Penulis: Wartawan Kehormatan Pujianti Bejahida dari Indonesia
Foto: Pujianti Bejahida
Budaya populer Korea tidak pernah lepas dari kisah cinta yang intens antara idola dengan penggemarnya. Namun, di balik gemerlap panggung dan sorak penggemar yang menggema, ada sisi gelap yang jarang dibicarakan, yaitu kisah cinta yang berubah menjadi kecewa dan kekaguman yang bisa berujung pada ‘pemakaman’.
Inilah latar belakang kelahiran K-Pop Funeral Café, sebuah pameran performatif yang digelar pada tanggal 20-22 Juni 2025 di Universitas Nasional Seoul. Pameran ini diselenggarakan oleh Tim Re:verse bersama Institut Kebudayaan dan Seni Universitas Nasional Seoul.
Area masuk K-pop Funeral Café dipenuhi dengan spanduk, truk protes, dan karangan bunga dengan ucapan selamat tinggal.
K-Pop Funeral Café lahir dari pertanyaan menyentuh, "Siapa yang menentukan hidup dan matinya seorang idola di mata publik?"
Pameran ini menggabungkan dua bentuk ritual, yaitu pesta ulang tahun dan pemakaman. Alasannya adalah karena bagi penggemar, keduanya bisa menjadi momen perayaan cinta atau akhir dari kepercayaan.
Tokoh pameran tersebut adalah Jang Gapcheol, idola fiktif dari grup My Happy Year. Idola tersebut diceritakan mengalami kejatuhan karena pelanggaran yang tak terlihat, yaitu merokok, naik motor tanpa helm, skandal cinta, hingga rambut rontok.
Pelanggaran tersebut mungkin sepele dalam kehidupan nyata, tetapi dalam dunia K-Pop yang penuh ilusi kesempurnaan, hal tersebut bisa menjadi alasan untuk 'menguburnya'. Fans yang dulu mengirim ucapan ulang tahun kini mengucapkan, "Turut berduka cita," lengkap dengan karangan bunga dan eulogi yang sarkastis.
Karangan bunga dengan ucapan sarkastis yang dibuat penggemar di K-Pop Funeral Café untuk Jang Gapcheol.
Ketika penulis melangkah masuk ke ruang pameran, suasananya tidak terlalu berbeda dengan kafe bertema K-pop pada umumnya. Penulis mendapat suvenir, seperti gelas kertas, stiker, dan foto. Namun, perbedaan terbesar adalah suasananya. Tirai hitam, altar hitam, dan bunga ucapan belasungkawa membuat suasana menjadi sedikit berbeda.
Pengunjung K-Pop Funeral Café bisa mendapatkan suvenir, seperti gelas kertas, stiker, dan foto Jang Gapcheol.
Penulis sempat membaca satu surat yang ditempelkan dari pengunjung. Surat tersebut bertuliskan, "Gapcheol, selamat atas kematianmu. Semoga kamu bisa naik ke surga meskipun aku ragu."
Penulis tersenyum pahit karena meskipun ini fiktif, rasanya seperti nyata. Penulis bisa membayangkan para idola yang menghadapi hal serupa di dunia nyata. Mereka dicintai secara ekstrem lalu dijatuhi hukuman sosial karena kesalahan yang bersifat manusiawi.
Pengaturan meja tempat penggemar menempelkan ucapan, "Happy Death Day," untuk Gapcheol.
Sebagai seorang penggemar K-Pop, penulis merasa seolah sedang menonton cermin yang memantulkan kembali luka dan ekspektasi berlebihan yang pernah penulis miliki. Gapcheol bukan hanya karakter fiksi. Dia adalah simbol dari banyak idol yang pernah 'dibunuh' oleh publik karena tidak sesuai dengan harapan sempurna yang dibentuk oleh industri dan penggemar.
K-Pop Funeral Café bukan sekedar pameran. Ini merupakan eksperimen sosial dan ruang refleksi. Di satu sisi, kita disuguhkan absurditas cinta penggemar yang bisa berubah menjadi kekerasan simbolis. Di sisi lain, kita diajak bertanya ulang, "Siapa yang memberi kuasa kepada penggemar dan dunia penggemar untuk memutuskan nilai hidup seseorang?"
Penulis berdiri di depan altar pemakaman Jang Gapcheol.
Bagi penulis, K-Pop Funeral Café menjadi pengingat bahwa di balik panggung glamor, idola tetaplah seorang manusia. Mereka bukan makhluk ajaib yang lahir untuk menyenangkan semua orang. Mereka memiliki kehidupan dan kemungkinan untuk melakukan kesalahan atau kegagalan.
Jika kita pernah mencintai idola dengan sepenuh hati, mungkin kita juga perlu belajar mencintai mereka apa adanya. Jika harus mengucapkan selamat tinggal, biarlah itu disertai penghormatan, bukan penghakiman.
margareth@korea.kr
*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.