Penulis: Wartawan Kehormatan Hanum Nur Aprilia dari Indonesia
Foto: Hanum Nur Aprilia
Museum Nasional Chuncheon menjadi salah satu pusat budaya penting di Provinsi Gangwon. Tempat ini tidak hanya menyimpan kekayaan sejarah, tetapi juga menghadirkan program edukasi interaktif bagi segala usia yang berlangsung sepanjang tahun.
Gedung Museum Nasional Chuncheon yang meraih penghargaan Arsitektur Terbaik Tahun 2003 ini memiliki aula tengah berbentuk lingkaran yang terang oleh sinar matahari sebagai penghubung ruang pameran serta dilengkapi dengan robot penyedia informasi.
Pengalaman menarik sudah dimulai sejak pintu masuk utama. Sebuah robot informasi siap menyambut pengunjung dan memberikan panduan dalam bahasa Korea, Inggris, Jepang, dan Mandarin. Robot ini dapat menjelaskan berbagai hal tentang pameran, acara, maupun fasilitas museum.
Selain itu, ia juga menyuguhkan kuis yang membantu menentukan pameran mana yang sesuai dengan suasana hati dan minat pengunjung.
Museum Nasional Chuncheon memperkenalkan perjalanan sejarah dan kebudayaan wilayah Gangwon dari periode prasejarah hingga era modern awal melalui pameran permanen.
Ruang pameran permanen di museum menyajikan narasi panjang perjalanan sejarah Gangwon. Koleksi dibagi berdasarkan empat periode, yakni Prasejarah, Masa Kuno Gangwon (Era Tiga Kerajaan dan Silla Bersatu), Abad Pertengahan (Dinasti Goryeo), serta Era Modern Awal (Dinasti Joseon).
Wilayah Gangwon telah dihuni manusia sejak lebih dari 100.000 tahun lalu.
Sebagian besar situs Paleolitik di wilayah Gangwon terletak di perbukitan di sepanjang teras sungai. Sebagian besar situs tersebut terdiri dari lapisan relik batu yang terakumulasi, menunjukkan adanya pemukiman berulang di situs yang sama dalam jangka waktu yang panjang.
Periode Neolitik membawa perubahan besar dengan hadirnya pertanian, aktivitas menangkap ikan, pembuatan busur panah, serta kerajinan seperti gerabah dan kain.
Pada periode Neolitik, manusia di wilayah Gangwon mulai membuat gerabah untuk fungsi menyiapkan dan menyimpan makanan.
Pada Zaman Perunggu, pertanian berkembang pesat dan masyarakat mulai membentuk organisasi sosial. Situs pemukiman seperti Cheonjeol-ri serta dolmen (batu megalit) mulai bermunculan.
Implementasi besi mulai digunakan di Provinsi Gangwon dari abad ke-1 SM melalui rumah-rumah dengan pintu masuk yang menonjol, tembikar yang keras dan tidak dihiasi, tembikar yang dihiasi dengan pola dayung, serta pemakaman yang ditutupi dengan gundukan. Unsur-unsur budaya ini adalah komponen khas dari kebudayaan 'Jungdo'.
Di Kota Gangneung, ditemukan peninggalan zaman Silla berupa barang-barang prestise yang digunakan sebagai simbol kekuasaan dan status sosial.
Posisi Gangwon yang strategis membuat wilayah ini menjadi rebutan Kerajaan Baekje, Goguryeo, dan Silla untuk perluasan wilayah, terutama jalur lalu lintas di sepanjang hulu Sungai Hangang dan pesisir timur.
Goguryeo dan Baekje maju ke wilayah Yeongseo melalui jalur-jalur ini, serta Silla menyusul pada pertengahan abad ke-6 dengan menggunakan wilayah Yeongdong sebagai basis untuk maju ke wilayah Yeongseo dan akhirnya menyatukan Tiga Kerajaan.
Selama periode Tiga Kerajaan Akhir dan Dinasti Goryeo, wilayah Gangwon memiliki peran strategis. Gangwon pada Abad Pertengahan merupakan tempat distribusi barang berlangsung bebas dan mudah serta tempat yang melahirkan guru-guru kerajaan dan guru-guru nasional, seperti Jigwang Guksa dari Kuil Beopcheonsa yang memimpin lingkaran Buddha pada masa itu.
Ruang pameran Gangwon di Era Modern Awal pameran menyajikan keindahan Gangwon yang tercermin dalam karya seni dari periode Joseon.
Taman luar ruangan bertema Hyeonmyo di Museum Nasional Chuncheon yang memadukan unsur Buddhisme, Konfusianisme, dan Taoisme.
