Makanan/Pariwisata

2023.07.03

18 orang asing mengikuti program templestay yang digelar pada tanggal 18-19 April di Kuil Hwagyesa, Gangbuk-gu, Seoul. Mereka mempelajari berbagai kebudayaan Buddha melalui program ini, salah satunya adalah doa pagi yang dilakukan seperti yang digambarkan dalam foto di atas. (Kuil Hwagyesa)

18 orang asing mengikuti program templestay yang digelar pada tanggal 18-19 April di Kuil Hwagyesa, Gangbuk-gu, Seoul. Mereka mempelajari berbagai kebudayaan Buddha melalui program ini, salah satunya adalah doa pagi yang dilakukan seperti yang digambarkan dalam foto di atas. (Kuil Hwagyesa)


Penulis: Cao Thi Ha


Penulis lahir dan besar di Vietnam, negara yang memiliki sejarah panjang dalam memeluk agama Buddha, sama seperti Korea. Banyak orang Vietnam yang mengikuti program templestay di negara asalnya. Penulis selalu ingin tahu apa perbedaan templestay di Korea dan Vietnam karena penulis pernah mengikuti program ini di Vietnam.

Seorang teman mengajak penulis untuk mengikuti program templestay di Korea. Penulis sering mengunjungi kuil di Korea tetapi belum pernah mengikuti program templestay sehingga penulis mendaftar untuk mengikuti program templestay di Kuil Hwagyesa yang terletak di kaki Gunung Bukhansan di Seoul.

Program ini diselenggarakan secara gratis pada tanggal 18-19 April lalu khusus untuk orang asing. Sebanyak 18 orang asing mengikuti program ini. Mereka berasal dari Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Kanada, Malaysia, dan Vietnam.

Kuil Hwagyesa menjadi salah satu kuil yang paling banyak dikunjungi oleh orang asing berkat Biksu Seungsahn yang mempromosikan Buddha Korea ke dunia mulai dari tahun 1972. 

Setelah para peserta templestay tiba di Kuil Hwagyesa pada tanggal 18 April lalu, para peserta masuk ke dalam kamar yang sudah ditentukan dan menerima hanbok yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. (Laida Landea Ruiz)

Setelah para peserta templestay tiba di Kuil Hwagyesa pada tanggal 18 April lalu, para peserta masuk ke dalam kamar yang sudah ditentukan dan menerima hanbok yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. (Laida Landea Ruiz)



Penulis tiba di Kuil Hwagyesa pada jam enam sore. Kuil ini unik karena berada di kaki gunung yang terletak di tengah Kota Seoul. Kuil Buddha pada umumnya berada di tengah gunung yang sunyi.

Setelah memasuki pintu utama kuil, penulis dapat merasakan nyaman dan tenang karena suasana bagian dalam kuil yang sunyi dan udara yang segar berkat alam dan pepohonan sekitar kuil. Inilah saat di mana penulis bisa mendapatkan waktu istirahat dari kehidupan perkotaan yang sibuk.

Jadwal pertama program templestay dimulai setelah para peserta tiba dan meletakkan barangnya di kamar yang sudah ditentukan. Setiap kamar ditempati oleh tiga orang peserta. Peserta juga diberikan hanbok yang biasa dipakai untuk kehidupan sehari-hari. Hanbok tersebut harus dipakai selama program berlangsung.

Kamar yang para peserta tempati bersih dan rapi. Walaupun kamar tersebut hanya memiliki luas sebesar sekitar 16 m2, tetapi kamar tersebut memiliki rak sepatu, lemari baju, kasur, bantal, selimut, kamar mandi, teko, dan sepaket cangkir teh.

Ada satu hal yang berbeda dengan program templestay di Vietnam. Para peserta templestay di Vietnam memakai ao lam yang mirip dengan hanbok tersebut, tetapi para peserta harus membawanya sendiri dari rumah. Jika program templestay di Korea diselenggarakan dalam skala kecil, program templestay di Vietnam biasanya dihadiri oleh seratus hingga tiga ribu orang peserta dalam satu program. Satu program templestay di Vietnam bahkan bisa berlangsung hingga tujuh hari di musim panas.

Program orientasi dimulai pada jam tujuh malam. Para peserta mendengarkan penjelasan mengenai jadwal keseluruhan program templestay sambil menikmati camilan manis yang disediakan. Biasanya camilan manis diberikan dalam program-program yang disediakan untuk orang asing di Korea.

Setelah kami mempelajari tata krama yang harus ditaati di dalam kuil Buddha, kami belajar melakukan 108 bae (sembah sujud). 108 bae adalah melakukan sembah sujud sebanyak 108 kali kepada Buddha untuk menghilangkan amarah dan ambisi dalam diri manusia yang mempresentasikan masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.

Setelah itu, para peserta menggambar tas ramah lingkungan dengan berbagai gambar yang mewakili Buddha serta simbol mandala yang menjadi simbol perwakilan Buddha.

Para peserta harus mengikuti jadwal tetap kehidupan di kuil sehingga terasa seperti kehidupan militer. Lampu di kuil dimatikan pada jam sembilan malam sehingga kami harus tidur pada saat itu. Walaupun para peserta harus tidur di kasur yang berada di lantai, kasur tersebut cukup nyaman untuk dipakai tidur.

Para peserta bangun pada subuh untuk mengikuti ibadah Buddha pada jam 4:20 pagi.

