Wartawan Kehormatan

2024.10.24

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian
Penulis: Wartawan Kehormatan Hanum Nur Aprilia dari Indonesia
Foto: Hanum Nur Aprilia

Dalam rangka memperingati Bulan Budaya Korea 2024, Korean Cultural Center Indonesia (KCCI) kembali menghadirkan sebuah acara yang membangun jembatan pertukaran budaya antara Korea dan Indonesia. Konser bertajuk "The Minstrel with a Guitar: Lucid Fall's Music Story" yang digelar pada 18 Oktober di Soehanna Hall ini menjadi salah satu rangkaian acara yang menyajikan suasana intim penuh makna, di mana penonton diajak menikmati harmoni indah dari lirik dan musik yang menyentuh jiwa.

Antusiasme tinggi tampak jelas saat registrasi konser Lucid Fall dibuka, dengan antrean panjang yang bahkan menyebabkan munculnya waiting list, menunjukkan besarnya minat penonton untuk hadir.

Antusiasme tinggi tampak jelas saat registrasi konser Lucid Fall dibuka dengan antrean panjang yang bahkan menyebabkan munculnya waiting list, menunjukkan besarnya minat penonton untuk hadir.


Lucid Fall adalah nama panggung dari seorang penyanyi dan penulis lagu Korea yang bernama asli Jo Yun-suk. Ia dikenal karena gaya musiknya yang lembut, berfokus pada akustik dengan lirik yang puitis dan introspektif. Yang menarik dari Lucid Fall adalah latar belakang akademisnya. Selain menjadi musisi, ia adalah seorang ilmuwan dengan gelar doktor di bidang teknik kimia dari École Polytechnique Fédérale de Lausanne (EPFL) di Swiss. Hal ini menambah kedalaman pada citra dirinya sebagai musisi yang menggabungkan sains dan seni dalam kehidupannya.

Musik Lucid Fall sering kali digambarkan menenangkan, melodius, dan berhubungan erat dengan alam. Lirik-liriknya berbicara tentang kehidupan sehari-hari, perasaan manusia, serta sering kali menyentuh tema nostalgia dan refleksi pribadi. Albumnya yang berjudul Lucid Fall (2001) dan Les Misérables (2005) mendapatkan perhatian luas di kalangan pencinta musik Korea.

Pembacaan puisi dari penggalan lirik lagu Lucid Fall yang dibawakan oleh Anastasia Kurniawan dan Tiffani Affifa memjadi pembuka konser bertajuk 'The Minstrel with a Guitar: Lucid Fall's Music Story'.

Pembacaan puisi dari penggalan lirik lagu Lucid Fall yang dibawakan oleh Anastasia Kurniawan dan Tiffani Affifa menjadi pembuka konser bertajuk "The Minstrel with a Guitar: Lucid Fall's Music Story."


Konser ini dibuka dengan pembacaan puisi yang dibawakan oleh Anastasia Kurniawan yang merupakan pemenang lomba berbicara bahasa Korea yang diselenggarakan oleh King Sejong Institute KCCI 2023 dan Tiffany Afiffa yang merupakan pemenang Daesang K-pop World Festival 2017. Anastasia membacakan penggalan lirik lagu "Salju Musim Semi" dan "Masih di Sini" dalam bahasa Korea, sementara Tiffany membacakan terjemahan bahasa Indonesianya. Sentuhan pembuka ini memberikan pengantar yang mendalam akan keindahan lirik yang dibawakan oleh Lucid Fall.

Lirik indah dari lagu-lagu Lucid Fall terangkum apik dalam booklet  yang disiapkan oleh Korean Cultural Center Indonesia (KCCI).

Lirik indah dari lagu-lagu Lucid Fall terangkum apik dalam buklet yang disiapkan oleh Korean Cultural Center Indonesia.


Saat Lucid Fall naik ke panggung, sambutan meriah dan tepuk tangan penonton memenuhi ruangan. Ia membuka penampilannya dengan lagu "Salju Musim Semi",diikuti penjelasan mengenai lagu yang dibawakannya dalam bahasa Indonesia, "Kira-kira sepuluh tahun yang lalu, lagu ini pernah menjadi soundtrack untuk drama The Producer yang dibintangi IU."

