Wartawan Kehormatan

2024.05.23

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian

Penulis: Wartawan Kehormatan Theresia Kurniawan dari Indonesia
Foto: Theresia Kurniawan

Pada tanggal 15 Mei 2024 yang lalu, penulis berkesempatan untuk menonton opera kreatif Korea berjudul Hari Pernikahan di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Opera yang dipentaskan oleh New Seoul Opera ini tidak hanya membawa misi untuk memperkenalkan budaya tradisional Korea melalui pertunjukan opera ke masyarakat Indonesia, tetapi juga untuk merayakan 40 tahun hubungan kerja sama antara Jakarta dan Seoul sebagai kota bersaudara. Selain di Jakarta, opera ini sebelumnya juga telah dipentaskan di berbagai negara, seperti di Tiongkok, Vietnam, dan Thailand.

Adegan pertama dalam babak pertama opera Hari Pernikahan menampilkan tokoh utama dan para ensambel wanita berpakaian hanbok yang disertai dengan takarir dalam bahasa Indonesia dan Inggris di sisi kanan kiri panggung.

Adegan pertama dalam babak pertama opera Hari Pernikahan menampilkan tokoh utama dan para ensambel wanita berpakaian hanbok yang disertai dengan takarir dalam bahasa Indonesia dan Inggris di sisi kanan kiri panggung.


Sesuai judulnya, opera ini menceritakan tentang kisah di balik layar hari pernikahan pada zaman Dinasti Joseon yang mengangkat tema sistem pernikahan dan kesenjangan sosial masyarakat pada masa itu.

Secara singkat, jalan cerita opera yang meliputi tiga babak ini mengisahkan tentang Maeng Jinsa yang tamak dan gila kekuasaan yang berusaha menaikkan status sosialnya dengan menikahkan putrinya, Gabbuni dengan putra keluarga bangsawan Kim Pan-seo bernama Mi-eon walau dia sendiri belum pernah melihat wajah Mi-eon.

Namun, tanpa diketahuinya, Gabbuni dan Mi-eon sudah pernah bertemu dan dalam pertemuan yang tidak disengaja itu, Mi-eon justru jatuh hati pada pelayan Gabbuni yang bernama Ippuni. Mengetahui kalau dia akan dinikahkan dengan Gabbuni, Mi-eon sengaja menyebar rumor kalau calon menantu Maeng berwajah tidak tampan dan bodoh. Mendengar itu, Maeng pun panik dan memutuskan untuk memaksa Ippuni menggantikan putrinya menjadi pengantin.

Adegan saat ayah pengantin wanita bernama Maeng (mengenakan hanbok kuning emas di tengah) mendiskusikan soal pernikahan putrinya dengan para kerabat.

Adegan saat ayah pengantin wanita bernama Maeng (mengenakan hanbok kuning emas di tengah) mendiskusikan soal pernikahan putrinya dengan para kerabat.


Opera yang terdiri dari tiga babak ini dibuka dengan adegan pertemuan pertama dari tiga tokoh utama yaitu Gabbuni, Ippuni, dan Mi-eon di hutan. Dilanjutkan dengan adegan kedua di rumah Gabbuni di mana Maeng merencanakan pernikahan putrinya dan mendengar rumor tentang wajah Mi-eon. Babak pertama ini sukses membuat penulis dan penonton lainnya terpesona dengan vokal yang sangat indah dari ketiga pemeran utama beserta para ensambel yang didukung oleh keindahan panggung dan hanbok warna-warni para pemain. Spontan saja, segera setelah adegan pertama berakhir seluruh penonton memberikan tepuk tangan meriah untuk mengapresiasi keindahan tersebut.

Tarian ritual dukun yang dilengkapi tata cahaya yang memberi kesan magis.

Tarian ritual dukun yang dilengkapi tata cahaya yang memberi kesan magis.


Babak kedua dibuka dengan adegan Mi-eon bertemu dengan dukun yang dilanjutkan dengan tarian ritual dukun yang belakangan ini menjadi tidak asing di mata penonton Indonesia berkat film Exhuma. Layaknya adegan ritual di film Korea terlaris di Indonesia tersebut, tarian syaman ini pun memberi kesan magis yang sama yang didukung dengan pencahayaan panggung, jubah upacara syaman dengan lengan berwarna warni, beserta properti kipas dan lonceng yang khas. Babak kedua ini menceritakan rencana licik Maeng untuk menukar pengantin wanita dengan Ippuni karena dia tidak mau anaknya menikah dengan laki-laki yang tidak tampan.

Adegan upacara pernikahan yang dikemas dengan tarian, lagu, dan kostum warna warni khas Korea.

Adegan upacara pernikahan yang dikemas dengan tarian, lagu, dan kostum warna warni khas Korea.


Pada babak terakhir, panggung dihias dengan meriah layaknya tempat upacara pernikahan lengkap dengan meja upacara, spanduk-spanduk bergambar tradisional Korea, dan lampion merah biru. Babak ketiga ini berisi adegan upacara pernikahan Mi-eon dan Ippuni yang dimeriahkan dengan pertunjukan tarian dan orkes tradisional Korea.

Seperti layaknya pementasan opera pada umumnya, opera ini ditutup dengan salam penutup dan seluruh pemain menyanyikan lagu "Arirang" sebagai penutup. Setelah pementasan selesai, di lobi teater, para penonton diberi kesempatan untuk mengambil gambar dengan para pemain opera. Tak jarang terlihat beberapa penonton juga meminta tanda tangan para pemain di buku acara untuk kenang-kenangan.

240523_opera_5

Pertunjukan orkes tradisional Korea yang turut memeriahkan upacara pernikahan pada babak ketiga opera Hari Pernikahan.


Sebagai penikmat pertunjukan musikal, penulis berpendapat kalau opera ini lebih spesial dibandingkan pertunjukan musikal modern yang biasa ditonton penulis karena dikurasi secara khusus dan hati-hati dengan menggabungkan pertunjukan seni peran, musik, dan tari tradisional Korea yang dipadukan dengan orkestra alat musik barat tanpa menghilangkan representasi budaya Korea. Penulis sendiri sangat menyukai adegan upacara pernikahan pada babak terakhir opera ini karena harmonisasi dari warna dekorasi panggung, kostum, nyanyian, dan alunan musik yang dibawakan sangatlah apik dan memanjakan mata penonton.


margareth@korea.kr

*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.

konten yang terkait