Penulis: Wartawan Kehormatan Hurum Maqshuro dari Indonesia
Foto: Hurum Maqshuro
Belajar bahasa Korea secara langsung di Institusi Edukasi Bahasa di Korea tidak hanya memperluas wawasan mengenai teori, tetapi juga mengenai budaya dan sejarah Korea berkat kegiatan eksplorasi budaya. Pada semester musim semi ini, penulis bersama pelajar asing Language Education Institute PNU Busan mengunjungi Kota Gimhae yang terletak di Provinsi Gyeongsangnam.
Hongsalmun merupakan gerbang merah dengan jeruji di atasnya yang dibangun di depan Paviliun Garakru.
Kota Gimhae merupakan ibu kota kerajaan maritim kuno Gaya di Semenanjung Korea yang dulu dikenal sebagai pusat Kerajaan Gaya. Kerajaan ini merupakan sebuah persekutuan dari kerajaan-kerajaan kecil di wilayah Byeohan, Korea.
Kerajaan Gaya yang berkembang pesat selama periode Tiga Kerajaan (abad ke-1 hingga ke-6 M) terkenal karena sumber daya besinya yang melimpah dan para pengrajin besinya yang terampil. Selain itu, Kerajaan Gaya juga aktif membangun jalur perdagangan dengan wilayah tetangga seperti Nangnang, Tiongkok, dan Jepang.
Artefak besi yang dipamerkan yang berasal dari makam Daeseong-dong di Gimhae, yang berasal dari periode kerajaan Geumgwan Gaya (abad ke-3 hingga ke-5).
Pengaruh Kerajaan Gaya mulai memudar seiring dengan meningkatnya kekuatan kerajaan tetangga yang lebih besar, yaitu Goguryeo, Baekje, dan Silla. Pada akhirnya, Kerajaan Gaya ditaklukkan oleh Silla pada tahun 562 M.
Museum Makam Daeseong-dong adalah salah satu tempat yang menyimpan peninggalan sejarah Kerajaan Gaya, termasuk makam kuno, peninggalan sejarah sebelum periode Raja Suro, bukti pertukaran internasional Geumgwan Gaya, dan artefak lainnya.
Gaya Tumuli (Daeseong-dong Tumuli) merupakan salah satu tumuli dari konfederasi Gaya, dari abad ke-1 hingga akhir abad ke-6 Masehi .
Tidak jauh dari lokasi Museum Makam Daeseong-dong terdapat Gaya Tumuli, salah satu dari tujuh situs pemakaman kuno yang mewakili Konfederasi Gaya. Situs ini mencerminkan status Gaya pada periode paling awal di antara tujuh tumuli Gaya. Gaya Tumuli diakui sebagai salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO ke-16 pada 24 September 2023.
Pengakuan ini diberikan oleh Komite Warisan Dunia karena nilai universalnya yang luar biasa (OUV). Situs ini merupakan bukti penting dari keragaman peradaban kuno di Asia Timur yang mempertahankan sistem politik unik yang otonom dan horizontal dalam hubungannya dengan negara-negara tetangga seperti Tiongkok dan Jepang pada sekitar abad ke-4.
Makam Namneung merupakan makan dari Raja Suro yang berbentuk bulat dan ditutupi oleh tanah dan tinggi makam tersebut sekitar 5 meter.
Setelah mengunjungi Gaya Tumuli, penulis mengunjungi makam Raja Suro. Raja tersebut adalah raja pertama dan pendiri Dinasti Gaya (42-532) serta leluhur dari klan Kim Gimhae. Ia menikahi seorang putri dari India bernama Heo Hwang-ok, menjadikan pernikahan mereka sebagai pernikahan lintas bangsa pertama yang tercatat dalam sejarah Semenanjung Korea.
Komplek makam Raja Suro ini mencangkup sungseonjeon (tempat penyimpanan prasasti leluhur Raja Suro dan permaisurinya), sindobi (batu nisan), dan geongjeokbi (monumen yang didirikan untuk memberi penghormatan kepada orang yang meninggal).
Para pemelajar asing menikmati permainan tradisional Korea, seperti jegichagi dan tuho.
Setelah menelusuri sejarah Kerajaan Gaya, peserta eksplorasi budaya melanjutkan kunjungan ke Gimhae Hanok Experience. Di tempat ini, para pelajar dapat bersantai sambil menikmati suasana hanok, serta mencoba berbagai permainan tradisional, seperti jegichagi dan tuho.
Para pelajar asing menikmati permainan ini dengan antusias. Aktivitas ini tidak hanya memperkenalkan budaya tradisional Korea, tetapi juga mempererat hubungan antar pelajar dan membantu mereka berlatih berbicara dalam bahasa Korea.
Mujawi (kanan) merupakan alat pertanian tradisional yang digunakan untuk irigasi. Beteul (tengah) merupakan alat tenun tradisional Korea. Beberapa koleksi sejarah dokumen identitas dan tiket (kanan) yang digunakan oleh rakyat Gimhae pada sekitar tahun 1940-1958.
Terakhir, penulis mengunjungi Museum Rakyat Gimhae. Museum ini pertama kali dibuka pada 1 Oktober 2005 dan menampilkan artefak-artefak rakyat dari periode akhir Dinasti Joseon hingga masa kini dengan tujuan menggambarkan perubahan dalam aspek sosial dan budaya masyarakat.
Pameran yang ditampilkan meliputi barang-barang rumah tangga tradisional, alat tenun, peralatan yang terbuat dari kayu dan besi, serta berbagai benda lain yang digunakan dalam ritual, pernikahan, dan permainan rakyat khas Gimhae.
Melalui perjalanan eksplorasi budaya ke kota Gimhae, penulis memperoleh banyak pengetahuan baru tentang sejarah dan budaya kota tersebut, tempat warisan Kerajaan Gaya Kuno masih dilestarikan hingga kini.
margareth@korea.kr
*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.