Kementerian Lingkungan membuka Pusat Penelitian untuk Spesies Terancam Punah pada bulan Oktober 2018 di Yeongyang-gun, Provinsi Gyeongsangbuk. Foto di atas menunjukkan panorama Pusat Penelitian untuk Spesies Terancam Punah. (Institut Ekologi Nasional)
Penulis: Gil Kyuyoung
Sudah 20 tahun berlalu sejak beruang hitam Ussuri (Ursus thibetanus ussuricus) dikembalikan ke alam. Kementerian Lingkungan dan Layanan Taman Nasional Korea berhasil melakukan konservasi dengan mengawinkan enam ekor beruang tersebut pada tahun 2004. Beruang-beruang itu berasal dari wilayah Krai Primorsky, Rusia.
Saat ini, lebih dari 80 ekor beruang hitam Ussuri tinggal di kawasan Gunung Jirisan. Beruang tersebut punah di Korea karena kehilangan habitat mereka. Akan tetapi, mereka berhasil tinggal kembali di tengah hutan Gunung Jirisan berkat proyek konservasi Korea.
Proyek konservasi beruang hitam Ussuri merupakan salah satu dari beberapa proyek konservasi spesies terancam punah yang sukses. Hal ini berhasil membuktikan bahwa manusia juga bisa hidup berdampingan dengan alam.
Kementerian Lingkungan membuka Pusat Penelitian untuk Spesies Terancam Punah pada bulan Oktober 2018 di Yeongyang-gun, Provinsi Gyeongsangbuk. Pusat penelitian tersebut bertujuan untuk memperluas proyek konservasi spesies-spesies yang terancam punah dengan luas wilayah sebesar 2.250.000 ㎡.
Terdapat gedung penelitian, ruang peternakan dalam dan luar ruangan, ruang reproduksi, rumah kaca, dan bank spesimen di dalam Pusat Penelitian untuk Spesies Terancam Punah. Seluruh fasilitas pun dilengkapi dengan peralatan terbaru.
Kepala Pusat Penelitian untuk Spesies Terancam Punah Choi Seung-woon pada tanggal 12 Desember mengatakan, "Lembaga ini merupakan lembaga pertama di Korea yang didirikan untuk meneliti spesies terancam punah secara profesional dan lembaga seperti ini jarang ditemukan di dunia."
Dari kiri atas searah jarum jam: rumah kaca untuk tanaman, rumah kaca untuk serangga, rumah sakit hewan, serta ruang penelitian untuk spesies ikan dan invertebrata. (Gil Kyuyoung)
Jumlah spesies yang terancam punah di Korea mencapai 282 spesies pada tahun 2024. Pusat Penelitian untuk Spesies Terancam Punah berperan besar mulai dari pengumpulan bibit, pembiakan, hingga pemantauan akhir dalam proses konservasi.
Para peneliti mengunjungi berbagai pelosok Korea untuk mencari bibit-bibit tersebut. Tidak jarang mereka harus mendaki tebing di pulau atau menyelam ke dalam lautan.
Setelah berhasil menemukan berbagai bibit yang mereka perlukan, mereka memulai proses kerja mereka untuk meningkatkan jumlah spesies tersebut. Mereka berulang kali meneliti agar spesies tersebut bisa hidup dalam jangka waktu yang lama dan berkembang biak.
Pusat penelitian tersebut berhasil mengembangbiakkan empat spesies pada tahun 2019, yaitu burung Larus saundersi, berang-berang eurasia, katak Pelophylax chosenicus, dan tumbuhan Cypripedium guttatum. Keempatnya baru berhasil dikembangbiakkan saat itu.
Hingga saat ini, 17 spesies hewan liar yang terancam punah telah berhasil dikembalikan ke alam. Salah satu contoh kasus utama adalah kumbang kotoran Gymnopleurus mopsus.
Kumbang tersebut disebut sebagai pembersih alam karena ia mengubur kotoran sapi sehingga berperan dalam meningkatkan kesuburan tanah. Kumbang itu dahulu sangat mudah ditemui di Korea, tetapi hilang dari ekosistem Korea karena peningkatan penggunaan pestisida dan obat-obatan pertanian setelah tahun 1970-an.
Kementerian Lingkungan bahkan pernah membuat sayembara publik pada tahun 2017 dengan menawarkan uang sejumlah 50 juta won bagi siapa pun yang bisa menangkap 50 ekor kumbang kotoran Gymnopleurus mopsus. Akan tetapi, tidak ada satu orang pun yang berhasil di Korea.
