Wartawan Kehormatan

2025.03.06

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian

Penulis: Wartawan Kehormatan Monthi Rosselini dari Indonesia
Foto: Monthi Rosselini

Pada tanggal 28 Januari 2025 penulis berkunjung ke KCC UK (Korean Cultural Center Inggris) untuk meliput pameran yang bertajuk Bestselling and Beloved: Korean Literary Treasures. Pameran tersebut dibuat khusus untuk menggali lebih dalam inti sastra Korea melalui pameran karya sastra Korea dari awal mula kelahirannya.

Salah satu sudut ruang pameran Bestselling and Beloved: Korean Literary Treasures memajang poster beberapa buku sastra Korea terlaris.

Salah satu sudut ruang pameran Bestselling and Beloved: Korean Literary Treasures memajang poster beberapa buku sastra Korea terlaris.


Dalam pameran ini terdapat beberapa tema yang dipamerkan, di antaranya adalah "Timeless Masterpieces" atau Maha Karya yang Abadi. Pada bagian ini penulis diajak menjelajahi akar sastra Korea di akhir abad ke -17.

Di pojok tersebut dijelaskan bahwa sebelum hangeul ditemukan, masyarakat Korea menggunakan aksara Tiongkok untuk mengekspresikan ide dan emosi mereka dalam bentuk tulisan. Setelah hangeul diciptakan, banyak dari mereka yang telah mempelajari hangeul mulai berpartisipasi dalam sastra sebagai pembaca maupun pencipta.

Pada pertengahan hingga akhir Dinasti Joseon (1392-1910), kaum bangsawan mulai menghasilkan karya sastra menggunakan hangeul. Saat itu, sastra Korea mulai berkembang dalam genre universal seperti puisi dan novel. Penulis juga bisa melihat perkembangan sastra Korea yang memiliki kekhasannya sendiri, seperti hyangga, Goryeo gayo, sijo, gasa, dan pansori.

Hyangga merupakan sebuah karya sastra berbentuk puisi dengan karakter Tiongkok yang popular pada masa Kerajaan Silla (57 SM s/d 935 M) hingga awal Dinasti Goryeo (918-1392). Goryeo gayo adalah syair lagu yang dibuat pada masa Dinasti Goryeo. Sijo dan gasa merupakan bentuk puisi tradisional Korea. Pansori adalah seni penceritaan tradisional Korea yang disampaikan melalui nyanyian.

Puisi karya penulis Yi-Sang yang berjudul Mirror dipajang di dinding pameran (kiri) dan syair salah satu lagu tertua di Korea yang ditulis pada tahun 17 SM (kanan).

Puisi karya penulis Yi-Sang yang berjudul "Mirror" dipajang di dinding pameran (kiri) dan syair salah satu lagu tertua di Korea yang ditulis pada tahun 17 SM (kanan).


Pada masa penjajahan Jepang (1910-1945), sastra Korea berkembang dengan memasukkan unsur perlawanan dan emosi, khususnya pada tahun 1930-an dan 1940-an. Pada dinding pameran terlihat puisi yang ditulis oleh Yoon Dong-ju berjudul "Foreword." Puisi tersebut mencerminkan realitas yang dialami rakyat Korea ketika kekacauan melanda di masa penjajahan Jepang.

Penulis sebelumnya sempat mengunjungi museum Yoon Dong-ju ketika berkunjung ke Korea. Oleh karena itu, saat membaca puisi ini penulis kembali teringat akan karya-karya Yoon Dong-ju dan kisah perjuangannya sebagai pahlawan gerakan kemerdekaan.

Masih di ruang yang sama, penulis menuju ke bagian dengan tema "The Future of Korean Books" atau Masa Depan Buku-buku Korea. Terlihat setumpuk buku Tale of Hong Gildong yang dipamerkan dan dapat dibaca oleh setiap pengunjung.

Pada bagian pameran ini dijelaskan bahwa pada abad ke-21, sastra Korea telah mengalami yang signifikan dari segi genre dan tema. Pada masa ini, karya sastra bergenre fiksi ilmiah, fantasi, cerita seru, dan romansa sangat diminati masyarakat. Ketika memasuki era globalisasi, sastra Korea terus berkembang di luar Korea sehingga beberapa karya, seperti The Tale of Hong Gildong dan The Tale of Shim Cheong telah diterjemahkan.

Karena banyaknya minat terhadap sastra Korea di luar Korea, dibentuklah Institut Penerjemahan Sastra Korea di bawah Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata pada tahun 1995. Sekitar tahun 2010, halyu mulai berkembang dalam bentuk musik, film, dan drama. Inilah yang mendorong penerbitan sastra Korea untuk berkembang pesat.

Pada pameran Bestselling and Beloved: Korean Literary Treasures, setiap pengunjung diperkenankan untuk membaca buku-buku yang dipajang di ruang pameran.

Pada pameran Bestselling and Beloved: Korean Literary Treasures, setiap pengunjung diperkenankan untuk membaca buku-buku yang dipajang di ruang pameran.


Penulis kemudian melanjutkan eksplorasi di ruang pameran bertema "Nobel Laureate Han Kang" atau Pemenang Nobel Han Kang. Pada bagian ini terdapat buku-buku terlaris Han Kang seperti The Vegetarian, Human Acts, dan Greek Lessons.

Pada dinding pameran juga terdapat informasi tentang perjalanan karier penulis Han Kang, mulai dari memenangkan kontes Sastra Musim Semi Seoul Sinmun di tahun 1994 hingga prestasi-prestasi lainnya dalam memenangkan penghargaan di berbagai negara.

Dijelaskan juga bahwa Han Kang sempat bekerja sebagai dosen di Departemen Penulisan Sastra Institut Seni Seoul hingga tahun 2018 dan mendedikasikan dirinya sepenuhnya pada kepenulisan. Kini, karya-karya Han Kang telah diterbitkan dalam lebih dari 30 bahasa.

Rasanya tidak cukup satu hari untuk menikmati buku-buku yang dipajang dan dapat dibaca dengan bebas di pameran ini. Secara keseluruhan, penulis sangat menikmati pameran Bestselling and Beloved: Korean Literary Treasures.

Pameran tersebut telah membuka wawasan penulis tentang bagaimana awal sastra Korea lahir dan berkembang hingga kini menjadi sastra yang diterima dan diminati di seluruh dunia. Pameran ini masih terus berlangsung di KCC UK hingga 21 Maret 2025 dan dapat dikunjungi secara gratis.


margareth@korea.kr

*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.

konten yang terkait