, Ph.D, sebagai salah satu pihak penyelenggara, menyatakan BKK UI berencana menyelenggarakan seminar ilmiah lanjutan di masa mendatang. Terkait acara peringatan hubungan Korea-Indonesia, pihaknya pun berharap acara sejenis bisa digelar kembali. "Tidak menutup kemungkinan acara peringatan hubungan Korea-Indonesia akan diselenggarakan lagi sebagai agenda lima tahunan," ucapnya ketika ditemui selepas acara.
Seminar yang diselenggarakan FIB UI dan KSIC Indonesia ini telah menjadi wadah diskusi bagi para akademisi dan praktisi pendidikan bahasa Korea. Semoga tonggak 50 tahun persahabatan Korea-Indonesia makin memperkuat hubungan kedua negara di berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan dan kebudayaan.
sofiakim218@korea.kr
*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.