Pusat Penelitian untuk Spesies Terancam Punah berhasil mengembalikan 200 ekor kumbang kotoran Gymnopleurus mopsus ke alam pada bulan September 2024 di Sindurisa-gu, Taean-gun. (Institut Ekologi Nasional)
Setelah ratusan ekor kumbang kotoran Gymnopleurus mopsus berhasil dibawa dari Mongolia, akhirnya jumlahnya berhasil ditingkatkan di Korea. Pusat Penelitian untuk Spesies Terancam Punah berhasil mengembalikan 200 ekor kumbang kotoran Gymnopleurus mopsus ke alam pada bulan September 2024 di Sindurisa-gu, Taean-gun.
Saat ini, terdapat 400 ekor kumbang kotoran Gymnopleurus mopsus yang berada di Pusat Penelitian untuk Spesies Terancam Punah. Kumbang-kumbang tersebut dapat hidup berkat donasi kotoran kuda balap yang sudah pensiun dari Otoritas Balap Kuda Korea.
Choi mengatakan, "Kumbang kotoran Gymnopleurus mopsus bisa mati dengan mudah jika memakan kotoran yang mengandung obat-obatan pertanian atau antibiotik sehingga kami menyediakan kotoran dari kuda yang kami pelihara di pusat penelitian."
Proyek konservasi burung ibis sendok wajah hitam juga patut diacungi jempol. Burung tersebut termasuk ke dalam spesies yang terancam punah di wilayah Asia Timur Laut, tetapi 90% di antaranya berhasil dikembangbiakkan di Korea.
Saat ini, jumlah burung tersebut semakin menurun setiap tahunnya karena kerusakan habitat mereka akibat polusi air laut. Untuk mengatasi hal tersebut, Pusat Penelitian untuk Spesies Terancam Punah berusaha untuk melindungi burung-burung tersebut dengan memperbaiki ekosistem habitat mereka.
Salah satu cara untuk melindungi burung-burung ibis tersebut adalah dengan memasang pagar di Wadung Namdong yang terletak di Incheon untuk mencegah masuknya predator utama burung ibis, yaitu anjing rakun. Selain itu, dinding buatan juga dipasang di pusat pengembangbiakan yang terletak di Pulau Ganghwado. Pusat penelitian menargetkan untuk mengembangbiakkan burung ibis sendok wajah hitam hingga mencapai lima ribu ekor pada tahun 2027.
Burung ibis sendok wajah hitam termasuk ke dalam spesies yang terancam punah di wilayah Asia Timur Laut, tetapi 90% di antaranya berhasil dikembangbiakkan di Korea. (Institut Ekologi Nasional)
Pusat Penelitian untuk Spesies Terancam Punah juga berusaha keras untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya untuk menjaga keanekaragaman hayati.
Aktivitas penjagaan burung ibis sendok wajah hitam yang diadakan pada bulan April lalu di komunitas pertanian dan perikanan Ganghwa-gun merupakan contoh utama dalam kerja sama pelatihan penguatan kapasitas masyarakat nelayan di daerah tersebut.
Para nelayan bisa berperan aktif dalam konservasi spesies terancam punah dengan berbagi informasi terkait jumlah burung ibis di alam dan keadaan lokasi pengembangbiakannya.
Para nelayan sempat berkunjung ke berbagai tempat yang cukup unggul dalam melestarikan spesies terancam punah, seperti Pusat Burung Grus Monacha di Suncheon, Taman Burung Ciconia Boyciana di Yesan, dan Kota Perdamaian DMZ untuk Burung yang Bermigrasi.
Peneliti untuk Tim Spesies Burung Yang Min-Seung berkata, "Saya merasa bahwa kesadaran masyarakat nelayan sudah semakin baik. Banyak yang menentang konservasi burung ibis sendok wajah hitam pada tahun lalu, tetapi sekarang banyak yang aktif memberitahukan kepada kami mengenai keadaan terkini burung tersebut."
Pusat pendidikan konservasi dibuka pada bulan November 2024 di dalam Pusat Penelitian untuk Spesies Terancam Punah untuk mendorong peningkatan pemahaman masyarakat mengenai makhluk hidup liar.
Choi mengungkapkan, "Peningkatan jumlah spesies yang terancam punah tidak bisa dihentikan apabila habitat makhluk hidup rusak akibat eksploitasi dan industrialisasi. Akan tetapi, tujuan kami adalah mempromosikan pentingnya keanekaragaman hayati dan pelestarian nilai-nilai tersebut."
Choi menutup, "Kami tidak akan berhenti meneliti hingga tiba saatnya pusat penelitian kami harus tutup karena tidak ada lagi spesies yang terancam punah."
gilkyuyoung@korea.kr