Wartawan Kehormatan

2025.05.12

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian

Penulis: Wartawan Kehormatan Maulia Resta Mardaningtias dari Indonesia

Pada Kamis (8/05/2025), penulis bersama sejumlah Wartawan Kehormatan dan K-Influencer menghadiri pembukaan pameran Korean Heritage Jongmyo Jeryeak – Sing for The Joseon Dynasty yang diselenggarakan oleh Korean Cultural Center Indonesia (KCCI), Kementerian Budaya, Olahraga, dan Pariwisata Korea (MCST), serta Korean Foundation of International Cultural Exchange (KOFICE).

Acara ini merupakan bagian dari program Touring K-Arts yang bertujuan menyebarluaskan keindahan seni Korea ke berbagai negara. Pameran tersebut difokuskan pada Jongmyo Jeryeak, yaitu musik ritual yang dimainkan dalam upacara penghormatan kepada leluhur raja dan permaisuri Dinasti Joseon (1392-1910). Pameran tersebut memperkenalkan sejarahnya melalui literatur, kostum, serta alat musik yang digunakan.

Poster resmi pameran Jongmyo Jeryeak – Sing for the Joseon Dynasty memperkenalkan musik yang dimainkan selama upacara leluhur raja dan permaisuri Dinasti Joseon, yakni Jongmyo Jeryeak. (KCCI)

Poster resmi pameran Jongmyo Jeryeak – Sing for the Joseon Dynasty memperkenalkan musik yang dimainkan selama upacara leluhur raja dan permaisuri Dinasti Joseon, yakni Jongmyo Jeryeak. (KCCI)


Pembukaan pameran diawali dengan tarian ritual Ilmu Jongmyo Jeryeak. Berbeda dengan arti kata "Ilmu" dalam bahasa Indonesia yang berarti pengetahuan, Ilmu dalam konteks ini adalah tarian tradisional yang dilakukan dalam upacara, yaitu saat penari membentuk formasi secara horizontal dan vertikal. Biasanya, tarian ini dibawakan oleh banyak penari, tetapi dalam acara ini hanya satu penari yang tampil karena keterbatasan tempat

Setelah pertunjukan tari selesai, Park Soo Deok, Wakil Duta Besar Korea untuk Indonesia, bersama Wakil Rektor Universitas Negeri Jakarta, menyampaikan sambutannya.

Setelah kata sambutan, para tamu undangan melakukan prosesi potong pita untuk meresmikan Pameran Jongmyo Jeryeak – Sing for the Joseon Dynasty. (Maulia Resta Mardaningtias)

Setelah kata sambutan, para tamu undangan melakukan prosesi potong pita untuk meresmikan Pameran Jongmyo Jeryeak – Sing for the Joseon Dynasty. (Maulia Resta Mardaningtias)


Seusai mendengar kata sambutan dan melakukan prosesi potong pita, para tamu undangan berjalan beriringan memasuki Aula Multifungsi KCCI yang dirancang menjadi ruang pameran untuk menampilkan berbagai alat musik dan pakaian yang digunakan dalam Jongmyo Jeryeak.

Pada sisi kiri pintu masuk, terdapat rak pameran yang menampilkan namjuui, yaitu jubah upacara berwarna biru yang dikenakan oleh penari Ilmu. Bersama dengan kostum ini, ditampilkan berbagai aksesoris upacara lainnya, seperti topi, sepatu, alat musik tiup, serta tombak dan pedang kayu.

Rak pameran yang memamerkan kostum serta asesoris yang dikenakan oleh penari munmu (tarian sipil) dan mumu (tarian militer) selama menampilkan Jongmyo Jeryeak. (Maulia Resta Mardaningtias)

Rak pameran yang memamerkan kostum serta asesoris yang dikenakan oleh penari munmu (tarian sipil) dan mumu (tarian militer) selama menampilkan Jongmyo Jeryeak. (Maulia Resta Mardaningtias)


Di tengah ruang pameran, alat musik yang digunakan dalam pertunjukan Jongmyo Jeryeak dipajang dengan apik. Dua alat musik yang menarik perhatian penulis adalah eo dan daeajaeng. Eo memiliki bentuk yang unik, menyerupai harimau putih dengan 27 takik bergerigi di punggungnya. Sementara itu, daeajaeng memiliki bentuk mirip gayageum, tetapi berbeda dalam jumlah senar dan cara memainkannya.

