Penulis: Wartawan Kehormatan Hurum Maqshuro dari Indonesia
Foto: Hurum Maqshuro
Pada hari Kamis, 10 Agustus 2023, penulis menghadiri Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Budaya Korea di Indonesia: Tantangan dan Strategi hari kedua yang digelar di Auditorium Gedung 1, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Acara ini diselenggarakan oleh King Sejong Institute Center Indonesia dan Universitas Indonesia.
Acara yang berlangsung selama dua hari sejak tanggal 9 Agustus 2023 ini mengundang berbagai pihak praktisi pendidikan bahasa dan budaya Korea. Di antaranya berasal dari Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Nasional, Universitas Pendidikan Indonesia, dan King Sejong Institute Center Indonesia. Tidak hanya pengajar yang menghadiri seminar ini, banyak pula pemelajar yang juga mengikuti seminar ini sebagai peserta. Bahkan beberapa orang pemelajar diundang sebagai panelis seminar.
Seminar ini diselenggarakan dalam rangka perayaan 50 tahun hubungan diplomatik Republik Korea dan Republik Indonesia yang bertujuan untuk memperkuat hubungan Korea dan Indonesia dalam sektor pendidikan, terutama pendidikan bahasa dan budaya Korea di Indonesia. Pada hari kedua seminar, terdapat dua sesi yang dibagi menjadi sesi pertama "Perkembangan Pengajaran Sastra dan Budaya Korea di Indonesia" dan sesi kedua "Presentasi Pemelajar Bahasa Korea".
Seminar hari kedua dimoderatori oleh Rostineu dari UI (paling kiri). Panelis pada hari itu dari kedua dari kiri hingga ke paling kanan adalah Alfinana dari UGM, Zaini dari UI, dan Nam Kyeongnan dari KSI (paling kanan).
Pada sesi pertama seminar hari kedua, Nam Kyeongnan dari King Sejong Institute Jakarta dan Daegu Catholic University sebagai panelis pertama membawakan bahan diskusi "Status dan Arah Masa Depan Kegiatan Pendidikan dan Pembelajaran Budaya Korea". Nam memaparkan bahwa King Sejong Institute memiliki peran terhadap perluasan pendidikan bahasa dan kebudayaan Korea melalui pembelajaran dan penerapan budaya Korea dengan cara menyenangkan, juga meningkatkan kesadaran peserta didiknya akan budaya dan bahasa Indonesia, sehingga dapat memersatukan kedua budaya (harmonisasi).
Panelis kedua, Zaini dari Universitas Indonesia, membahas tentang "Pengajaran Kebudayaan Korea dalam Perspektif Korean Studies: Tantangan dan Strategi". Panelis ketiga, Alfiana dari Universitas Gajah Mada (UGM), membawakan materi tentang "Tantangan Pembelajaran dan Penelitian Sastra Korea di Indonesia: Studi Kasus UGM." UGM menawarkan mata kuliah yang berkaitan dengan sastra Korea, tetapi menghadapi permasalahan seperti jumlah siswa dan mata kuliah tidak diimbangi dengan jumlah peningkatan dosen dengan latar belakang pendidikan dan penelitian sastra Korea. Meskipun telah diberikan solusi permasalahan, tetapi solusi tersebut hanya bersifat jangka pendek, dan butuh dukungan untuk mendorong regenerasi di departemen Bahasa dan Sastra Korea khususnya di UGM.
Pada sesi kedua, seminar ini diisi oleh pemelajar bahasa Korea. Maulia, sebagai panelis pertama membawakan materi terkait "Efek dan Ekspektasi Masyarakat Indonesia terhadap Kelas Budaya (di KSIC)." Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan Maulia terhadap beberapa murid KSIC, penambahan variasi kelas budaya tanpa ujian, kelas penerjemahan, kelas budaya yang interaktif, dan kelas budaya kerajinan yang bekerjasama dengan studio lokal di Indonesia adalah ekspektasi yang diharapkan masyarakat di Indonesia terhadap kelas budaya King Sejong Institute.