Ibadah tersebut diselenggarakan di Aula Daejeokgwangjeon yang menjadi gedung terbesar di Kuil Hwagyesa. Setelah itu, para peserta dapat memakan sarapan sehat yang disediakan oleh kuil. Sarapan tersebut merupakan sarapan khas kuil yang berisi labu, kimci sawi, kimci timun, terung, jabchae, tahu, selada, dan semangka.


Sarapan pagi yang disediakan oleh Kuil Hwagyesa. (Laida Landea Ruiz)

Sarapan pagi yang disediakan oleh Kuil Hwagyesa. (Laida Landea Ruiz)


Setelah menyelesaikan sarapan, para peserta keluar dari ruangan untuk menatap semburat kemerahan matahari pagi yang sedang terbit. Pagi yang dipenuhi dengan cahaya matahari hangat serta melodi suara burung dan gemercik air membuat para peserta enggan untuk meninggalkan Kuil Hwagyesa.

Tur Kuil Hwagyesa dimulai pada jam tujuh pagi. Biksu Cheong-shim memperkenalkan sejarah Buddha dan kuil dengan bahasa Inggris.

Para peserta paling banyak bertanya mengenai makanan kuil. Biksu Cheong-shim lalu menerangkan, "Makanan-makanan kuil secara umum di Korea menggunakan bahan utama berupa sayur-sayuran dan akar-akaran gunung. Kami juga menggunakan gocujang dan doenjang (pasta kedelai) sebagai penambah cita rasa."



Biksu Cheong-sim menerangkan sejarah Buddha Korea kepada para peserta program templestay. (Cao Thi Ha)

Biksu Cheong-shim menerangkan sejarah Buddha Korea kepada para peserta program templestay. (Cao Thi Ha)


Pemandangan Kuil Hwagyesa dari Patung Mireuk, nama Korea dari Maitreya. (Cao Thi Ha)

Pemandangan Kuil Hwagyesa dari Patung Mireuk, nama Korea dari Maitreya. (Cao Thi Ha)


Jalan meditasi yang menghubungkan Kuil Hwagyesa dengan Observatori Awan. (Seo Minji)

Jalan meditasi yang menghubungkan Kuil Hwagyesa dengan Observatorium Awan. (Seo Minji)


Para peserta menghabiskan waktu untuk bermeditasi dengan berjalan kaki ke Observatorium Awan setelah menyelesaikan tur Kuil Hwagyesa. Para peserta awalnya berpikir bahwa melakukan meditasi adalah duduk diam lalu menjernihkan pikiran. Akan tetapi, meditasi sambil berjalan kaki ini adalah sesuatu yang baru untuk para peserta.

Sambil berjalan pelan-pelan dan menikmati energi bersih dari alam, seluruh kekhawatiran hidup kami terasa hilang.

Jadwal terakhir dari program templestay ini adalah minum teh bersama biksu pada jam sembilan pagi. Para peserta bisa menikmati teh hijau dan kue beras cokelat pada saat itu.

Biksu Cheong-shim berkata, "Banyak orang yang datang ke Kuil Hwagyesa untuk berhenti sejenak di kuil, menikmati kedamaian, dan mencari kesembuhan. Mereka menemukan keheningan lalu meletakkan beban dan kegelisahan hidup mereka di sini."

Terdapat pertemuan menarik juga dalam program templestay kali ini. Terdapat Wartawan Kehormatan (HR) dan K-influencer di antara para peserta. Salah satunya adalah Hong Alice yang saat ini sedang beraktivitas sebagai HR. Ia datang dari Kanada.

Hong berkata, "Ini adalah kali kedua saya mengikuti program templestay di Korea. Di Kanada saya besar di Vancouver, tempat yang memiliki banyak pepohonan dan hewan liar serta udara uang bersih. Setiap kali saya datang ke kuil, saya merasa terhubung dengan alam sehingga saya merasa seperti kembali lagi ke Kanada."

Hong menyatakan bahwa program templestay adalah salah satu cara baik untuk belajar sejarah Korea. "Saya merekomendasikan program ini (kepada orang asing) agar mereka bisa memahami sejarah Korea dengan bertemu orang Korea yang sebenarnya. Ini lebih baik dibanding belajar melalui buku atau YouTube," ungkapnya.

Anne-Laure yang berasal dari Prancis berkata, "Ini benar-benar pengalaman yang memuaskan."

Ia melanjutkan, "Karena saya adalah seorang nomad entrepreneur, maka perjalanan ke kuil ini merupakan pengalaman yang bagus. Saya senang karena bisa bertemu dengan orang baru dan mempelajari kebudayaan sebuah negara."



Para peserta program templestay berfoto bersama setelah program tersebut selesai. (Kuil Hwagyesa)

Para peserta program templestay berfoto bersama setelah program tersebut selesai. (Kuil Hwagyesa)


Program templestay ini membang berjalan sangat singkat, yaitu 17 jam. Akan tetapi, para peserta dapat meninggalkan kesibukan mereka secara sementara dan mendapatkan ketenangan di dalam kuil selama program ini. Setelah program ini selesai, para peserta kembali ke kehidupan sehari-hari mereka. Setelah menyelesaikan healing time selama dua hari di dalam kuil, para peserta seperti mendapatkan energi baru untuk menghabiskan hari-hari mereka.

Apa yang harus saya lakukan jika saya ingin mengikuti program templestay?

Program templestay Korea dilaksanakan sepanjang tahun. Apabila Anda ingin mengetahui kebudayaan Buddha Korea lebih lanjut, Anda bisa mendaftar program templestay melalui website resmi di bawah ini.

- Website templestay: https://eng.templestay.com (bahasa Korea, Inggris)

shinn11@korea.kr

konten yang terkait