Wartawan Kehormatan

2025.02.05

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian

Penulis: Wartawan Kehormatan Annisa Alifadhila dari Indonesia
Foto: Annisa Alifadhila

Indonesia memperingati Hari Tuli Nasional setiap tanggal 11 Januari. Untuk memperingati hari tersebut, Korean Cultural Center Indonesia (KCCI) menyelenggarakan Pemutaran dan Diskusi Film Bori bersama Sutradara Kim Jin-yu pada tanggal 24 Januari 2025 di Multifunction Hall KCCI, Jakarta.

250205_Bori_1

Poster kegiatan Penayangan dan Diskusi Film Bori yang ditampilkan di layar proyektor pada tanggal 24 Januari 2025 di Multifunction Hall KCCI, Jakarta.


Film Bori menceritakan pengalaman seorang anak bernama Bori yang merupakan satu-satunya orang di keluarganya yang bisa mendengar. Karena merasa terasing, Bori mulai mempertimbangkan untuk menjadi seperti keluarganya yang tuli. Di tengah perjalanan itu, ia dihadapkan pada pergolakan batin tentang identitas dan rasa kasih sayang terhadap keluarganya.

Terdapat 60 orang yang terdaftar sebagai partisipan acara Pemutaran dan Diskusi Film Bori. Mereka terdiri atas pencinta budaya Korea serta perwakilan dari komunitas film. Menariknya, kegiatan kali ini juga dihadiri oleh beberapa teman tuli yang membuat suasana acara jadi lebih hangat.

Peserta acara diperbolehkan memasuki ruang pemutaran film sekitar pukul 13:50 WIB. Setelah memasuki ruangan, partisipan dipersilakan untuk mengambil minuman serta kudapan untuk lebih menghidupkan suasana saat menonton. Saat semua peserta selesai mengambil makanan, film Bori pun segera diputar.

Setelah pemutaran film, KCCI mengundang Kim untuk berbincang bersama para peserta kegiatan. Kim diundang secara daring dan menyapa para peserta melalui ruang Zoom. Kim mengungkapkan bahwa Bori merupakan sebuah film yang diangkat dari kisah masa kecil sang sutradara.

250205_Bori_2

Para peserta diperbolehkan mengambil minuman dan kudapan sebelum pemutaran film Bori pada tanggal 24 Januari 2025 di Multifunction Hall KCCI, Jakarta.


Kim memiliki seorang ibu yang tuli. Dalam sesi tanya jawab, ia juga menyampaikan bahwa banyak adegan di dalam film yang merupakan pengalaman masa masa kecil yang benar-benar terjadi. Dengan semangat, ia bercerita tentang pengalamannya saat lepas dari pengawasan orang tua saat festival kembang api, persis seperti adegan pembuka dalam film Bori.

Selain itu, film Bori juga memasukan unsur-unsur lain yang menggambarkan masa kecil Kim. Misalnya, kehadiran berbagai makanan Korea, seperti jjajangmyeon (mi hitam), tangsuyuk (tumis babi asam manis), dan samgyetang (sup ayam ginseng). Kim menyebutkan bahwa ia dan keluarganya terbiasa makan bersama-sama di rumah. Itulah mengapa karakter Bori dan keluarganya banyak melakukan adegan makan bersama.

Selain makanan, pemilihan tempat syuting di Gangneung juga bukan tanpa alasan. Gangneung sendiri adalah kampung halaman sang sutradara. Pemilihan lokasi syuting tersebut seolah menjadi kilas balik bagi Kim yang sering kali berdoa di kuil, bermain bola, hingga mengunjungi pohon besar, seperti yang dilakukan oleh para karakter film Bori.

Ada banyak pesan tersirat yang ingin Kim sampaikan melalui film Bori. Pertama, karakter Bori sering kali terlihat merenung ketika sedang bersama keluarganya. Dari sini, Kim ingin menyampaikan bahwa meskipun masih belum sematang orang dewasa, anak-anak sudah mampu untuk memproses apa yang terjadi padanya serta memikirkan apa yang mereka inginkan.

Selanjutnya, banyak sekali adegan serta percakapan yang menyatakan bahwa orang yang bisa mendengar maupun tidak pada dasarnya setara dan punya kesempatan yang sama. Hal ini tergambar paling jelas ketika Bori berulang kali menanyakan kepada kedua orang tuanya apakah mereka senang jika Bori juga tuli seperti mereka, juga saat semua orang mengupayakan agar adik Bori yang tuli bisa tetap terus bermain bola.

Pesan tersirat lainnya datang dari gaya pengambilan gambar yang kebanyakan dilakukan dengan metode wide shot. Ternyata, Kim ingin menunjukkan bahwa di dunia yang besar ini, kita semua kecil dan bukan apa-apa. Lagi-lagi, Kim ingin mematahkan perasaan superioritas dan menyatakan bahwa semua manusia itu sama.

250205_Bori_3

Sesi diskusi bersama Kim Jin-yu selaku sutradara film Bori melalui ruang Zoom pada tanggal 24 Januari 2025 di Multifunction Hall KCCI, Jakarta.


Berbeda dengan kebanyakan film tentang penyandang disabilitas, film Bori dikisahkan dari sudut pandang seorang anak yang hidup dengan keluarga yang menyandang disabilitas. Film ini menyelami pikiran dan perasaan seorang anak yang justru terlahir berbeda dari keluarganya. Anak itu menjadi satu-satunya anggota keluarga yang bisa mendengar. Bagaimana pikiran yang berkecamuk serta betapa kesepiannya Bori mampu digambarkan dengan baik dalam film tersebut.

Secara umum, anak-anak yang lahir dan tumbuh di bawah asuhan orang dewasa yang tuli disebut sebagai CODA (Child of Deaf Adults). Anak-anak ini biasanya bisa mendengar dan berbicara sehingga mereka sering kali menjadi penghubung antara mereka yang tuli dan mereka yang bisa mendengar, seperti Bori yang menjadi perantara bagi keluarganya untuk berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya.

Selain itu, karena hampir keseluruhan film menggunakan bahasa isyarat, suara-suara yang ditampilkan dalam film Bori didominasi dengan suara alam seperti suara laut, angin, dan burung. Hal ini menambah aspek keindahan dari film tersebut.

Pembuatan film Bori tidak lepas dari harapan sang sutradara untuk menyampaikan berbagai pesan terkait disabilitas. Dalam wawancara bersama KCCI, Kim mengatakan ia percaya bahwa film memiliki kekuatan untuk mengubah dunia, dan ia ingin film Bori bisa menjadi salah satu media perubahan itu.

Ucapan tersebut nyatanya bukan hanya omong kosong belaka. Kim menyampaikan bahwa film Bori kini digunakan sebagai bahan ajar kelas 1 sekolah dasar di Korea untuk mengenal lebih jauh tentang disabilitas, terutama tentang teman tuli dan CODA.

Di akhir diskusi, Kim berharap ke depannya tidak perlu sebuah film untuk mengajarkan orang tentang disabilitas demi memahami disabilitas. Dalam artian, ia ingin agar lebih banyak individu yang sudah menyadari dan memahami bagaimana harmoni kehidupan bersama dengan mereka yang menyandang disabilitas.


margareth@korea.kr

*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.

konten yang terkait