Presentasi dari para pemelajar bahasa Korea.
Mellyana dari UI menyampaikan materi terkait bahasa Korea yang berjudul "Geurae Sebagai Pemarkah Wacana dalam Percakapan Bahasa Korea". Roro dari UGM membawakan materi tentang kesalahan penerjemahan dan streategi penerjemahan pada buku
Naneun Naro Salgiro Haetda. Roro menjelaskan poin-poin terkait kesalahan yang sering terjadi pada penerjemahan buku Korea ke bahasa Indonesia, di antara yang disebutkan adalah kesalahan makna, diksi yang kurang tepat, dan kesalahan istilah budaya.
Salsa dari UNAS membawakan materi penelitian skripsinya yang berjudul
Analisis Makna Asosiatif dalam Antologi Puisi Karya Yun Dongju: Kajian Sematik. Panelis terakhir, Alfia dari UPI, menyampaikan materi terkait pendidikan bahasa Korea tentang klasifikasi
lower order thinking skill (LOTS) dan
higher order thinking skill (HOTS) pada soal-soal buku teks bahasa Korea dan keterkaitannya dengan pembelajaran di Indonesia.
Melalui presentasi panelis yang berasal dari kalangan pemelajar, penulis dapat menangkap ketertarikan bahasa dan budaya Korea di Indonesia sangatlah besar. Namun, terdapat beberapa tantangan yang diharapkan mendapatkan solusi efektif di kemudian hari.
Saat sesi tanya jawab, Mellyana dari UI menyampaikan bahwa ia sangat beruntung menempuh pendidikan bahasa dan budaya Korea di universitas karena ternyata pengalaman mempelajari bahasa Korea di universitas dan kursus bahasa berbeda cukup signifikan. Mellyana merasa belajar di universitas lebih mendapatkan pengalaman penggunaan bahasa Korea secara nyata, bukan hanya terpaku pada teori bahasa Korea di buku pembelajaran. Oleh karena itu, ketika Mellyana bekerja di salah satu instansi Korea, ia tidak terlalu sulit untuk beradaptasi.
Roro dari UGM juga menyampaikan pentingnya kelas pembelajaran penerjemahan agar meminimalkan kesalahan-kesalahan penerjemahan buku berbahasa Korea ke dalam bahasa Indonesia. Berkaitan dengan presentasi dari Alfiana pada sesi pertama, tenaga pengajar di jurusan sastra Korea sangat dibutuhkan. Diharapkan melalui seminar ini, terbuka jalan untuk mendapatkan solusi dari permasalahan ini.
Dari kiri ke kanan: Maulia dari KSIC, Mellyana dari UI, Bae Sun-mook (guru KSIC), Roro dari UGM, Salsa dari UNAS, dan Alfia dari UPI.
Sebagai peserta seminar sekaligus pemelajar bahasa Korea, penulis melihat seminar ini sebagai peluang besar dalam peningkatan kerja sama di sektor pendidikan, terutama terkait pendidikan bahasa dan budaya Korea. Memang benar bahwa
Hallyu membawa peranan dalam penyebarluasan budaya Korea di dunia, termasuk Indonesia. Namun, perlu pengenalan lebih banyak terkait budaya Korea di Indonesia agar masyarakat dapat memahami perbedaan antara budaya tradisional dan modern di Korea.
Kehadiran King Sejong Institute di Indonesia penulis pikir sangat membantu masyarakat umum yang ingin mengenal dan mempelajari bahasa dan budaya Korea secara nonformal. Namun diharapkan KSI dapat memberikan pengalaman pembelajaran bahasa Korea secara nyata, seperti yang Mellyana katakana. Hal ini bertujuan agar para pemelajar lebih mudah berkomunikasi dan beradaptasi jika digunakan untuk kebutuhan bekerja, baik di instansi-instansi Korea yang ada di Indonesia maupun bekerja atau melanjutkan studi ke Korea.
sofiakim218@korea.kr
*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.