Wartawan Kehormatan

2023.08.03

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian

Penulis: Wartawan Kehormatan Maulia Resta Mardaningtias dari Indonesia

Foto: Maulia Resta Mardaningtias



Pada Jumat, 28 Juli 2023, Kedutaan Besar Republik Korea untuk Republik Indonesia bersama Korean Cultural Center Indonesia telah sukses menyelenggarakan pertunjukan kolaborasi mahasiswa seni musik tradisional Korea dan Indonesia.

Acara ini digelar dalam rangka memperingati hubungan diplomatik Republik Korea dan Republik Indonesia yang telah berjalan selama 50 tahun. Pertunjukan ini juga dimeriahkan oleh mahasiswa Seoul National University dan mahasiswa Institut Seni Indonesia Surakarta yang menyuguhkan total sembilan pertunjukan dengan dua di antaranya adalah penampilan kolaborasi kedua negara.


Kim Geba, influencer Korea-Indonesia yang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia sebagai Bung Korea, dan Fulvia Siregar menjadi master of ceremony yang membawakan acara dalam Bahasa Korea dan Bahasa Indonesia.

Kim Geba, influencer Korea-Indonesia yang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia sebagai Bung Korea, dan Fulvia Siregar menjadi master of ceremony yang membawakan acara dalam bahasa Korea dan bahasa Indonesia.


Acara ini dihadiri oleh sekitar 500 orang penonton yang terdiri dari para penggemar dan juga penikmat seni budaya Korea – Indonesia yang mulai memasuki ruang pertunjukan jam setengah tujuh malam setelah melakukan registrasi di lobi gedung Graha Bhakti Budaya, Jakarta.

Sebagai salah satu penonton pertunjukan, penulis sangat antusias dan merasa sangat bangga bahwa melalui acara ini penulis dapat menyaksikan secara langsung berbagai penampilan musik tradisional Korea yang penulis gemari dan musik tradisional Indonesia yang memiliki arti penting pada masa kecil penulis.

Mahasiswa Seoul National University (SNU), Jung-eun Lee dan Ju-ho Kim, menyajikan pertunjukan pertama, yakni Ajaeng Sanjo yang diinisiasi oleh Park Jong-Sun. Penampilan ini menampakkan permainan alat musik ajaeng dan janggu. Ajaeng sendiri adalah alat musik yang dimainkan dengan cara menggosok senar busur pada tabung besar menyerupai gayageum tetapi memiliki senar yang tebal sehingga menghasilkan suara yang rendah dan unik.

Melalui penampilan tersebut, penulis dapat merasakan perubahan emosi dalam musik yang awalnya terdengar lambat seolah sedih, namun perlahan berubah menjadi semakin cepat menunjukkan antusiasme. Dentuman janggu saat itu juga berperan aktif layaknya jantung yang berdetak seiring perubahan emosi tersebut.

Setelah itu, mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta membuka pertunjukan dari Indonesia dengan lagu "Anging Mammiri" dari daerah Makassar yang berbicara mengenai kerinduan. Penampilan ini menjadi penampilan favorit penulis dari Indonesia karena berhasil membuat penulis terpukau dengan dentuman gandrang yang menelisik indah ke dalam telinga berpadu dengan suara seruling yang menyatu dengan keindahan suara sang penyanyi wanita layaknya angin.


Berbalut hanbok berwarna ungu dan krem, mahasiswa Seoul National University menampilkan permainan haegeum berjudul Song of The Bow dengan sangat indah.

Berbalut hanbok berwarna ungu dan krem, mahasiswa Seoul National University menampilkan permainan haegeum berjudul "Song of The Bow" dengan sangat indah.


Pada penampilan ketiga, tiga orang mahasiswa dari Seoul National University, yakni Eun-ji Choi, Jae-yeon Jeong, dan Yeo-jin Kim, menampilkan musik "Song of The Bow" yang menampakkan keindahan permainan dua alat musik haegeum yang mirip dengan Rebab. Penampilan ini menjadi penampilan favorit penulis dari Korea karena penampilan indah dan cantik ini memadukan suara haegeum dan piano yang membuat penulis merasa seolah menonton sebuah pertunjukan musik orkestra klasik berskala besar.

Pada penampilan keempat, ISI Surakarta membawakan "Alur Alir" yang memadukan beragam musik tradisional khas Indonesia, yakni Jawa, Sunda, Makassar, Banyuwangi, Bali, Betawi, dan Melayu yang ditampilkan dengan harmonis sehingga terasa seperti air yang mengalir.


Penampilan keren dan misterius, Dokkaebi for Gayageum Trio oleh mahasiswa SNU.

Penampilan keren dan misterius, "Dokkaebi for Gayageum Trio" oleh mahasiswa SNU.


Penampilan kelima adalah penampilan trio gayageum SNU, yakni Jeong-eun Park, Ha-yeon Kim, dan Bo-kyung Kim yang menciptakan suasana misterius karena gaun hitam dan cantik yang dikenakan mereka.

