Pada tanggal 30 April 2025 Orkestra Musik Istana dari Pusat Gugak Nasional membawakan dua karya berjudul Chihwapyeong dan Chwipunghyeong yang dikomposisikan oleh Maharaja Sejong.
Penulis: Park Chaelin
Foto: Lee Jeong Woo
Kecerdasan Buatan (AI) menghidupkan kembali musik yang dikomposisikan oleh Maharaja Sejong dalam rangka memperingati hari peringatan kelahirannya pada tanggal 15 Mei 2025.
Pusat Gugak Nasional menggelar konser brunch bertajuk Dadam pada tanggal 30 April 2025 di auditorium Umyeondang yang terletak di Seocho-gu, Seoul. Dalam acara tersebut, Orkestra Musik Istana dari pusat tersebut membawakan dua karya berjudul
Chihwapyeong dan
Chwipunghyeong dikomposisikan oleh Maharaja Sejong.
Kedua karya yang diciptakan olehnya pada tahun 1445 telah lama terlupakan karena hanya lembaran notasi musiknya yang diwariskan secara turun-temurun.
Yang menghidupkan kembali musik ini adalah AI. Pada tahun 2023, pusat tersebut memulai proses restorasi dengan melatih AI menggunakan struktur
Yeomillak, yaitu musik istana pada masa pemerintahan Maharaja Sejong, serta gaya musik istana pada awal era Joseon.
Dalam proyek ini, AI digunakan untuk memperkirakan bunyi-bunyi dari musik tersebut berdasarkan algoritme evolusioner dan pembelajaran mendalam serta menyusun ulang struktur dasarnya. Pertunjukan perdana karya-karya ini digelar pada Mei tahun 2024 di Aula Sujeongjeon, Istana Gyeongbokgung. Konser terbaru ini merupakan pementasan ulang dari tema musik tersebut.
Enam orang anggota dari Orkestra Musik Istana menampilkan musik yang menggambarkan suasana istana pada abad ke-15 dengan atmosfer khidmat, ekspresi wajah yang tenang, dan sikap tubuh yang rapi. Dengan presisi menyerupai mesin, mereka tampak seperti humanoid tanpa emosi.
Kim Sangkyun, profesor dari Universitas Kyung Hee sekaligus pembicara undangan dan pembawa acara Hwang Soo-kyung menyapa para penonton.
Seni di Antara Teknologi dan Tradisi
Selain pertunjukan musik, konser tersebut juga dilanjutkan dengan ceramah yang membahas esensi seni di antara manusia dan humanoid, serta antara emosi dan teknologi.
Kim Sangkyun, seorang profesor dari Universitas Kyung Hee, mengatakan, “Seni dulunya dianggap sebagai benteng terakhir kemanusiaan, tetapi sekarang pun wilayah itu telah dijangkau oleh teknologi.” “Di saat robot humanoid mulai memasuki ranah seni, bagaimana kita dapat mewariskan tradisi?” Itulah pertanyaan yang diajukan Kim kepada para penonton.
Seperti yang disampaikan oleh Kim, di era ketika AI menciptakan masa depan sekaligus memulihkan masa lalu,
gugak (musik tradisional Korea) kini menjadi genre baru yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Gugak menguji batas antara teknologi dan kemanusiaan.
Orkestra Musik Istana dari Pusat Gugak Nasional menampilkan sinawi (musik improvisasi tradisional).
Irama Spontan dan Hidup: Wajah Lain dari Gugak
Kelompok Musik Rakyat dari Pusat Gugak Nasional juga turut tampil untuk menambah warna dalam pertunjukan. Berbeda dengan musik istana,
sinawi (musik improvisasi tradisional) dan
samulnori, yaitu musik perkusi yang dimainkan dengan empat jenis alat musik, memperlihatkan sisi
gugak yang lebih spontan dan bebas.
Inti dari ansambel sinawi adalah improvisasi dan kepekaan. Alat musik seperti
geomungo (kecapi tradisional Korea),
piri (seruling),
ajaeng (kecapi lebar berdawai tujuh), dan
daegeum (seruling bambu besar tradisional Korea) dimainkan secara individual sebelum akhirnya menyatu secara alami.
Dengan kata lain, sinawi adalah musik tanpa partitur.
Penampilan samulnori semakin menghidupkan semangat genre ini.
Kkwaenggwari (gong kecil),
jing (gong besar),
janggu (gendang berbentuk jam pasir), dan
buk (gendang besar) dimainkan dengan cepat untuk membangun ketegangan dan pelepasan secara cermat, sehingga iramanya membuat para penonton ikut menggerakkan bahu.
Musik istana Dinasti Joseon yang penuh kehalusan dan pertunjukan rakyat yang bersifat improvisatif berpadu dalam satu panggung, mempersembahkan harmoni antara masa lalu dan masa kini dari
gugak.
Teh dan camilan tradisional disajikan kepada penonton sebelum konser brunch bertajuk Dadam di Pusat Gugak Nasional.
Arah Seni di Era AI
Musik Maharaja Sejong yang dipulihkan melalui AI bukan sekadar replika masa lalu, melainkan sebuah upaya untuk mengisi kekosongan dalam proses pelestarian warisan budaya melalui teknologi. Hal ini menjadikan hari peringatan kelahiran Maharaja Sejong tahun ini semakin bermakna.
Bagaimana seni dapat bertahan di antara emosi manusia dan logika mesin? Petunjuk atas pertanyaan itu dapat ditemukan di panggung
gugak ini. Masa depan
gugak terbuka dari tempat itu.
Dadam, konser brunch yang menyajikan teh dan camilan tradisional kepada penonton, diadakan setiap hari Rabu pukul 11.00 pagi di auditorium Umyeondang, Pusat Gugak Nasional yang terletak di Seocho-gu, Seoul. Pemesanan tiket dapat dilakukan melalui laman resmi pusat tersebut (www.gugak.go.kr) atau melalui telepon (+82-2-580-3300). Harga tiket adalah 30.000 won untuk kursi A dan 20.000 won untuk kursi B.