Penulis: Wartawan Kehormatan
Hanum Nur Aprilia dari
Indonesia
Foto:
Hanum Nur Aprilia
Lomba Debat Bahasa Korea untuk Mahasiswa Indonesia kembali diadakan untuk ketiga kalinya oleh Korean Cultural Center Indonesia (KCCI) yang tahun ini bekerja sama dengan King Sejong Institute Jakarta (KSIJ) dan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (Unika Atma Jaya). Kompetisi tahunan ini bukan hanya tentang beradu argumen, tetapi juga menjadi sarana bagi para mahasiswa Indonesia untuk memperluas pemahaman dan kepercayaan diri dalam menggunakan bahasa Korea.
Lomba Debat Bahasa Korea yang diadakan oleh KCCI diikuti oleh mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia.
Setelah bersaing ketat di babak penyisihan, empat tim terkuat berhasil lolos ke babak semifinal. Tim Yangwon Cross yang beranggotakan Firmansyah Haryo Yudhoyono dan Nasya Athallah Putri serta Tim Aha! yang diwakili oleh Rohadatul Aisy Hamdaini dan Tiara Islami Sugihartono mewakili Universitas Gadjah Mada (UGM). Dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Tim Winners yang diperkuat oleh Narisa Aulia Jasmine dan Amanda Kurnia Nurshadrina turut berkompetisi, sementara Universitas Indonesia (UI) diwakili oleh Tim Chilbaek Ujagu yang terdiri dari Atha Rizqi Fadhilah dan Hardi Nico Sitanggang.
Babak semifinal dan final diselenggarakan pada Jumat (25/10/2024) di Aula D Unika Atma Jaya Jakarta. Acara dimulai dengan sambutan hangat dari Direktur KCCI, Kim Yong-woon. Ia mengungkapkan pentingnya menguasai bahasa Korea secara fasih, terutama bagi mahasiswa yang ingin menyampaikan ide-ide mereka secara lugas dan percaya diri.
Sebelum sesi debat dimulai, pembawa acara dari KCCI pun memperkenalkan tiga dewan juri yang berasal dari KSI KCCI, KSIJ, dan Hanin Post. Selain itu, sesi debat pada babak semifinal dan final dipandu oleh moderator, Agatha Inez.
Suasana debat babak semifinal Lomba Debat Bahasa Korea dengan peserta dari UGM, UI, dan UPI yang beradu argumen di hadapan juri dan penonton.
Babak semifinal menyuguhkan dua perdebatan yang menggugah pemikiran. Setiap tim diberi waktu 15 menit untuk mempersiapkan argumen mereka sebelum debat berlangsung dalam format yang cukup menantang. Tiap pembicara pertama dan kedua diberi waktu tiga menit untuk menyampaikan argumen dan saling membantah argumen satu sama lain, kemudian pembicara terakhir menyampaikan argumen penutup selama tiga menit. Debat diakhiri dengan sesi umpan balik selama 90 detik yang bertujuan membantu perbaikan tiap tim.
Pada sesi pertama Tim Yangwon Cross dari UGM berhadapan dengan Tim Winners dari UPI. Tema yang mereka bahas adalah apakah mahasiswa jurusan bahasa Korea wajib menulis skripsi dalam bahasa Korea. Setelah melewati adu argumen yang sengit, Tim Winners dari UPI yang menjadi tim oposisi akhirnya keluar sebagai pemenang.
Di babak semifinal berikutnya, Tim Aha! dari UGM bertemu dengan Tim Chilbaek Ujagu dari UI dengan tema seputar penggunaan tes MBTI dalam proses rekrutmen kerja. Tim Chilbaek Ujagu dari UI berhasil menunjukkan keunggulan mereka sebagai tim oposisi dan memuluskan jalan menuju babak final.
Babak final antara UPI dan UI yang berlangsung seru, dengan kedua tim saling melontarkan argumen kuat mengenai kangaroo tribe.
Babak final mempertemukan Tim Winners dari UPI sebagai tim afirmasi melawan Tim Chilbaek Ujagu dari UI yang berperan sebagai tim oposisi, dengan mosi "Adanya 'Kangaroo Tribe' disebabkan oleh tingginya tingkat persaingan kerja."
