Penulis: Wartawan Kehormatan Binar Candra Auni dari Indonesia
Foto: Binar Candra Auni
Parade Lampion berlangsung pada tanggal 26 April 2025 di Jongno-gu, Seoul.
Pada tanggal 26 April 2025 malam, suasana di Jongno berubah. Jalanan yang biasanya dipenuhi kendaraan kini menjadi rute parade Festival Lentera Teratai. Di tengah kesibukan Kota Seoul, tradisi yang telah bertahan lebih dari seribu tahun ini menghadirkan kembali jejak sejarah di masa kini.
Pada tahun 2020, UNESCO mengakui Yeondeunghoe atau Festival Lentera Teratai Korea sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan. Dilansir dari situs resminya, Festival Yeondeunghoe tahun ini diselenggarakan dari 16 April hingga 6 Mei 2025.
Festival terdiri dari sejumlah rangkaian acara seperti pameran lentera, penampilan tari tradisional, hingga parade. Penulis berkesempatan menonton parade yang berlangsung pada Sabtu, 26 April 2025.
Lentera berbentuk bunga teratai bersinar di tengah parade Festival Lentera Teratai.
Parade dimulai jam tujuh malam waktu setempat. Barisan parade lentera bergerak perlahan dari Gerbang Heunginjimun, menyusuri Jongno, dan berakhir di Kuil Jogyesa. Demi kelancaran acara, arus lalu lintas di sepanjang rute parade berlangsung dilalihkan.
Penulis pun sempat terjebak kemacetan di sekitar lokasi dan baru tiba lebih dari satu jam setelah parade dimulai. Penulis melanjutkan perjalanan dengan naik metro dan turun di stasiun Jongno-3ga, lalu berjalan kaki menuju Jongno 5-ga untuk menonton parade dari sisi jalan.
Meski tidak berada di titik awal, penulis dapat merasakan antusiasme penonton yang memenuhi trotoar. Banyak di antara mereka datang bersama keluarga atau pasangan. Kursi-kursi pun disediakan untuk penonton lansia, ibu hamil, kaum disabilitas, dan anak-anak. Meski ramai, situasi tetap kondusif dan tertib.
Peserta parade dari Myanmar terlihat sedang membawa lampion di tengah parade Festival Lentera Teratai.
Penulis menyaksikan beragam lentera dalam berbagai bentuk dan warna, mulai dari bunga teratai dan lampion tradisional hingga simbol-simbol budaya Korea yang khas. Meski berakar dari perayaan kelahiran Buddha, Yeondeunghoe kini telah berkembang menjadi perayaan kebudayaan nasional. Penulis tak menyangka akan melihat partisipasi yang luas. Keluarga, anak-anak, pelajar, dan wisatawan asing, ikut serta dalam parade.
Rombongan peserta datang dari berbagai latar belakang, termasuk perwakilan negara-negara Asia, kuil-kuil dari berbagai daerah di Korea, dan universitas. Masing-masing menyuguhkan pertunjukan menarik, mulai dari tarian, musik tradisional, hingga nyanyian kelompok. Parade ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga menjadi sarana untuk memperkenalkan nilai-nilai budaya Korea yang melintasi batas generasi dan negara.
Penulis pun terkesan dengan lampion yang tampil dalam parade. Terdapat ribuan lentera kecil cantik yang dipegang oleh para peserta. Namun, ada banyak pula lentera besar yang mencuri perhatian. Ada lentera berbentuk naga yang menyemburkan api, ada pula yang diangkut belasan orang karena ukurannya yang sangat besar dan penuh detail.
Lampion naga besar yang menyemburkan api di tengah parade Festival Lentera Teratai.
Tak sedikit lentera yang menggabungkan unsur tradisional dan teknologi, seperti yang dipasang pada kendaraan dan dilengkapi lampu LED berbentuk hewan seperti burung merak dengan sulur bulu yang menyala. Penulis juga menemukan karakter populer masa kini seperti Loopy, yang menarik perhatian anak-anak dan penonton dewasa.
Sebagai seseorang yang telah lama tertarik pada budaya Korea, menyaksikan parade ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Penulis tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga menjadi bagian dari perayaan budaya.
Lampion berbentuk karakter Loopy yang menarik perhatian di tengah parade Festival Lentera Teratai.
UNESCO menyebut Yeondeunghoe sebagai festival yang mampu menghapus batas sosial dan kini penulis memahami maksudnya. Di tengah keramaian, tidak ada perbedaan bahasa atau asal negara. Hanya ada orang-orang yang berkumpul dan menikmati momen kemeriahan bersama. Yeondeunghoe bukan sekadar tradisi, tetapi merupakan warisan budaya yang tumbuh dan menyesuaikan diri dengan zaman tanpa kehilangan esensinya.
margareth@korea.kr
*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.