Wartawan Kehormatan

2025.06.12

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian
Penulis: Wartawan Kehormatan Monthi Rosselini dari Indonesia

Perang Korea (1950–1953) kerap dijuluki ‘The Forgotten War’ karena terjadi berdekatan dengan Perang Dunia II dan Perang Vietnam. Tercatat dalam sejarah, sebanyak 21 negara memenuhi permintaan PBB dengan mengirim pasukan militer serta unit medis ke Perang Korea saat itu. Mereka bergabung dengan pasukan Korea untuk membantu mempertahankan kebebasan.

Salah satu negara yang mengirim pasukan militer terbanyak adalah Amerika Serikat. Dari jutaan prajurit yang dikirim oleh AS untuk berperang di Korea, salah satunya adalah Floyd Fluter Rollins (1930–2009), seorang prajurit Kelas Satu di Angkatan Darat AS yang saat itu masih berusia 20-an tahun.

Dalam rangka memperingati Hari Pahlwawan yang jatuh pada 6 Juni di Korea, sekaligus mengenang jasa para pahlawan, penulis mewawancarai keturunan beliau, Rachel Dawn, yang merupakan cucu perempuannya.

Rachel adalah seorang wanita kelahiran Kentucky yang kini tinggal di Cincinnati, Ohio. Ia berasal dari keluarga veteran militer yang panjang, sesuatu yang sangat ia banggakan. "Kakek saya dari pihak ayah adalah seorang penerjun payung pada Invasi Normandia di Perang Dunia II. Paman buyut saya, Sherman, gugur dalam pertempuran di Prancis dan tidak pernah kembali. Paman buyut saya yang lain, Roland, dari pihak ibu, adalah seorang marinir yang bertugas selama Krisis Rudal Kuba pada awal tahun 1960-an. Sedangkan ayah saya direkrut pada putaran terakhir Perang Vietnam, tetapi untungnya ia akhirnya dikirim ke Jerman untuk bekerja dengan rudal balistik, bukan ke Vietnam," tutur Rachel.

Foto Floyd Fluter Rollins (kanan) di usia yang masih muda bersama rekannya ketika berada di Korea (Rachel Dawn)

Foto Floyd Fluter Rollins (kanan) di usia yang masih muda bersama rekannya ketika berada di Korea (Rachel Dawn)


Namun, yang akan diceritakan kali ini adalah kisah kakeknya dari pihak ibu, seorang veteran Perang Korea bernama Floyd Fluter Rollins. Floyd lahir di Madison County, Kentucky pada tahun 1930. Ia adalah anak ketiga dari sembilan bersaudara. Orang tuanya hidup dalam kemiskinan sehingga tidak mampu memberi makan semua anaknya selama masa Depresi Besar di Amerika. Karena itu, Floyd yang saat itu baru berusia 9 tahun, terpaksa tinggal bersama bibi dan pamannya di bagian lain daerah tersebut.

Singkat cerita, saat menginjak usia dewasa, Floyd bergabung dengan Angkatan Darat AS dan dikirim ke Korea. Hingga kini, Rachel dan keluarganya tidak mengetahui apakah Floyd mendaftar secara sukarela atau direkrut oleh Angkatan Darat AS, karena ibu Rachel, putri Floyd, juga terkejut saat mengetahui ayahnya bisa diterima di Angkatan Darat AS, mengingat ia pernah tertabrak mobil dan berjalan pincang sejak kejadian itu.

Ketika ditanya mengenai hal apa yang ia ketahui tentang kakeknya yang berperang di Korea, Rachel menjawab, "Satu-satunya cerita yang saya miliki (tentu saja, dia tidak pernah membicarakannya secara langsung kepada saya) adalah kisah tentang bagaimana dia pernah menjadi tawanan perang dan berhasil melarikan diri. Ia merangkak keluar dari penjara melalui gorong-gorong, dan bahkan pada satu titik, ia terpaksa memakan tikus hidup untuk bertahan hidup, hingga akhirnya ia diselamatkan dan dipersatukan kembali dengan pasukan sekutu," ujarnya.

Walaupun tugas perangnya telah berakhir, sekembalinya ke rumah Floyd harus bertarung dengan PTSD-nya (Rachel Dawn)

Walaupun tugas perangnya telah berakhir, sekembalinya ke rumah Floyd harus bertarung dengan PTSD-nya (Rachel Dawn)


Biasanya, banyak tentara yang pernah terlibat dalam pertempuran akan membawa pulang trauma perang dan kengerian yang mereka alami, atau yang disebut juga dengan PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder), yaitu gangguan kesehatan mental yang terjadi ketika seseorang mengalami peristiwa traumatis. Hal ini pun terjadi pada Floyd. Usai perang dan setelah kembali ke Amerika Serikat, ia mengalami PTSD dan mencoba mengalihkannya dengan minuman beralkohol. Ia juga memutuskan pergi dari rumah karena tidak ingin putri dan cucunya melihatnya dalam kondisi yang buruk.

