Penulis: Yoon Sojung
Presiden Yoon Suk Yeol menekankan pada tanggal 21 Maret, "Hubungan antara Korea dan Jepang dapat menjadi hubungan yang menguntungkan satu sama lain apabila kita berusaha bersama. Hubungan kedua negara harus menjadi seperti itu."
Presiden Yoon menyatakan hal tersebut dalam pidatonya pada Rapat Kabinet ke-12 yang diselenggarakan pada tanggal 21 Maret di Kantor Kepresidenan Yongsan, Seoul. "Dalam hubungan antara Korea dan Jepang, apabila satu pihak mendapatkan keuntungan yang lebih banyak, maka pihak yang lain akan kehilangan sebanyak keuntungan yang didapatkan pihak lain tersebut. Hubungan kita bukanlah hubungan seperti itu."
Presiden Yoon memulai pidatonya sepanjang 23 menit melalui kutipan kata-kata mutiara dari Winston Churchill, "Jika kita membuka pertengkaran antara masa lalu dan sekarang, kita akan menemukan bahwa kita telah kehilangan masa depan." Pidato Presiden Yoon memiliki panjang 5.700 huruf (dalam bahasa Korea). Pidato tersebut ditayangkan secara langsung di televisi Korea.
Presiden Yoon berkata, "Kita harus mencermati dan mengingat masa lalu. Akan tetapi, kita tidak boleh terikat dengan masa lalu.
Presiden Yoon menilai bahwa Jerman dan Prancis memiliki hubungan yang sangat tidak baik karena bertempur pada Perang Dunia Pertama dan Kedua. Jerman dan Prancis tiba-tiba memperbaiki hubungan setelah Perang Dunia Kedua berakhir dan sekarang menjadi negara tetangga dengan kerja sama paling dekat di antara negara-negara Eropa. "Hubungan Korea dan Jepang pun harus melangkah melewati masa lalu," ungkap Presiden Yoon.
Presiden Yoon melanjutkan, "Jepang telah beberapa puluh kali melakukan introspeksi dan memberikan permintaan maaf terkait masalah di masa lalu." Presiden Yoon menyebutkan mengenai Deklarasi Kim Dae-jung Obuchi dan permohonan maaf Perdana Menteri Naoto Kan pada tahun 2010.
Presiden Yoon menjelaskan, "Pada KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) kali ini, Pemerintah Jepang telah memahami sudut pandang sejarah Deklarasi Kim Dae-jung Obuchi dan Pemerintah Jepang telah mengungkapkan dengan jelas bahwa mereka mewarisi sudut pandang tersebut."
Presiden Yoon juga menyebutkan kembali mengenai permasalahan ganti rugi para korban kerja paksa pada Masa Penjajahan Jepang. "Pemerintah telah mendorong proposal hasil kesepakatan pihak ketiga melalui proposal kesepakatan yang dipenuhi melalui kesepakatan antara pemimpin Korea dan Jepang pada tahun 1965 serta hasil putusan Mahkamah Agung pada tahun 2018. Pemerintah akan berusaha sebaik mungkin untuk menyembuhkan luka para korban dan keluarga mendiang," ungkap Presiden Yoon
Presiden Yoon melanjutkan, "Sekarang Pemerintah Korea dan Jepang melihat diri mereka masing-masing dan harus berusaha agar menghilangkan batu-batu sandungan yang menghalangi perkembangan dan normalisasi hubungan Korea dan Jepang. Pemimpin Korea dan Jepang akan terus berusaha untuk mendorong kerja sama dalam berbagai bidang, seperti keamanan, ekonomi dan kebudayaan. Hal ini bertujuan agar masyarakat kedua negara bisa merasakan hal tersebut dan bersiap untuk menatap masa depan."
Presiden Yoon menekankan, "Saya yakin bahwa Pemerintah Korea sedang berjalan menuju arah yang tepat."
Presiden Yoon lalu memperkenalkan hasil dari kunjungannya ke Jepang, seperti pencabutan larangan ekspor tiga komponen semikonduktor ke Korea, penetapan batu pijakan untuk kerja sama yang lebih erat terkait informasi militer Korea-Jepang dan Korea-Jepang-AS melalui deklarasi GSOMIA (Persetujuan Informasi Militer untuk Keamanan Umum) yang diambil Korea, pelaksanaan kembali 'diplomasi ulang-alik' antar pemimpin Korea dan Jepang, serta pelaksanaan kembali KTT Korea-Jepang-Tiongkok.
Presiden Yoon menutup, "Saat ini kita sedang berdiri pada titik perubahan baru dalam sejarah. Hubungan antara Korea dan Jepang pada akhirnya akan kembali mendorong rasa nasionalisme dalam diri masyarakat Korea. Hubungan ini akan memberikan manfaat yang sangat besar untuk masyarakat dan perusahaan Korea."
arete@korea.kr