Wartawan Kehormatan

2024.08.01

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian

Penulis: Wartawan Kehormatan Theresia Kurniawan dari Indonesia
Foto: Theresia Kurniawan

Pada hari Jumat (28/06/2024) Korean Cultural Center Indonesia (KCCI) mengadakan acara bertajuk "Korean Cultural Night" di panggung utama Korea 360. Korea 360 adalah pusat promosi budaya, konten, wisata, dan produk Korea yang berlokasi di salah satu mal di Jakarta Selatan.

Korean Cultural Night menampilkan pertunjukan seni dan budaya Korea dari para murid kelas budaya di KCCI selama kurang lebih dua jam. Sebelum pertunjukan dimulai, KCCI juga membuka stan hanbok agar pengunjung mal dapat mencoba hanbok dan berfoto dengan latar belakang lukisan tradisional Korea, Irworobongdo. Irworobongdo adalah lukisan matahari, bulan, dan lima puncak gunung yang selalu menjadi latar belakang takhta raja Dinasti Joseon (1392-1910).

Pengunjung mal memakai hanbok dan berfoto dengan para pengisi acara Korean Cultural Night dengan latar belakang Irworobongdo.

Pengunjung mal memakai hanbok dan berfoto dengan para pengisi acara Korean Cultural Night dengan latar belakang Irworobongdo.


Acara malam kebudayaan dibuka dengan kata sambutan dari Direktur KCCI Kim Yong-woon pada jam tujuh malam dan penampilan musik dari Jenifer Wirawan. Untuk menyemangati para murid kelas budaya, Istri Duta Besar Korea untuk Indonesia Park Ae-kyung juga turut serta tampil di panggung dengan membacakan puisi karya Chae In-sook berjudul "Dieng Go Won (Dataran Tinggi Dieng)." Puisi ini menceritakan tentang kehidupan warga lokal di dataran tinggi Dieng yang terkenal dengan bangunan candi Hindu dan pemandangan alamnya yang indah.

Pembacaan puisi Dataran Tinggi Dieng oleh Park Ae-kyung, Istri Duta Besar Korea untuk Indonesia.

Pembacaan puisi "Dataran Tinggi Dieng" oleh Park Ae-kyung, Istri Duta Besar Korea untuk Indonesia.


Pertunjukan malam kebudayaan pun berlanjut dengan rangkaian acara utama, yaitu penampilan para murid kelas budaya KCCI bersama para pengajarnya. Penampil pertama malam itu adalah para murid kelas tari shinbara. Pengajar kelas ini adalah Lee Kyung-hwa yang juga merupakan koreografer tarian ini. Memadukan gerakan tari tradisional Korea dengan permainan alat musik bara (alat musik menyerupai simbal), tari shinbara ini jelas bukanlah sebuah tarian yang mudah untuk dipelajari.

Para murid kelas tari shinbara berhasil membawakan tari dengan energik mengikuti iringan musik tradisional Korea dalam balutan hanbok meskipun baru mempelajarinya selama empat hari sehingga penulis dan seluruh pengunjung Korea 360 memberikan tepuk tangan yang meriah untuk para penari.

Tari shinbara dibawakan oleh sebelas orang murid kelas budaya KCCI.

Tari shinbara dibawakan oleh sebelas orang murid kelas budaya KCCI.


Belum juga reda kekaguman para penonton pada pertunjukan tarian shinbara, penonton kembali disuguhkan dengan sebuah penampilan tarian tunggal apik dari Lee Kyung-hwa. Kali ini ia membawakan tari gophung yang merupakan sebuah tarian dengan properti kipas yang menampilkan gerakan gemulai khas tari tradisional Korea. Dari awal hingga akhir tarian, keselarasan antara gerakan tangan, kaki, dan ekspresi Lee sangat memukau.

Penampilan solo Lee Kyung-hwa menarikan tari gophung.

Penampilan solo Lee Kyung-hwa menarikan tari gophung.