"Kangaroo Tribe" adalah istilah yang menggambarkan generasi muda yang masih mengandalkan orang tua untuk dukungan finansial dan memilih tinggal di rumah keluarga meski sudah cukup umur untuk hidup mandiri. Istilah ini berasal dari kebiasaan kanguru yang membawa anak-anaknya di dalam kantong untuk melindungi dan menjaga mereka tetap dekat.
Di babak final yang menegangkan, kedua tim menyajikan argumen yang tajam dan mendalam, menyoroti isu sosial yang kompleks dengan sudut pandang yang berbeda, tetapi sama kuatnya. Setiap poin yang mereka paparkan berhasil membangun suasana yang intens. Para juri pun terpukau dengan analisis yang mereka sajikan untuk memperkuat posisi masing-masing. Suasana ini menjadikan babak final tak hanya sekadar kompetisi, melainkan sebuah pertunjukan intelektual yang membuat kagum seluruh penonton.
Penampilan cover dance dari Gigi Art of Dance yang energik, diiringi dengan pembagian doorprize yang mencairkan suasana sebelum pengumuman pemenang.
Usai debat ketat di babak final, suasana kompetisi beralih menjadi lebih santai dan meriah dengan sesi hiburan. Penonton yang beruntung mendapatkan hadiah berupa album
K-pop dan Gigi Art of Dance menghidupkan panggung dengan penampilan
cover dance dari lagu-lagu Le Sserafim yang disambut riuh oleh penonton.
Momen yang ditunggu akhirnya tiba dengan pengumuman pemenang. Atha Rizqi Fadhilah dari UI dianugerahi gelar
Best Speaker. Tim Winners dari UPI dengan bangga membawa pulang juara kedua, sementara Tim Chilbaek Ujagu dari UI tampil sebagai pemenang utama.
Momen penyerahan hadiah kepada pemenang lomba Debat Bahasa Korea untuk Mahasiswa Indonesia.
Wawancara penulis dengan para peserta mengungkapkan cerita-cerita penuh tantangan dan tekad di balik setiap argumen yang mereka lontarkan di panggung debat. Bagi tim dari UGM, perjalanan menuju kompetisi ini dimulai dari ruang kelas tempat dosen mereka mengadakan sesi debat semasa ujian tengah semester. Beberapa anggota tim bahkan memiliki pengalaman di kompetisi lain seperti lomba pidato dan lomba penerjemahan bahasa Korea, tetapi baru kali ini mereka dihadapkan dengan dinamika kompetisi debat yang intens.
Sementara itu, tim dari UPI menghadapi tantangan lain, jadwal mereka yang padat antara persiapan ujian dan kesibukan di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Meski begitu, mereka tak gentar. Bahkan, nama tim mereka "Winners" menjadi doa dan motivasi tersendiri. Di tengah keterbatasan waktu, mereka memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk latihan dan diskusi dengan didampingi oleh dosen pembimbing yang membantu mereka mengasah kemampuan dalam membahas topik-topik krusial seputar pendidikan dan budaya Korea.
Atha Rizqi Fadhilah, perwakilan dari UI yang dinobatkan sebagai
Best Speaker memiliki strategi tersendiri. Ia percaya bahwa keberhasilan dalam debat bukan hanya soal berani berbicara, tetapi juga pemahaman mendalam akan bahasa dan budaya Korea. Ia memperkaya pemahamannya dengan sering menonton video daring pendidikan bahasa Korea dan mengamati ekspresi serta nuansa kata yang tepat dari penutur asli. Strategi ini terbukti membantunya bersinar di kompetisi berskala nasional ini.
Kompetisi resmi ditutup dengan sesi foto bersama.
Melalui ajang Debat Bahasa Korea untuk Mahasiswa Indonesia, para peserta tak hanya mendapatkan pengalaman berdebat, tetapi juga kesempatan untuk lebih mendalami bahasa Korea. Semangat dan dedikasi yang mereka tunjukkan memperkuat jalinan budaya antara Korea dan Indonesia dan membuka pintu bagi lebih banyak kolaborasi akademis serta budaya di masa depan.
sofiakim218@korea.kr
*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.