Penulis: Wartawan Kehormatan Audrey Regina dari Indonesia
Sebelum merasakan manisnya kemerdekaan, Korea Selatan dan Indonesia sama-sama pernah mengalami masa-masa pahit selama masih dijajah. Selama masa penjajahan itu pula, tak sedikit rakyat yang gugur demi mempertahankan negaranya. Perjuangan tersebut terus dikenang hingga sekarang, menjadi kisah bersejarah yang diturunkan kepada generasi-generasi selanjutnya, untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air.
Salah satu di antara banyaknya peristiwa bersejarah tersebut jatuh pada tanggal 1 Maret 1919 di Korea. 104 tahun yang lalu, lebih dari dua juta rakyat Korea berkumpul untuk melakukan aksi menuntut kemerdekaan mereka atas kolonialisme Jepang di tanah kelahiran mereka. Peristiwa ini dikenal juga dengan nama Samil Undong atau Pergerakan Samil.
Dalam aksinya itu, rakyat Korea pada zaman itu berbondong-bondong turun ke jalan untuk melakukan aksi demonstrasi secara damai. Karena itu, selain dikenal dengan nama Samil Undong, aksi ini juga dikenal dengan nama Demonstrasi Manse. Terdapat sebanyak 33 orang tokoh membacakan Deklarasi Kemerdekaan Korea pada saat itu. Aksi ini awalnya berpusat di Seoul, yang kemudian menyebar ke kota-kota lainnya.
Peristiwa tersebut juga menyisakan pilu mendalam. Dilansir dari Britannica, terdapat lebih dari 7.000 orang menjadi korban tewas, lebih dari 16.000 orang menjadi korban luka, sekitar 46.000 orang ditangkap dan banyak bangunan berupa rumah, sekolah, sampai rumah ibadah yang dibakar.
Aksi ini juga melahirkan seorang perempuan muda yang menjadi simbol perjuangan kemerdekaan Korea, Yu Gwan-sun. Lahir di Cheonan, Chuncheong pada tahun 1902, Yu Gwan-sun dan teman-temannya ikut serta dalam aksi demonstrasi damai ini di kota kelahirannya, Cheonan. Yu Gwan-sun mengajak banyak orang untuk terlibat dalam aksi tersebut. Dikarenakan hal itu, ia ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara, hingga akhirnya gugur setahun sesudahnya, di tahun 1920.
Kini, setiap tanggal 1 Maret di Korea, ditetapkan sebagai hari libur nasional. Hari libur tersebut juga menjadi salah satu dari 5 Hari Besar Nasional Korea. Untuk memperingati peristiwa tersebut, setiap tahunnya di tanggal yang sama, warga Korea akan turun ke jalan sambil membawa bendera kebangsaan mereka, Taegeukgi.
Tanggal 1 Maret tidak hanya mengandung makna tersendiri bagi Korea, tetapi juga untuk Ibu Pertiwi. Pada 1 Maret 1949 silam, terjadi serangan yang kita kenal dengan nama Serangan Umum 1 Maret, saat TNI dan rakyat berjuang melawan Belanda di Yogyakarta.
Dilansir dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, latar belakang dari penyerangan tersebut adalah respons atas Agresi Militer Belanda II. Yogyakarta menjadi sasaran utama, dikarenakan pada saat itu, sejak 4 Januari 1946, Yogyakarta ditetapkan menjadi ibu kota sementara pasca kemerdekaan.
Untuk memperingati peristiwa tersebut, di sekitar Museum Benteng Vredeburg, didirikan Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949. Tidak hanya itu, Presiden Joko Widodo juga menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang jatuh pada tanggal 1 Maret. Adapun salah satu alasan di balik penetapan tersebut adalah karena peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan bagian penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya.
Hari Penegakan Kedaulatan Negara tidak menjadi hari libur nasional, tetapi hari tersebut dapat menjadi pengingat untuk selalu memupuk semangat, rasa persatuan, dan kecintaan akan tanah air kita, Indonesia, yang merupakan negara merdeka dan berdaulat.
Baik untuk Korea maupun Indonesia, tanggal 1 Maret memiliki makna yang mendalam berkaitan dengan sejarah perjuangan kemerdekaan. Samil Undong dan Serangan Umum 1 Maret, keduanya merupakan peristiwa yang sudah terjadi di masa lampau, tetapi tidak akan pernah dilupakan dalam sejarah.
sofiakim218@korea.kr
*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net yang berasal dari seluruh dunia serta membagikan cinta dan semangat mereka untuk semua hal yang berhubungan dengan Korea Selatan.