Pameran ini memamerkan alat-alat musik yang digunakan saat Jongmyo Jeryeak. (Maulia Resta Mardaningtias)

Pameran ini memamerkan alat-alat musik yang digunakan saat Jongmyo Jeryeak. (Maulia Resta Mardaningtias)


Bagian terakhir dari pameran menampilkan dua kostum upacara lainnya yang berwarna merah dan hitam. Untuk memeriahkan acara pembukaan, para pengunjung juga dapat menyaksikan sebuah pertunjukan istimewa dari mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta (FBS UNJ) yang berkolaborasi dengan Master Choi Kyung-ja serta Master Ha Kyung-mee dari Korean Traditional Performing Arts Foundation.

Heukdallyeong dan hongjuui merupakan kostum berupa jubah yang dikenakan pemimpin ritual dan para pemusik. (Maulia Resta Mardaningtias)

Heukdallyeong dan hongjuui merupakan kostum berupa jubah yang dikenakan pemimpin ritual dan para pemusik. (Maulia Resta Mardaningtias)


Pertunjukan gayageum Master Ha menjadi pembuka. Ia mengenakan berwarna merah dan putih diiringi dengan tiga orang mahasiswa Pendidikan Seni Musik UNJ yang memakai kostum batik dan memegang gendang. Setelah itu, penampilan dilanjutkan dengan pertunjukan musik yang memadukan lagu tradisional Korea serta lagu tradisional Indonesia.

Tidak hanya permainan gayageum, mahasiswa Pendidikan Seni Tari dari Fakultas Bahasa dan Seni UNJ juga menunjukkan keunggulannya dalam membawakan tari tradisional Korea buchae sanjochum.

Melalui sebuah wawancara, penulis secara singkat bertanya kepada Casya, mahasiswa Pendidikan Seni Musik, dan Dinda, mahasiswa Pendidikan Seni Tari UNJ Angkatan tahun 2023, mengenai proses di balik persiapan pertunjukan tersebut.

Penampilan Master Ha bersama mahasiswa FBS UNJ. (Maulia Resta Mardaningtias)

Penampilan Master Ha bersama mahasiswa FBS UNJ. (Maulia Resta Mardaningtias)


P: Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan penampilan ini?

Casya: Kami menghabiskan waktu sebanyak 5 hari latihan.
Dinda: Kami membutuhkan waktu 6 hari untuk latihan tari tradisional ini.

P: Apakah ada kesulitan selama latihan?

Casya: Menurut saya, nada-nada yang dihasilkan pada gayageum adalah nada yang berulang, sehingga saya tidak merasa ada kesulitan yang berarti.
Dinda: Dasar ilmu tari tradisional dari Indonesia dan Korea berbeda, dalam tari tradisional Indonesia para penari harus menari dengan postur yang tegap, sedangkan tari tradisional Korea harus anggun dan gemulai.

P: Apakah tim ini dipilih secara langsung?

Casya: Dosen kami memberikan penawaran kepada mahasiswa yang ingin berpartisipasi.
Dinda: Awalnya kami juga ditawarkan oleh dosen, tetapi akhirnya hanya dipilih sebanyak 10 orang.

P: Bagaimana kesan Anda terhadap Jongmyo Jeryeak?

Casya: Ketika mendengar mengenai penjelasan Jongmyo Jeryeak dari belakang panggung, saya menjadi tertarik dengan sejarah-sejarah dan budaya tersebut. Terlebih ada banyak alat musik yang menarik dan pakaian yang digunakan (dalam Jongmyo Jeryeak).

P: Setelah melalui latihan dan melakukan penampilan ini, bagaimana kesan Anda terhadap gayageum?