"Dia sering pergi selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan terkadang bertahun-tahun. Nenek saya mencarinya berkali-kali dan menyeretnya ke panti rehabilitasi atau membawanya kembali ke rumah. Ia telah mencoba, tetapi pengalaman perang yang dialaminya menghalanginya untuk menjalani hidup normal sebagai seorang pria, suami, dan ayah. Saya tidak tahu semua ini sampai saya beranjak dewasa. Sepanjang hidup saya, yang saya tahu, ia tidak pernah minum alkohol. Dia hanyalah seorang kakek bagi saya. Namun, saat saya berusia sekitar 12 tahun, dia pergi lagi dan tidak pernah kembali. Hati saya sakit dan merasa ditinggalkan. Mengapa dia tidak ingin melihat putri satu-satunya atau saya, cucu perempuannya, lagi?" ujar Rachel menceritakan kebingungannya saat itu.

Foto kenangan kedekatan Rachel bersama kakeknya, Floyd (Rachel Dawn)

Foto kenangan kedekatan Rachel bersama kakeknya, Floyd (Rachel Dawn)


Baru pada saat pemakamannya pada tahun 2009, ketika Rachel berusia 24 tahun, ia mengetahui kebenaran tentang penderitaan dan perjuangan sang kakek. Baru dalam beberapa tahun terakhir ia mengetahui bahwa ayahnya pernah melacak Floyd dan berhasil menemukannya di sebuah bar. Ayah Rachel berusaha membujuknya untuk pulang, tetapi ia berkata, "Saya tidak ingin gadis kecil itu melihat saya dalam kondisi seperti ini."

Ternyata, yang ia maksud adalah Rachel. Ia berusaha melindungi Rachel dari masa lalu yang masih menghantuinya, dan ia telah melakukan yang terbaik yang ia mampu.

Floyd wafat pada tahun 2009 dalam usia 79 tahun. Pangkat militer dan nama Korea tercantum pada batu nisannya sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya dalam perang tersebut. (Rachel Dawn)

Floyd wafat pada tahun 2009 dalam usia 79 tahun. Pangkat militer dan nama Korea tercantum pada batu nisannya sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya dalam perang tersebut. (Rachel Dawn)


Rachel mengaku bahwa ia baru mengetahui kalau Perang Korea sering disebut sebagai "perang yang terlupakan", karena terjadi begitu dekat dan terjepit di antara Perang Dunia II dan Perang Vietnam. Menurutnya, kedua perang tersebut meninggalkan jejak yang jauh lebih besar dalam ingatan masyarakat Amerika. Ia bahkan merasa bahwa ia dan ibunya termasuk dalam kelompok orang yang tidak tahu banyak tentang Perang Korea.

Hal ini memotivasi Rachel untuk belajar lebih banyak. Ia pun memulainya dengan berkunjung ke perpustakaan di daerah tempat tinggalnya dan meminjam tiga novel berbeda yang berlatar Perang Korea.

Patung para prajurit AS yang sedang perang di Korea mengenakan jas hujan sambil memegang senjata di Monumen Perang Korea yang berlokasi di Washington D.C Amerika Serikat, tempat yang khusus yang dibuat untuk mengenang para veteran AS yang turut berjuang dan gugur di Perang Korea (Rachel Dawn)

Patung para prajurit AS yang sedang perang di Korea mengenakan jas hujan sambil memegang senjata di Monumen Perang Korea yang berlokasi di Washington D.C Amerika Serikat, tempat yang khusus yang dibuat untuk mengenang para veteran AS yang turut berjuang dan gugur di Perang Korea (Rachel Dawn)


Di akhir wawancara, Rachel menyampaikan sebuah pesan, "Dalam memperingati Memorial Day di Korea, marilah kita berhenti sejenak dan mengenang mereka yang gugur—mereka yang tidak pernah kembali ke rumah, baik setelah perang maupun penugasan.

Rasa terima kasih saya kepada mereka yang telah kehilangan nyawa tidak pernah berkurang. Namun, hari ini saya juga mendoakan dan mengenang mereka yang berhasil pulang membawa hidup mereka, tetapi dengan beban yang begitu berat karena mereka tidak pernah benar-benar bisa menjalani hidup yang normal sepenuhnya," tutupnya.

Pada peringatan Memorial Day di Memorial Perang Korea, seorang tentara Korea terlihat sedang memberikan penghormatan di depan monumen yang bertuliskan nama-nama pahlawan asal Amerika Serikat yang gugur di Perang Korea (Korea.net DB)

Pada peringatan Memorial Day di Memorial Perang Korea, seorang tentara Korea terlihat sedang memberikan penghormatan di depan monumen yang bertuliskan nama-nama pahlawan asal Amerika Serikat yang gugur di Perang Korea (Korea.net DB)


sofiakim218@korea.kr

*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.


konten yang terkait