Melalui musik "Dokkaebi for Gayageum Trio" yang dibawakan, mereka berhasil mengekspresikan kenakalan dokkaebi, hantu dalam mitologi rakyat Korea. Musik ini memiliki melodi yang tidak menentu, seolah melompat-lompat, dan memiliki ritme berulang yang muncul-menghilang, layaknya dokkaebi yang bersembunyi dan keluar untuk bermain.


Lenggeran Siji Lima, penampilan tarian ceria dan enerjik yang menggambarkan pertukaran budaya Jawa dan Sunda, Indonesia.

"Lenggeran Siji Lima", penampilan tarian ceria dan energik yang menggambarkan pertukaran budaya Jawa dan Sunda, Indonesia.


Tidak hanya menampilkan permainan alat musik, melalui dua penampilan selanjutnya, penonton juga dapat menyaksikan perpaduan musik tradisional dengan tarian tradisional yang dibawakan oleh sosok penari perempuan yang keduanya menggunakan sebuah selendang.

Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta menampilkan "Lenggeran Siji Lima" yang merupakan tarian ceria dan enerjik yang menggambarkan pertukaran budaya antara Jawa dan Sunda. Beberapa saat setelah musik berbunyi, seorang penari mengenakan pakaian tradisional khas Jawa dan Sunda, memukau penonton dengan tarian yang anggun dan energik.


Salpuri merupakan penampilan tarian syamanisme Korea yang bermakna untuk menghilangkan energi buruk dan roh jahat.

Salpuri merupakan penampilan tarian syamanisme Korea yang bermakna untuk menghilangkan energi buruk dan roh jahat.


Setelah itu, dengan suasana yang berbeda, Seoul Nasional University menampilkan tarian salpuri yang merupakan tarian syamanisme Korea dan bermakna menghilangkan energi buruk dan roh jahat. Penampilan ini dimainkan oleh seorang penari, dan empat orang pemusik yang memainkan daegeum, gayageum, ajaeng, dan janggu.

Saat penampilan hendak dimulai, lampu bernuansa kuning menyoroti keempat pemusik yang duduk di tengah panggung sembari memperdengarkan alunan suara daegeum, alat musik tiup khas Korea, yang perlahan menelisik telinga penulis dan menampakkan suasana misterius.

Selagi suara alat musik ajaeng sesekali menyambangi suara daegeum, sang penari yang mengenakan hanbok putih berjalan dari tepi panggung yang gelap, menuju ke tengah panggung selangkah demi selangkah, sebelum akhirnya lampu sorot mengarah padanya. Cara sang penari memasuki panggung membuat seluruh penonton terpukau dan bertepuk tangan.

Sebagai penampilan terakhir, mahasiswa SNU dan ISI Surakarta menunjukkan penampilan spesial yang mengolaborasikan secara unik seni musik tradisional kedua negara melalui dua lagu berjudul "Flowing II" dan "Imagine Indo' Logo".

"Flowing II" merupakan lagu yang disusun oleh komposer Korea, Won Il. Melalui pertunjukan ini, mahasiswa ISI Surakarta ikut menampilkan musik ini bersama mahasiswa SNU, dengan memadukan permainan alat musik tradisional khas Indonesia yang membuat musik ini semakin kaya akan nada dan melodi.

Sedangkan "Imagine Indo' Logo" adalah musik yang terinspirasi dari musik rakyat Makassar yang menggunakan tangga nada pentatonik dan memiliki kemiripan dengan musik rakyat lainnya di Indonesia. Kesamaan ini menjadi penghubung dari keberagaman budaya yang terkandung dalam musik tersebut. Dengan bergabungnya mahasiswa SNU dalam menampilkan musik ini, penulis merasakan kolaborasi memukau dari dua bangsa yang kaya akan budaya. Selain itu, Min-Ji Kim dan Ade Septiana, kedua penari dari Korea dan Indonesia juga kembali ke atas panggung dengan kolaborasi tarian yang sangat mempesona.


Mahasiswa Seoul National University dan Institut Seni Indonesia Surakarta memberikan salam perpisahan kepada para penonton menandakan berakhirnya acara.

Mahasiswa Seoul National University dan Institut Seni Indonesia Surakarta memberikan salam perpisahan kepada para penonton menandakan berakhirnya acara.


Setelah acara berakhir, penulis bersama teman-teman penulis ikut mengantre di luar ruang teater untuk berfoto dengan mahasiswa-mahasiswa Seoul National University yang memberikan kesempatan untuk para pengunjung yang ingin berfoto secara berkelompok.

Pertunjukan yang berlangsung selama kurang lebih dua jam ini akan menjadi sebuah pertunjukan yang sangat berkesan untuk penulis. Selain membuktikan bahwa kolaborasi yang indah dapat tercipta antara seni musik tradisional Korea dan Indonesia, pertunjukan ini juga meningkatkan lagi ketertarikan penulis akan budaya tradisional baik Korea, maupun Indonesia. Hal tersebut membuat penulis berpendapat bahwa pertunjukan ini menjadi sebuah pertunjukan yang harus disaksikan lebih banyak orang lagi.



sofiakim218@korea.kr


*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.

konten yang terkait