Casya: Mempelajari gayageum itu menyenangkan dan unik, karena gayageum bisa saja memiliki birama 5/4. Ternyata gayageum tidak sesulit yang dipikirkan sebelumnya.

Mahasiswa Pendidikan Seni Tari dari Fakultas Seni dan Bahasa Universitas Negeri Jakarta membawakan tarian buchae sanjochum secara perdana dalam acara pembukaan Pameran Jongmyo Jeryeak – Sing for the Joseon Dynasty. (Maulia Resta Mardaningtias)

Mahasiswa Pendidikan Seni Tari dari Fakultas Seni dan Bahasa Universitas Negeri Jakarta membawakan tarian buchae sanjochum secara perdana dalam acara pembukaan Pameran Jongmyo Jeryeak – Sing for the Joseon Dynasty. (Maulia Resta Mardaningtias)


P: Bagaimana kesan Anda terhadap tarian buchae sanjochum?

Dinda: Guru tari kami menjelaskan bahwa tarian ini menampakkan kecantikan dan keanggunan hingga membuat tarian ini semakin menarik ketika kami mempelajarinya.

P: Apakah ada kesulitan saat menyelaraskan gerakan dan ketukan musik sanjo?

Dinda: Dalam latihan, biasanya guru kami mengajarkan dengan memberikan hitungan dalam setiap ragam gerakan, seperti ada 6 ketukan, dan sebagainya. Setelah sudah bisa mengikuti dengan hitungannya, barulah kami menyelaraskannya dengan menggunakan musik.

P: Apakah kalian juga tertarik untuk mempelajari alat musik tradisional Korea lainnya?

Casya: Mungkin untuk saat ini, saya tertarik dengan alat musik yang berbentuk hewan (eo) yang dipamerkan dalam pameran ini.

Sepuluh mahasiswa Pendidikan Seni Musik menyuguhkan permainan gayageum yang begitu unik dan menyenangkan dengan mengkolaborasikan lagu tradisional Korea dan Indonesia. (Maulia Resta Mardaningtias)

Sepuluh mahasiswa Pendidikan Seni Musik menyuguhkan permainan gayageum yang begitu unik dan menyenangkan dengan mengkolaborasikan lagu tradisional Korea dan Indonesia. (Maulia Resta Mardaningtias)


P: Dalam pertunjukan musik ini, Anda menampilkan kolaborasi dua buah lagu Korea dan lagu Indonesia. Apa yang membuat kalian memutuskan memiliki lagu tersebut?

Casya: Untuk lagu "Bengawan Solo" sebenarnya dipilih oleh pihak KCCI. Sedangkan untuk lagu "Kicir-Kicir," kami memilih lagu yang ketukannya senada dengan lagu "Bengawan Solo" dan juga lagu Korea yang dibawakan. Terlebih "Kicir-Kicir" juga merupakan musik yang umum diketahui oleh masyarakat sehingga bisa menutup penampilan dengan cara yang lebih menyenangkan.

P: Bagaimana perasaan Anda bisa membawakan kolaborasi tersebut?

Casya: Perasaan kami memadukan budaya Korea dan Indonesia melalui penampilan ini juga sangat menyenangkan karena musiknya pun terdengar selaras dari lagu Korea ke lagu Indonesia.

Potret mahasiswa Pendidikan Seni Tari bersama Master Choi yang mengajarkan mereka buchae sanjochum. (Maulia Resta Mardaningtias)

Potret mahasiswa Pendidikan Seni Tari bersama Master Choi yang mengajarkan mereka buchae sanjochum. (Maulia Resta Mardaningtias)


Bagi penulis, pameran ini menghadirkan pengalaman mendalam bagi para pengunjung karena berhasil memperkenalkan warisan budaya Korea dengan pendekatan yang interaktif dan edukatif.

Pameran ini telah dibuka secara umum sejak tanggal 9 Mei 2025. Para pembaca yang ingin menyaksikan keindahan Jongmyo Jeryeak dapat mengunjungi pameran ini hingga tanggal 8 Juli 2025.


margareth@korea.kr

*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.

konten yang terkait