Wartawan Kehormatan

2025.12.22

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian

Penulis: Wartawan Kehormatan Monthi Rosselini dari Indonesia

Elizabeth Jorgensen adalah seorang penulis, penyair, dan guru. Ia menerima gelar sarjana dari Universitas Marquette dan magister dari Universitas Carroll di Amerika Serikat.

Ia sangat menyukai sijo, yaitu sebuah bentuk puisi tradisional khas Korea yang muncul sejak Dinasti Goryeo dan terkenal dengan strukturnya yang ketat berupa tiga baris per bait dengan total 44–46 suku kata. Puisi ini sering dinyanyikan dan mirip dengan lirik lagu rakyat.

Elizabeth pertama kali mengenal sijo sejak tahun 2004 melalui Sejong Cultural Society yang merupakan sebuah organisasi nirlaba di AS. Organisasi tersebut memiliki misi untuk meningkatkan kesadaran serta pemahaman tentang warisan budaya Korea di kalangan masyarakat AS dengan menjangkau generasi muda melalui seni kreatif dan seni rupa kontemporer.

Elizabeth Jorgensen memperkenalkan sijo kepada para guru di sebuah konferensi yang disponsori oleh The Sejong Cultural Society. (Elizabeth Jorgensen)

Elizabeth Jorgensen memperkenalkan sijo kepada para guru di sebuah konferensi yang disponsori oleh The Sejong Cultural Society. (Elizabeth Jorgensen)


Berkat ketertarikannya terhadap sijo, pelajaran sijo Elizabeth telah diunggah di Sejong Cultural Society sebagai contoh pengajaran puisi. Salah satu prestasi yang pernah ia raih adalah menjadi juara kedua dalam Kontes Sijo Wisconsin pada tahun 2020.

Hingga kini Elizabeth masih aktif mengisi lokakarya secara daring di Sejong Cultural Society dan membagikan ilmunya dalam membuat sijo. Tertarik untuk mengenal Elizabeth dan mengetahui pandangannya tentang sijo, penulis melakukan wawancara dengannya pada tanggal 10 Desember 2025 melalui surel.

Apa yang awalnya memicu minat Anda pada sijo?

Minat saya terhadap sijo awalnya muncul karena kompetisi sijo yang diselenggarakan oleh Sejong Cultural Society. Saat itu, saya ingin berbagi kompetisi ini dengan siswa kelas bahasa Inggris tingkat SMA yang saya ajar untuk mendorong mereka menulis dan mencoba bentuk puisi yang baru.

Minat saya semakin meningkat ketika saya menyadari betapa singkatnya bentuk sijo dan bagaimana saya dapat dengan mudah mengintegrasikannya ke dalam kurikulum saya. Selain itu, saya mengetahui bahwa ternyata siswa saya sangat menikmati bentuk puisi ini.

Suasana kelas Elizabeth ketika mengajar sijo kepada muridnya. (Elizabeth Jorgensen)

Suasana kelas Elizabeth ketika mengajar sijo kepada muridnya. (Elizabeth Jorgensen)


Bagaimana pemahaman Anda tentang sijo berkembang seiring Anda terus belajar dan menulisnya?

Saya telah belajar banyak tentang sejarah sijo dari David McCann dan Mark Peterson. Setelah membaca begitu banyak sijo, saya juga menemukan bahwa kemungkinan dalam bentuk ini tidak terbatas. Saya senang bermain-main dengan ide-ide baru dan mencoba berbagai perangkat gaya dalam sijo saya sendiri.

Bagaimana proses Anda biasanya dalam menulis sijo dari ide hingga puisi selesai?

Saya sering menggunakan apa yang terjadi dalam hidup saya sebagai inspirasi. Saya akan menulis kalimat lengkap dan kemudian mengedit atau menyempurnakan puisi untuk mendapatkan jumlah suku kata yang tepat. Selanjutnya, saya akan berbagi draf dengan rekan penulis saya untuk mendapatkan umpan balik.

Karya sijo milik Elizabeth yang telah diterbitkan di Gyroscope Review Edisi 19-3 Musim Panas 2019. (Elizabeth Jorgensen)

Karya sijo milik Elizabeth yang telah diterbitkan di Gyroscope Review Edisi 19-3 Musim Panas 2019. (Elizabeth Jorgensen)


Menurut Anda, apa yang membuat sijo unik dibandingkan dengan tradisi puisi lainnya?

Yang membuat sijo berbeda adalah struktur pengelompokan suku katanya. Sijo memiliki ritme suku kata (sering dianggap sekitar 14–16 suku kata per baris), tetapi tidak memiliki metrum yang kaku seperti soneta. Hal ini memberi penulis struktur sekaligus ruang untuk suara, nada, dan bahasa modern.

Sijo berasal sebagai bentuk yang dimaksudkan untuk ditampilkan sehingga memberikan kualitas musikal, percakapan, dan seperti lagu. Bahkan di atas halaman, sijo yang baik memiliki irama yang terasa intim dan langsung, serta sangat puitis.

Bagaimana menurut Anda sijo dapat menarik perhatian audiens global saat ini?

Sijo tentu dapat menarik minat dunia karena menawarkan bentuk puisi yang terasa kuno sekaligus kontemporer, disiplin sekaligus fleksibel. Sijo mampu menampung kompleksitas dunia yang saling terhubung tanpa membutuhkan banyak kata.

Menurut Anda, peran apa yang dapat dijalankan oleh orang asing dalam sijo secara internasional?

Sejong Cultural Society memiliki kompetisi sijo internasional yang mempromosikan dan memperluas sijo secara global. Saya berharap semua orang dapat mencoba bentuk puisi ini dan mengirimkan karya mereka ke kompetisi tersebut.

SIJO: Korea's Poetry Form, buku yang disusun oleh Lucy Park and Elizabeth Jorgensen. (Sejong Cultural Society)

SIJO: Korea's Poetry Form, buku yang disusun oleh Lucy Park and Elizabeth Jorgensen. (Sejong Cultural Society)


Saran apa yang ingin Anda berikan kepada mereka yang ingin mencoba menulis sijo?

Mulailah saja dan nikmati prosesnya. Ketika Anda siap untuk memulai draf, tulislah dengan hati-hati dan penuh kesadaran, serta percayalah bahwa emosi adalah bagian terpenting dari puisi tersebut.


margareth@korea.kr

*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.

konten yang terkait