Pertunjukan berikutnya adalah penampilan para murid kelas membaca puisi Korea beserta pengajar mereka, Chae In-sook. Chae adalah penyair Korea yang telah tinggal di Indonesia sejak tahun 1999. Dipandu oleh Chae, satu per satu murid kelas membacakan puisi populer berbahasa Korea yang ditulis dalam rentang tahun 1920 sampai 2000-an.

Beberapa di antaranya adalah puisi berjudul "Kkot (Bunga)" karya Kim Chun-su, "Jindallae Kkot (Bunga Azalea)" karya Kim So-wol, dan "Uriga Eone Byeoreseo (Dari Bintang Manakah Kita)" karya Jeong Ho-seung. Suasana panggung berubah menjadi syahdu selama penampilan pembacaan puisi ini.

Setiap penampil membacakan puisi yang mereka pilih masing-masing dalam bahasa Korea yang fasih dan penuh penghayatan dengan latar belakang musik instrumental. Puisi berjudul "Haengbok (kebahagiaan)" karya Yoo Chi-hwan dipilih sebagai puisi penutup yang dibacakan secara bergantian oleh para murid kelas membaca puisi.

Para murid kelas membaca puisi membacakan puisi Haengbok bersama Chae In-sook.

Para murid kelas membaca puisi membacakan puisi "Haengbok" bersama Chae In-sook.

Penampilan para murid kelas membaca puisi yang penuh penghayatan tersebut membuat penulis penasaran pada proses pembelajaran mereka. Penulis pun berbincang singkat dengan Angelia, salah satu penampil malam itu. Dari Angelia, penulis mengetahui kalau Chae mengajari mereka satu per satu tentang teknik pernapasan, pelafalan, dan penghayatan. Ia juga membimbing setiap murid dalam memilih puisi yang sesuai dengan kepribadian masing-masing.

Angelia memilih puisi berjudul "Uriga Eone Byeoreseo (Dari Bintang Manakah Kita)" karya Jeong Ho-seung yang merupakan sebuah puisi terkenal yang telah digubah menjadi lagu dan dinyanyikan oleh banyak musisi terkemuka. Alasannya memilih puisi ini adalah karena dia menyukai cara penyair Jeong menuangkan perasaannya di setiap bait puisi yang diungkapkan dengan romantis. Menurut interpretasi Angelia, puisi ini menyampaikan pesan agar para pembacanya menjadi cahaya bagi sesama.

Penampilan Angelia dalam membacakan puisi karya Jeong Ho-seung.

Penampilan Angelia dalam membacakan puisi karya Jeong Ho-seung.


Acara malam kebudayaan ditutup dengan penampilan spektakuler dari murid kelas tari jindo buk dan pengajar mereka, Lee Kyung-hwa. Sama seperti tari shinbara, tari ini juga menggabungkan gerakan tarian tradisional Korea dengan permainan alat musik buk (alat musik pukul tradisional Korea yang berbentuk seperti gendang kecil).

Kali ini Lee menari bersama para muridnya. Layaknya pemimpin pasukan, Lee menari di barisan paling depan di bawah panggung dengan diapit oleh murid pria di sisi kanan dan kirinya. Seperti halnya kelas tari shinbara, kelas tari jindo buk ini juga hanya berlangsung selama empat hari. Namun, para murid mampu membawakan tarian ini dengan indah. Setiap gerakan dan pukulan gendang terlihat serta terdengar harmonis dengan latar belakang musik tradisional Korea yang mengiringi tarian.

Sekali lagi, penulis dan penonton dibuat kagum oleh penampilan para murid kelas budaya KCCI. Hal ini terbukti dengan gemuruh tepuk tangan para pengunjung Korea 360 di akhir pertunjukan dan hampir semuanya sibuk merekam pertunjukan dengan ponsel. Penulis yakin acara Korean Cultural Night ini meninggalkan kesan tersendiri bukan hanya bagi para pengisi acara tetapi juga para pengunjung Korea 360.

240801_culture_7

Tari jindo buk menutup acara Korean Cultural Night dengan meriah.



margareth@korea.kr

*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.

konten yang terkait