Penulis: Wartawan Kehormatan Hanum Nur Aprilia dari Indonesia
Foto: Hanum Nur Aprilia
Korean Cultural Center Indonesia (KCCI) menggelar acara "Kelas Khusus: Hanbok Era Tiga Kerajaan" pada Senin (16/06/2025) di Main Atrium Korea 360, Lotte Shopping Avenue, Jakarta. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Festival "Oullim" Korea Jakarta.
KCCI mengajak masyarakat Indonesia menelusuri evolusi hanbok di masa tiga kerajaan melalui kelas khusus yang dilangsungkan pada Senin (16/06/2025) di Korea 360, Jakarta.
Kelas khusus ini dipandu langsung oleh Manajer Umum KCCI, Kim Hyun-Joo. Walau materi presentasi yang ditampilkan berbahasa Korea, penjelasan disampaikan dalam bahasa Indonesia untuk memudahkan seluruh peserta dalam memahami isi pemaparan.
Kelas khusus yang disampaikan oleh Kim Hyun-Joo, manajer umum KCCI, berlangsung secara interaktif dan menggugah rasa penasaran para peserta terkait sejarah dan budaya Korea.
Hanbok bukan sekadar pakaian tradisional, tetapi juga menjadi cerminan budaya, status sosial, serta nilai-nilai kehidupan masyarakat Korea masa lampau. Dalam sesi ini, peserta diajak menelusuri evolusi hanbok selama era Tiga Kerajaan (Goguryeo, Baekje, dan Silla) yang masing-masing memiliki karakteristik unik.
Sebelum masuk ke penjelasan tentang hanbok, Kim mengawali dengan uraian sejarah dan letak geografis masing-masing kerajaan. Ia juga menampilkan beberapa sageuk (drama sejarah) populer yang menggambarkan latar belakang masing-masing era.
Contoh drama tersebut antara lain adalah Jumong yang menceritakan pendiri kerajaan Goguryeo, The King of Legend yang mengisahkan Raja Geunchogo dari Baekje, serta The Great Queen Seondeok yang mengangkat kehidupan Ratu Seondeok dari Silla.
Hanbok Kerajaan Goguryeo mencerminkan iklim dingin dan gaya hidup masyarakatnya. Lapisan pakaian dibuat tertutup untuk menghangatkan tubuh, sementara celana lebar memudahkan untuk berkuda dan memanah.
Wilayah Goguryeo terletak di bagian timur hingga utara Semenanjung Korea. Lokasinya yang berada di utara membuat wilayah ini mengalami musim dingin yang lebih ekstrem dibandingkan area lain. Selain itu, kondisi tanah yang kering dan kurangnya sumber air menjadikan wilayah ini tidak cocok untuk pertanian. Oleh karena itu, masyarakat Goguryeo mengandalkan keahlian berkuda dan memanah untuk berburu dan bertahan hidup.
Pengaruh lingkungan ini secara langsung tercermin dalam rancangan hanbok Goguryeo. Hanbok pria umumnya terdiri dari celana lebar yang memudahkan mobilitas saat menunggang kuda serta jaket panjang yang longgar. Di atasnya, terdapat tambahan luaran panjang yang berfungsi melindungi tubuh dari suhu dingin.
Motif luaran yang banyak dipakai pada masa itu adalah motif totol. Sementara itu, perempuan memakai celana lebar yang kemudian dilapisi oleh rok dengan lipatan yang memungkinkan kebebasan bergerak.
Hanbok bangsawan dari Baekje menggunakan bahan sutra dan dilengkapi dengan sabuk serta sepatu dari kulit sapi.
Kerajaan Baekje terletak di bagian barat Semenanjung Korea, wilayah yang dialiri Sungai Hangang dan dikenal dengan iklim yang lebih hangat dan tanah yang subur. Baekje merupakan kerajaan yang maju dalam hal diplomasi dan perdagangan sehingga menjalin hubungan erat dengan Tiongkok dan Jepang pada masanya. Hubungan ini membuka jalan bagi pertukaran budaya antarnegara.
Desain hanbok Baekje cenderung lebih pendek dibandingkan dengan hanbok dari Goguryeo, menyesuaikan dengan iklim yang lebih bersahabat dan tidak membutuhkan pakaian tebal. Pakaian bangsawan dan keluarga kerajaan Baekje menggunakan bahan sutra dan sabuk. Sepatu hitamnya terbuat dari kulit sapi. Kekhasan hanbok bangsawan Baekje adalah warna ungu yang merupakan simbol status kerajaan.
Di Kota Gyeongju, bekas ibu kota Silla, wisatawan dapat merasakan pengalaman mengenakan hanbok khas era tersebut.
Kerajaan Silla berada di bagian tenggara Semenanjung Korea. Silla terkenal dengan kemajuan teknologinya dan salah satu peninggalan penting dari era ini adalah Cheomseongdae, yaoti observatorium astronomi kuno yang dibangun pada masa pemerintahan Ratu Seondeok.
Hanbok dari Silla memiliki beberapa kesamaan dengan hanbok Baekje dan Goguryeo. Namun, mahkota kerajaan Silla yang terbuat dari emas berbentuk simetris, berbeda dengan mahkota dari kerajaan Baekje. Salah satu ciri khas Silla lainnya adalah anting-anting yang terbuat dari emas.
Selain itu, status sosial dapat langsung terlihat dari hanbok yang dipakai. Kaum bangsawan Silla mengenakan hanbok dengan lengan dan celana lebar, sementara rakyat biasa memakai hanbok dengan potongan celana dan lengan yang lebih sempit.
Kehadiran peserta dari beragam latar belakang, mulai dari peminat budaya Korea hingga mahasiswa sejarah, membuat diskusi di sesi tanya jawab semakin dinamis.
Setelah sesi pemaparan, peserta yang hadir bergantian melontarkan pertanyaan. Salah seorang peserta menanyakan tentang keakuratan desain hanbok yang digunakan dalam sageuk. Kim menjelaskan bahwa pembuatan drama sageuk diiringi riset sejarah yang sangat mendalam dan proses produksi yang panjang. Oleh karena itu, hanbok yang digunakan dalam produksi drama tersebut biasanya telah melalui proses validasi historis dari para ahli dan dipastikan autentik.
Acara ditutup dengan sesi foto bersama dan pembagian kudapan khas Korea. Para peserta tampak antusias melanjutkan diskusi informal tentang hanbok sambil menikmati makanan ringan yang disediakan.
Kelas khusus ini membantu peserta memahami hanbok dari era Tiga Kerajaan yang memiliki gaya, warna, dan simbolisme khas masing-masing.
Melalui "Kelas Khusus: Hanbok Era Tiga Kerajaan," peserta memperoleh pemahaman yang mendalam tentang ciri khas hanbok dari masing-masing kerajaan sambil menelusuri jejak sejarah dan identitas bangsa Korea dari masa ke masa.
margareth@korea.kr
*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.