Wartawan Kehormatan

2025.05.20

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian

Penulis: Wartawan Kehormatan Hanum Nur Aprilia dari Indonesia
Foto: Hanum Nur Aprilia

Setiap tanggal 20 Mei Korea memperingati Together Day, yaitu hari yang didedikasikan untuk mempererat hubungan antara warga lokal dan pendatang dari berbagai negara. Perayaan ini menjadi cerminan komitmen terhadap kehidupan bersama dalam masyarakat yang semakin multikultural sekaligus ajakan untuk membangun harmoni antarbudaya melalui interaksi sehari-hari.

Dalam semangat tersebut, penulis ingin membagikan pengalaman pribadi saat mengikuti program kursus bahasa Korea di Seoul, sebuah periode yang menjadi cerminan nyata pentingnya hidup berdampingan di tengah keberagaman.

Potret pelajar asing dari berbagai negara di Seoul, menunjukkan keberagaman budaya dalam kehidupan multikultural selama masa studi mereka.

Potret pelajar asing dari berbagai negara di Seoul, menunjukkan keberagaman budaya dalam kehidupan multikultural selama masa studi mereka.


Setelah mempelajari bahasa Korea di Indonesia selama beberapa tahun, penulis merasa bahwa kemampuan berbicara sulit berkembang tanpa praktik langsung. Oleh karena itu, belajar langsung di Korea menjadi pilihan untuk memperdalam kemampuan bahasa sekaligus memahami nuansa budaya lokal.

Sebelum keberangkatan, penulis membayangkan akan mudah menjalin relasi dengan warga lokal. Namun, tinggal di asrama internasional dan belajar di kelas yang seluruh pesertanya merupakan warga asing membuat interaksi dengan masyarakat Korea sangat terbatas.

Situasi tersebut mendorong penulis untuk lebih proaktif dalam mencari ruang berinteraksi langsung hingga akhirnya bergabung dengan sebuah klub pertukaran bahasa dan budaya di universitas. Hal ini menjadi sebuah titik balik dalam upaya membangun relasi lintas budaya secara langsung.

Kegiatan klub pertukaran bahasa dan budaya mencakup diskusi dan imersi budaya seperti menikmati festival bunga ceri dan jjimjilbang khas Korea.

Kegiatan klub pertukaran bahasa dan budaya mencakup diskusi dan imersi budaya seperti menikmati festival bunga ceri dan jjimjilbang khas Korea.


Kehidupan di asrama internasional juga menjadi pelajaran bagi penulis dalam memahami makna keberagaman. Teman-teman dari berbagai negara berbagi cerita dan tantangan dalam menyesuaikan diri dengan kehidupan di Korea.

Perbedaan budaya menjadi dinamika sehari-hari, seperti aturan pemilahan sampah yang cukup membingungkan bagi mereka yang berasal dari negara dengan sistem yang lebih longgar. Namun, dari hal-hal kecil semacam ini tumbuh rasa saling pengertian dan kerja sama. Para penghuni saling mengajarkan, menyesuaikan kebiasaan, dan belajar memahami sudut pandang satu sama lain.

Meskipun penulis telah beberapa kali mengunjungi Korea sebelumnya, tinggal dalam jangka waktu yang lebih lama membawa perspektif baru. Tidak ada gegar budaya yang berarti, tetapi beberapa pengalaman menarik tetap membekas. Salah satunya ketika penulis disapa dalam bahasa Inggris di sebuah kafe meskipun tengah bersemangat mempraktikkan bahasa Korea.

Namun, momen yang paling berkesan justru terjadi di sebuah kafe kecil saat pemiliknya terkejut mengetahui bahwa penulis datang ke Korea khusus untuk belajar bahasanya. Mendengar cerita kesulitan menjalin relasi dengan warga lokal, ia dengan hangat mengajak penulis berbincang lebih lama. Sejak saat itu, ia menjadi teman Korea pertama penulis. Bahkan pada hari ulang tahun, ia memberi penulis hadiah kejutan.

Kegiatan piknik di tepi Sungai Hangang, Seoul, menunjukkan kebersamaan dan semangat hidup berdampingan antar masyarakat lokal dan warga asing di akhir pekan.

Kegiatan piknik di tepi Sungai Hangang, Seoul, menunjukkan kebersamaan dan semangat hidup berdampingan antar masyarakat lokal dan warga asing di akhir pekan.


Kehangatan hidup berdampingan juga terasa di ruang publik seperti tepi Sungai Hangang. Di sana, penulis menyaksikan warga lokal dan pendatang dari berbagai negara berkumpul, bersantai, dan menikmati waktu bersama di alam terbuka. Pemandangan ini menjadi pengingat bahwa keberagaman bukanlah penghalang untuk berbagi ruang, melainkan kekuatan yang memperkaya pengalaman bersama.

Pengalaman tinggal di Korea memberikan banyak pelajaran tentang nilai hidup berdampingan, seperti keterbukaan, empati, dan sikap saling menghormati yang merupakan fondasi penting dalam membangun jembatan antarbudaya.

Dalam konteks Together Day, pengalaman ini menjadi refleksi bahwa masyarakat Korea kini semakin terbuka terhadap kehadiran warga internasional. Hidup berdampingan bukan sekadar konsep simbolik, melainkan praktik nyata yang dimulai dari langkah kecil, mulai dari sapaan hangat, percakapan sederhana, hingga berbagi ruang secara setara.


margareth@korea.kr

*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.

konten yang terkait