Selain pameran dalam ruang, museum ini juga memiliki area luar ruangan dengan tema Garden of Hyeonmyo: Beauty of Stone and the Walls of Naksansa Temple. Taman ini dipenuhi koleksi peninggalan Buddhis dari masa Silla Bersatu hingga Goryeo, sekaligus merepresentasikan konsep Hyeonmyo.
Hyeonmyo didefinisikan oleh sarjana Silla Choe Chiwon sebagai konsep unik Korea yang menggabungkan pemikiran Buddha, Taoisme, dan Konfusianisme dalam mengejar kegiatan beradab seperti musik, puisi, dan seni serta bepergian ke tempat-tempat alam yang indah.
Melalui pameran Invitation to Utopia — Geumgangsan Mountain and the Eight Scenic Sites of Gwandong, pengunjung dapat merasakan keindahan pegunungan dan aliran sungai di Gangwon yang dianggap sebagai tempat indah yang mewakili harapan abadi manusia akan utopia.
Museum ini juga rutin mengadakan pameran khusus. Pada saat kunjungan penulis, ada dua pameran yang sedang berlangsung.
Pameran khusus pertama bertajuk Invitation to Utopia — Geumgangsan Mountain and the Eight Scenic Sites of Gwandong. Pameran ini menyuguhkan proyeksi pegunungan dan aliran sungai di Provinsi Gangwon yang telah lama dianggap sebagai utopia di Korea.
Gunung Geumgangsan dan Delapan Situs Pemandangan Gwandong diyakini menyediakan rumah bagi Daois Immortals dan ruang suci tempat Buddha tinggal. Selama Dinasti Joseon, mereka sangat dicintai sebagai tempat berpanorama indah dan objek ekspresi artistik.
Pada pameran Five Hundred Arhats of Changnyeong-sa Temple Site: Reflection of Myself, tersedia kursi khusus tempat pengunjung dapat duduk untuk menikmati berbagai ekspresi wajah Arahat sebagai sarana refleksi diri tentang emosi manusia.
Pameran khusus kedua adalah Five Hundred Arhats of Changnyeong-sa Temple Site: Reflection of Myself. Koleksi ini menampilkan 500 patung Arahat yang ditemukan di situs Kuil Changnyeong-sa di Yeongwol pada 2001.
Setiap patung memancarkan ekspresi berbeda, dari tersenyum, merenung, hingga meditasi, yang menggambarkan beragam emosi manusia. Salah satu Arahat favorit penulis adalah figur yang tampak nyaman dengan selimut menyelubungi tubuhnya. Arahat dalam agama Buddha adalah istilah untuk seorang yang telah terbebas belenggu hawa nafsu dengan jalan mencapai penerangan sempurna.
Pameran ini pertama kali digelar di Museum Nasional Chuncheon pada akhir 2018 hingga awal 2019. Berkat rekomendasi pengunjung dan pakar, pameran Arahat ini kemudian dipilih sebagai pameran terbaik pada tahun tersebut, sebuah pencapaian yang semakin menegaskan daya tariknya.
Kafe di Museum Nasional Chuncheon menjadi tempat bagi pengunjung untuk merasakan visualisasi digital alam Korea dipadukan dengan suasana santai sambil menikmati makanan dan minuman.
Setelah berkeliling, pengunjung dapat beristirahat di Immersive Digital Cafe bertema Here & Now, 'Hyu': Korea's Ideal World. Area ini menghadirkan visualisasi digital keindahan alam Korea. Salah satunya ialah Chongseokjong, gugusan batu yang menjulang di sekitar Gunung Geumgangsan yang kini terletak di luar jangkauan karena berada di balik Zona Demiliterisasi.
Selain itu, tersedia pula kafe museum dan galeri tempat pengunjung dapat bersantai, menikmati hidangan ringan, membaca, hingga mengagumi karya seni dalam suasana nyaman.
Museum Nasional Chuncheon yang berlokasi di Provinsi Gangwon menjadi destinasi budaya yang menghadirkan warisan sejarah, pameran tematik, serta fasilitas edukatif yang bisa dinikmati oleh semua kalangan tanpa biaya masuk.
Museum Nasional Chuncheon selalu ramai didatangi pengunjung, baik secara individu maupun rombongan. Bagi kelompok berjumlah 10–30 orang, tersedia layanan Gallery Talk yang memberikan penjelasan lebih mendalam tentang pameran oleh pemandu.
Museum ini buka setiap hari kecuali hari Senin, Tahun Baru (1 Januari), serta hari libur besar Korea, seperti Seollal dan Chuseok. Tanpa adanya biaya masuk, Museum Nasional Chuncheon menjadi destinasi budaya yang ramah, terbuka, dan penuh makna bagi siapa pun yang ingin mengenal lebih dekat warisan Gangwon.
margareth@korea.kr
*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.