Kefasihannya berbahasa Indonesia mengejutkan penonton. Lucid Fall mengatakan bahwa ia belajar bahasa Indonesia secara khusus untuk acara ini dan usahanya ini tidak hanya mendapat tepuk tangan meriah, tetapi juga semakin menghubungkannya dengan audiens lokal. Ia pun menjelaskan bahwa ia merasa terhormat bisa memperkenalkan bahasa dan budaya Korea melalui musiknya dan menjembatani budaya dengan lirik-lirik yang ia bawakan.

Salah satu hal istimewa dari konser ini, selain sesi bercerita mengenai lagu dari Lucid Fall sendiri, adalah buklet berisi lirik-lirik lagu lengkap dengan terjemahan bahasa Indonesianya. Kehadiran buklet ini memberikan kesempatan bagi penonton untuk lebih terhubung dengan setiap lirik yang dibawakan, terutama bagi mereka yang tidak fasih dalam bahasa Korea.

Melalui buklet ini, penonton dapat menikmati kedalaman makna yang terkandung dalam setiap lagu dan memperkuat hubungan emosional antara musisi dan audiens. Tak jarang terlihat penonton membaca dengan khidmat sambil menikmati irama musik. Buklet tersebut menambah keintiman dan pengalaman mendengarkan yang lebih dalam.

Sepanjang konser, penonton dimanjakan dengan alunan musik indah dari perpaduan gitar, piano dan perkusi.

Sepanjang konser, penonton dimanjakan dengan alunan musik indah dari perpaduan gitar, piano dan perkusi.


Inspirasi alam, terutama air, sangat dekat dalam karya-karya Lucid Fall. Hal ini terlihat jelas dalam beberapa lagu yang ia bawakan dalam konser, seperti "Mimpi Menjadi Air," "Seperti Laut," dan "Lagu Nelayan." Lucid Fall saat ini tinggal di Pulau Jeju sehingga alam bahari merupakan hal yang sangat dekat baginya dan menjadi inspirasi dalam berkarya.

Dalam lagu-lagu bertema air seperti "Mimpi Menjadi Air," Lucid Fall menghadirkan sentuhan gemericik air melalui permainan perkusi, menciptakan atmosfer yang membuat penonton merasa benar-benar menyatu dengan alam.

Lucid Fall juga menjelaskan bahwa ia berkolaborasi dengan ilustrator Suzy Lee untuk menciptakan buku bergambar yang terinspirasi dari lagu "Mimpi Menjadi Air." Suzy Lee adalah seorang ilustrator asal Korea pemenang Penghargaan Hans Christian Andersen 2022. Ia membawa keindahan lirik Lucid Fall ke dalam visual yang memikat melalui buku lipat bergambar yang terbit pada 2020 silam.

Lagu lain yang menjadi sorotan bagi penulis dalam konser ini adalah lagu "Seperti Laut." Seluruh penonton dari berbagai kalangan bernyanyi bersama dan tepukan tangan mengiringi irama. Meski lirik lagu ini berbahasa Korea, pelafalan yang tepat dari penonton membuat Lucid Fall terkejut dan tersentuh. Nyanyian bergema hingga akhir lagu dan kenangan itu terpatri dalam ingatan penulis hingga perjalanan pulang.

Selain tema alam, Lucid Fall juga menulis lagu-lagu yang mengangkat kejadian bersejarah Korea. Salah satunya adalah "Tarian Bulan April" yang didedikasikan untuk mengenang Peristiwa Jeju tanggal 3 April. Peristiwa tersebut merupakan sebuah tragedi pada tahun 1948 saat ribuan penduduk Pulau Jeju tewas dalam pergolakan politik yang terjadi pasca Perang Dunia II.

Lagu lain yang ia bawakan adalah "Masih di Sini" yang terinspirasi dari tragedi tenggelamnya Feri Sewol pada tahun 2014. Itu merupakan sebuah peristiwa memilukan yang menewaskan ratusan orang siswa sekolah di Korea. Lagu-lagu ini menyampaikan kesedihan yang mendalam dan refleksi terhadap peristiwa yang mengguncang hati rakyat Korea.

