Wartawan Kehormatan

2024.08.08

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian

Penulis: Wartawan Kehormatan Hanum Nur Aprilia dari Indonesia

Jangma adalah 'musim hujan' yang berlangsung selama 1-2 minggu di tengah musim panas. Jangma biasanya berlangsung dari akhir bulan Juni hingga pertengahan Juli. Angin topan yang berhembus di Samudra Pasifik pada musim panas juga terkadang membawa awan hujan. Hujan deras akibat jangma dan angin topan ini bisa memaksa wisatawan untuk mencari tempat. Salah satu tempat yang penulis rekomendasikan adalah Museum Nasional Sejarah Kontemporer Korea yang terletak di dekat Alun-alun Gwanghwamun, Seoul.

Museum Nasional Sejarah Kontemporer Korea merayakan dan menghormati pengalaman sejarah beragam yang membentuk kelahiran dan kemajuan Republik Korea. (Jeon Han dari Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata)

Museum Nasional Sejarah Kontemporer Korea merayakan dan menghormati pengalaman sejarah beragam yang membentuk kelahiran dan kemajuan Republik Korea. (Jeon Han dari Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata)


Pada saat mengunjungi Seoul, penulis berencana mengunjungi Istana Gyeongbokgung. Namun, hujan tiba-tiba mengguyur dengan deras sehingga penulis harus mencari tempat berteduh. Tak disangka, penulis menemukan Museum Nasional Sejarah Kontemporer Korea yang letaknya tidak jauh dari istana. Museum ini ternyata sangat menarik dan menjadi pengalaman yang tak terlupakan selama di Seoul.

Museum Nasional Sejarah Kontemporer Korea terbuka untuk umum dan tanpa biaya masuk. Museum ini dibagi menjadi beberapa bagian yang masing-masing menampilkan berbagai aspek sejarah modern Korea. Salah satu pameran permanen di museum ini adalah Galeri Sejarah. Galeri ini membagi sejarah Korea menjadi tiga periode utama, yaitu dari tahun 1894 hingga 1945, dari 1945 hingga 1987, dan dari 1987 hingga saat ini. Setiap periode menyajikan koleksi yang menarik, mulai dari foto-foto bersejarah dan dokumen penting hingga diorama yang memukau.

Museum Nasional Sejarah Kontemporer Korea memungkinkan pengunjung internasional untuk mempelajari dan menghargai pencapaian luar biasa dari Republik Korea. (Hanum Nur Aprilia)

Museum Nasional Sejarah Kontemporer Korea memungkinkan pengunjung internasional untuk mempelajari dan menghargai pencapaian luar biasa dari Republik Korea. (Hanum Nur Aprilia)


Pameran ini juga dilengkapi dengan instalasi multimedia yang menjelaskan bagaimana Korea mengalami transformasi menjadi salah satu negara termaju di dunia. Pengunjung dapat mengeksplorasi perkembangan Korea dalam bidang ekonomi, budaya, dan teknologi. Pameran ini juga menampilkan bagaimana inovasi yang telah dilakukan Korea dalam beberapa dekade terakhir berdampak terhadap kehidupan sehari-hari masyarakatnya.

Di antara banyaknya koleksi yang dipamerkan, penulis sangat terkesan dengan sudut galeri interaktif yang menampilkan arsip pemilihan presiden Korea secara lengkap. Pameran ini mencakup arsip pemilihan dari tahun 1956, 1967, dan 1987, dengan janji-janji publik dan materi kampanye dari setiap kandidat. Arsip ini memberikan pemahaman mendalam tentang dinamika politik dan perkembangan demokrasi di Korea.

Pameran khusus bertajuk Sumber Energi Nostalgia: Batu Bara. (Hanum Nur Aprilia)

Pameran khusus bertajuk "Sumber Energi Nostalgia: Batu Bara." (Hanum Nur Aprilia)


Selain pameran permanen, museum ini juga sering mengadakan pameran khusus dalam waktu terbatas. Saat kunjungan penulis, museum sedang menyelenggarakan pameran khusus tentang sejarah tambang batu bara di Korea. Pameran ini menampilkan foto-foto, artefak, dan kisah-kisah para pekerja tambang yang mengharukan sehingga memberikan wawasan mendalam tentang perjuangan mereka.

Batu bara yang pernah menjadi tulang punggung industri dan sumber bahan bakar penting di Korea kini mulai ditinggalkan. Pameran ini bekerja sama dengan Museum Batu Bara Mungyeong, Boryeong, dan Taebaek untuk mengenang masa kejayaan industri ini. Setelah tahun 1945, Korea menghadapi kekurangan bahan bakar dan meningkatkan produksi batu bara. Namun, perubahan ekonomi dan biaya produksi yang meningkat menyebabkan penurunan industri di kemudian hari. Pameran ini mengajak pengunjung merenungkan cara terbaik untuk mengingat dan melestarikan warisan industri batu bara Korea.

Pemandangan dari atas gedung Museum Nasional Sejarah Kontemporer Korea. (Hanum Nur Aprilia)

Pemandangan dari atas gedung Museum Nasional Sejarah Kontemporer Korea. (Hanum Nur Aprilia)


Setelah puas menjelajahi setiap lantai museum, penulis naik ke area atap gedung museum. Pemandangan dari sini benar-benar memukau, Istana Gyeongbokgung terlihat dengan jelas. Istana Gyeongbokgung dibangun pada tahun 1395. Istana tersebut saat ini masih dalam proses restorasi karena sempat hancur dua kali semasa Invasi Jepang ke Korea (1592-1598) dan Masa Penjajahan Jepang (1910-1945).

Tak jauh dari situ, terlihat gedung Cheong Wa Dae yang menjadi kediaman presiden dan ruang resepsi diplomatik Republik Korea dari tahun 1948 hingga 2022. Pemandangan ini memberikan kesan mendalam, mengingatkan penulis akan perjalanan sejarah panjang Korea yang telah penulis telusuri di dalam museum.

Bagi penulis, Museum Nasional Sejarah Kontemporer Korea bukan hanya tempat berteduh dari hujan, tetapi merupakan tempat yang memberikan wawasan mendalam tentang sejarah dan budaya Korea. Jadi, jika pembaca sedang berkunjung ke Seoul, penulis sangat merekomendasikan untuk mengunjungi museum ini.


margareth@korea.kr

*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.

konten yang terkait