Wartawan Kehormatan

2025.01.03

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian
Penulis: Wartawan Kehormatan Hurum Maqshuro dari Indonesia
Foto: Hurum Maqshuro

Pada hari Jumat 27 Desember 2024 penulis bersama teman-teman kelas bahasa Korea Institut Edukasi Bahasa Pusan National University (PNU) mengunjungi ke Museum Nasional Daegu sebagai bagian dari program pembelajaran melalui eksplorasi budaya.

Program eksplorasi budaya ini diadakan tiap semester dengan tempat kunjungan yang berbeda, tetapi dalam misi memperkenalkan budaya dan sejarah Korea kepada pemelajar asing yang sedang mempelajari bahasa Korea.

Pemelajar bahasa Korea tingkat 3 dan 4 Institusi Edukasi Bahasa PNU mengunjungi Museum Nasional Daegu sebagai bagian dari pembelajaran bahasa Korea melalui kegiatan eksplorasi budaya.

Pemelajar bahasa Korea tingkat 3 dan 4 Institusi Edukasi Bahasa PNU mengunjungi Museum Nasional Daegu sebagai bagian dari pembelajaran bahasa Korea melalui kegiatan eksplorasi budaya.


Sebagai salah satu museum terbesar di kawasan Gyeongsang, Museum Nasional Daegu menyimpan berbagai warisan budaya dan sejarah Korea sejak era Tiga Kerajaan (3 SM s/d 676 M) hingga Dinasti Joseon (1392-1910). Dalam program eksplorasi budaya, setiap kelas dipandu oleh guru pendamping kelas masing-masing untuk menjelaskan sejarah serta benda-benda peninggalan sejarah di museum ini.

Tur museum ini diawali dengan memasuki aula budaya kuno. Ruang pameran ini berfokus pada koleksi artefak dari zaman era Tiga Kerajaan. Pengunjung dapat melihat berbagai macam elemen alam, seperti batu, kayu, dan tanah.

Elemen-elemen yang terdapat di dalam ruang pameran tersebut mudah ditemui yang digunakan oleh masyarakat Korea zaman dahulu untuk membuat rumah tradisional dan peralatan kebutuhan sehari-hari, seperti tembikar. Terdapat pula perunggu, emas, hingga batu giok yang sering digunakan oleh bangsawan-bangsawan pada zaman kerajaan.


Potret lukisan seorang tokoh Konfusianisme Korea, Yi Hwang. Ia adalah pendiri Dosanseowon, yaitu sebuah akademi Neo-konfusianisme pada Dinasti Joseon.

Potret lukisan seorang tokoh Konfusianisme Korea, Yi Hwang. Ia adalah pendiri Dosanseowon, yaitu sebuah akademi Neo-konfusianisme pada Dinasti Joseon.


Memasuki aula kedua, pengunjung bisa melihat potret Yi Hwang. Ia adalah seorang cendekiawan, filsuf, dan penulis Korea dari era Dinasti Joseon. Yi Hwang memberikan kontribusi besar dalam mengembangkan dan menyebarkan Neo-konfusianisme di Korea dan mendirikan Dosanseowon, yaitu sebuah akademi Konfusianisme yang kini menjadi salah satu situs bersejarah dan merupakan salah satu yang tercatat dalam daftar situs warisan dunia UNESCO.

Dosanseowon merupakan salah satu situs warisan budaya dunia UNESCO yang terletak di Andong, Korea.

Dosanseowon merupakan salah satu situs warisan budaya dunia UNESCO yang terletak di Andong, Korea.


Pada aula berikutnya, pengunjung diperkenalkan dengan upacara pernikahan ke-60 atau disebut dengan hoehonrye. Upacara ini digelar untuk memperingati 60 tahun pernikahan yang merupakan bagian dari ritual Konfusianisme bernilai sebagai gagasan berbakti.

Upacara tersebut merupakan kepercayaan dasar Konfusianisme yang mendefinisikan hubungan antara orang tua dan anak. Joseon menerapkan sistem ini sebagai sistem untuk menghormati orang tua serta memperkenalkan kebajikan berbakti. Dalam ritual ini, keturunannya mengadakan pesta pernikahan ini untuk merayakan panjang umur orang tuanya dan mendoakan kebahagiaan seumur hidup.


Hoehonrye merupakan pesta perayaan untuk memperingati usia pernikahan yang ke-60 tahun. Pada pameran di Museum Nasional Daegu, terdapat pemutaran video imersif yang menyuguhkan pengalaman visual bagi pengunjung untuk mengenal hoehonrye. (gambar kanan bawah).

Hoehonrye merupakan pesta perayaan untuk memperingati usia pernikahan yang ke-60 tahun. Pada pameran di Museum Nasional Daegu, terdapat pemutaran video imersif yang menyuguhkan pengalaman visual bagi pengunjung untuk mengenal hoehonrye. (gambar kanan bawah).


Dalam perjamuan ulang tahun pernikahan ke-60 ini, pasangan suami istri tersebut berpakaian lengkap dan menikah lagi. Keturunan mereka beserta para tamu yang datang memberi penghormatan kepada mereka.

Terdapat namugireogi yang secara harfiah berarti angsa liar kayu, yang merupakan simbol tradisional dalam upacara pernikahan tradisional Korea. Simbol ini memiliki makna kesetiaan, keharmonisan, keberuntungan, dan kesuburan.

Pada upacara pernikahan, biasanya pengantin pria akan menyerahkan namugireogi kepada keluarga pengantin wanita sebagai simbol penghormatan dan niat baik dalam memulai hubungan yang penuh dengan cinta, kesetiaan, dan rasa hormat antar kedua keluarga.

Pameran hanbok di museum ini menarik banyak atensi pengunjung. Pengunjung dapat menikmati serta mengapresiasi keindahan hanbok dari waktu ke waktu.

Pameran hanbok di museum ini menarik banyak atensi pengunjung. Pengunjung dapat menikmati serta mengapresiasi keindahan hanbok dari waktu ke waktu.


Sebelum tur berakhir, penulis memasuki aula yang berisi tentang pengenalan pakaian tradisional Korea, hanbok. Pameran hanbok di museum ini, memperkenalkan berbagai jenis dan model hanbok dari masa lalu dan perkembangannya hingga di masa sekarang.

Selain diperlihatkan hanbok sebagai pakaian sehari-hari rakyat Korea, pengunjung juga diperkenalkan dengan jenis hanbok yang digunakan untuk acara seremonial, model hanbok pada tahun 1930 hingga tahun 1980-an, serta aksesori-aksesori yang dikenakan dalam menggunakan hanbok.

Melalui kegiatan eksplorasi budaya berkunjung ke Museum Nasional Daegu, penulis mendapatkan wawasan baru terkait sejarah dan budaya Korea yang kaya dan menarik untuk diketahui.


sofiakim218@korea.kr


*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.

konten yang terkait