Lucid Fall juga menuliskan filosofi hidupnya ke dalam karya-karyanya. "Lagu Nelayan" misalnya bercerita tentang nelayan yang hanya menangkap ikan secukupnya. Karya tersebut memuat sebuah pesan tentang kecukupan dan kebahagiaan sederhana yang selalu menjadi inti dari hidup Lucid Fall. "Kita sudah cukup hidup seperti ini, apalagi yang harus kita kejar?" ujar Lucid Fall, menegaskan filosofi hidupnya, yaitu rasa syukur adalah yang terpenting.


Lagu "Manusia Biasa" yang merupakan original soundtrack serial The Killer's Paradox adalah momen reflektif lainnya. Lagu ini memiliki nada groovy dan upbeat yang berbeda dari lagu-lagu sebelumnya dengan hentakan drum yang membangkitkan semangat. Dengan nada bercanda, Lucid Fall menjelaskan bahwa meskipun lagunya menjadi soundtrack untuk serial thriller, pesan yang dibawa bukan tentang kekerasan, melainkan tentang kehidupannya ketika tinggal di Seoul. Candaan Lucid Fall yang ramah mencairkan suasana dan membuat penonton merasa lebih dekat dengan sang musisi.

Setelah penampilan yang memukau selama dua jam penuh, Lucid Fall, bersama Paco De Jin dan Cho Yoon-seung, mengucapkan selamat tinggal diiringi tepuk tangan meriah dari penonton yang terpesona oleh setiap momen yang telah mereka sajikan.

Setelah penampilan yang memukau selama dua jam penuh, Lucid Fall bersama Paco De Jin dan Cho Yoon-seung mengucapkan selamat tinggal diiringi tepuk tangan meriah dari penonton yang terpesona oleh setiap momen yang telah mereka sajikan.


Kejadian menarik lainnya adalah saat Lucid Fall harus melakukan tuning gitar di setiap pergantian lagu. Dengan nada bercanda, ia meminta pengertian dari penonton. "Saya perlu waktu untuk tuning karena dari lagu ke lagu nadanya berbeda. Mohon pengertian Anda, ya," ujarnya. Kejadian ini menunjukkan betapa cermatnya Lucid Fall dalam memastikan tiap detail musiknya terdengar sempurna.

Keindahan konser Lucid Fall tidak lepas dari dukungan dua musisi hebat, yaitu Paco De Jin di perkusi dan Cho Yoon-seung di piano. Cho Yoon-seung yang telah berkolaborasi dengan Lucid Fall sejak 2011 memainkan peran besar dalam menciptakan atmosfer indah yang menyelimuti setiap lagu. Lucid Fall bahkan memanggilnya, "Maestro," yang merupakan sebuah penghormatan untuk kontribusinya yang luar biasa dalam setiap pertunjukan.

Setelah membawakan 12 lagu, Lucid Fall pamit dari panggung, tetapi semangat penonton membuatnya kembali dengan senyuman. Ia menyanyikan dua lagu tambahan, "Mari Melangkah" dan "Makerel".

Konser Lucid Fall membawa masyarakat Indonesia selangkah lebih dekat dengan budaya Korea melalui lirik puitis dan melodi melankolis dari musisi ternama Korea tersebut.

Konser Lucid Fall membawa masyarakat Indonesia selangkah lebih dekat dengan budaya Korea melalui lirik puitis dan melodi melankolis dari musisi ternama Korea tersebut.


Lucid Fall mengakhiri malam yang magis ini dengan lirik yang menggugah hati, "Hari ini kau telah bekerja keras" seolah mengajak setiap penonton untuk merayakan momen indah yang baru saja mereka bagi. Dengan sorakan yang tak kunjung reda, penonton meninggalkan ruang konser dengan semangat baru, membawa pulang melodi-melodi indah yang akan terus terngiang dalam ingatan, yaitu sebuah perjalanan musikal yang tidak hanya menyentuh jiwa, tetapi juga menjalin koneksi mendalam antara dua budaya yang berbeda.


sofiakim218@korea.kr

*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.

konten yang terkait