Penulis: Wartawan Kehormatan Frenky Ramiro de Jesus dari Timor-Leste
Foto: Frenky Ramiro de Jesus
Bagi warga Korea, nama Seo Sang-don tidaklah asing lagi dalam sejarah gerakan kemerdekaan Korea. Lahir pada tanggal 17 Oktober 1850 dari keluarga martir Katolik, Seo dikenal sebagai pahlawan nasional atas kontribusinya terhadap Gerakan Pembayaran Kembali Utang Nasional untuk membayar utang Kekaisaraan Korea melalui pengumpulan dana masyarakat pada tahun 1907-1908.
Pada akhir pekan lalu, penulis mengunjungi kediaman lama Seo Sang-don yang terletak di Seoseong-ro, Jung-gu, Daegu untuk mengetahui lebih jelas seluk beluk dan perjalanan kehidupannya.
Di kediaman lama Seo Sang-don, penulis dapat melihat dan membaca biografi serta melihat barang-barang peninggalan tokoh pahlawan ini.
Ketika ayahnya meninggal dunia pada tahun 1859, Seo beserta ibu dan saudari perempuannya berhijrah ke Daegu. Di usianya yang dini, dirinya dikenal sebagai anak yang rajin dan pekerja keras. Ia mengumpulkan uang sakunya dengan melakukan berbagai aktivitas yang dapat menghasilkan uang, seperti mengambil kayu bakar serta mengantarkan bahan makanan dan barang-barang lainnya untuk dijual.
Menginjak usia 18 tahun, dengan dukungan dari umat Katolik dan gereja setempat, Seo berdedikasi dalam bidang pertanian serta memproduksi produk kertas, kain linen, dan kapas. Seo pun menghasilkan rata-rata tiga puluh karung beras per tahun yang merupakan jumlah yang sangat besar saat itu. Menginjak usia ke-35, Seo berhasil menjadi pengusaha muda terkaya dan dermawan serta tokoh terkenal di Daegu.
Selain membaca riwayat kehidupan Seo yang tertulis lengkap di kediaman lamanya itu, penulis pun mendapat kesempatan untuk mendengarkan penjelasan lebih lengkap dari seorang pemandu wisata fasih berbahasa Inggris yang bernama Julia.
Julia menjelaskan, “Pada tahun 1906, Seo bergabung dengan Gwangmunsa Daegu yang merupakan sebuah organisasi untuk mendidik masyarakat Korea serta menerbitkan buku, majalah, dan surat kabar. Selain itu, ia pun berperan penting dalam mempromosikan agama Katolik di Daegu dengan mendonasikan uang untuk mendirikan Gereja Katedral Kyesan. Seo juga mendukung di bidang pendidikan dengan mendirikan Haeseongjae, sekolah membaca tulisan hanja untuk pelajar laki-laki dan perempuan.”
Peran penting dari Seo adalah menjadi orang pertama yang memprakarsai kampanye Pembayaran Kembali Utang Nasional. Pada saat itu, Pemerintah Imperialis Jepang meminjamkan utang kepada Kekaisaraan Korea dengan jumlah yang sangat besar yaitu 13 juta won (sekarang sekitar 650 miliar won).
Seo menyadari bahwa kekaisaran Korea tidak dapat pulih dari krisis pemerintahan jika tidak dapat membayar kembali utang tersebut. Oleh karena itu pada tahun 1907, ia mengemukakan tujuannya untuk pemulihan krisis pemerintahan dengan membayar kembali utang tersebut. Kim Gwang-jae pun bergabung untuk memobilisasi warga Korea untuk berkontribusi pada dana tersebut.
Gerakan sukarela itu didukung oleh semua orang dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari petani, biksu, pedagang, hingga para pengemis. Semuanya menyumbangkan apa pun yang bisa mereka berikan.
Contoh kecil yang dilakukan adalah keputusan untuk berhenti merokok dan uang tersebut digunakan untuk menyumbangkan kepada organisasi gerakan itu.
Julia mengatakan, dengan tindakan warga tersebut menginspirasi Kaisar Gojong pun untuk berhenti merokok. “Rakyat berinisiatif berhenti merokok dan mengumpulkan uang untuk membayar utang negara, maka saya pun tidak akan merokok lagi,” kata kaisar yang ditirukan oleh pemandu wisata.
Walaupun kampanye ini berakhir dengan kegagalan, tetapi gerakan sangat berarti dalam sejarah karena merupakan suatu contoh gerakan sosial yang bisa menyatukan semua bangsa untuk memulihkan kedaulatan negara.
Pada tahun 2008, kediaman lama Seo dijadikan sebagai museum pembelajaran sejarah bagi warga Korea maupun wisatawan asing.
Gerakan Pembayaran Kembali Utang Nasional ini dianggap sebagai salah satu perjuangan kemerdekaan dalam sejarah Korea. Oleh karena itu pada tanggal 31 Oktober 2017, gerakan ini tercatat sebagai Warisan Ingatan Dunia oleh UNESCO.
Penulis mengamati bahwa kediaman lama Seo Sang-don ini banyak dikunjungi oleh pengunjung di akhir pekan, lebih-lebih para orang tua yang membawa anaknya untuk mengetahui sejarah kemerdekaan Korea. Selain itu, tersedia layanan brosur mengenai Kediaman lama Seo Sang-don dalam tiga bahasa yaitu Inggris, Mandarin, dan Jepang.
margareth@korea.kr
*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.