Q: Kalau kita mau membicarakan kata kunci minuman beralkohol tradisional Korea tahun 2022, pasti kita tidak bisa melewatkan Won Soju. Minuman ini sangat populer di tahun ini. Kami ingin tahu kenapa Anda memilih soju dan kenapa harus soju yang dibuat dengan cara distilasi?
Jay Park: Semakin tua, saya semakin tidak nyaman dengan suasana minum minuman beralkohol di tengah suara musik yang kencang. Saya semakin menyukai suasana yang tenang dan bisa mengobrol dengan lawan bicara dengan nyaman saat minum minuman beralkohol. Menurut saya, minuman yang cocok dengan suasana itu adalah soju.
Saya lalu menetapkan diri saya untuk belajar membuat soju sendiri. Setelah itu, saya semakin bertekad untuk membuat minuman yang memiliki kualitas tinggi. Sebetulnya, kita semua tahu bahwa soju yang berada dalam botol hijau tidak dianggap sebagai minuman mewah atau berkualitas tinggi. Saya ingin mengubah hal ini.
Saya merasa bangga dengan soju distilasi Korea. Sebetulnya soju distilasi adalah 'soju yang berharga.' Sebetulnya, saya sendiri lebih menyukai makanan atau minuman organik yang baik untuk badan saya (haha). Bukankah lebih baik jika kita mengonsumsi minuman beralkohol berkualitas baik?
Jay Park dan Kim Heejun: Yang paling penting adalah kami juga sebetulnya suka dan minum soju berbotol hijau tersebut. Soju berbotol hijau tersebut dibuat dari alkohol yang diencerkan. Akan tetapi, saya hanya ingin memberi tahu bahwa minuman beralkohol Korea bukan hanya terdiri dari soju berbotol hijau saja.
Q: Soju berbotol hijau merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dari poktanju yang diminum saat makan bersama. Bisakah Anda ceritakan bagaimana budaya makan bersama di Korea?
Kim Hee-jun: Waktu saya masih muda, saya sering menghadiri makan dan minum bersama lalu minum minuman beralkohol yang tidak saya sukai, atau poktanju yang bukan selera saya, atau minum sesuai dengan perasaan atasan saya di kantor. Sejujurnya, saya tidak begitu suka budaya makan bersama (dengan kolega kantor) di Korea.
Jay Park: Saya akhirnya tahu kenapa orang Korea menyukai makan bersama (dengan kolega kantor) karena saat itulah mereka bisa menjadi lebih dekat satu sama lain saat minum minuman beralkohol bersama.
Kim Hee-jun: Saya juga begitu. Sama seperti minuman beralkohol yang biasa dipadu padankan dengan makanan tertentu, manusia juga begitu, kan? Saya paling suka dengan acara makan bersama karena bisa lebih dekat dengan orang lain.
Q: Anda membuka platform minuman beralkohol tradisional pertama di Korea. Begitu mengagetkan karena ternyata CEO-nya masih berusia 20-an tahun. Apakah sejak awal Anda memang tertarik dengan minuman beralkohol tradisional?
Lee Jaeook: Saya dulu tidak tahu mengenai minuman beralkohol tradisional Korea karena saya berkuliah di Hong Kong. Saya baru tahu mengenai variasi minuman beralkohol tradisional Korea karena kebetulan menghadiri pameran minuman beralkohol tradisional Korea. Walaupun katanya mudah untuk dibeli di internet, langkah pembeliannya cukup sulit dan saya tidak tahu harus membeli minuman yang mana. Oleh karena itu, saya mulai membuat platform tersebut untuk mempermudah orang-orang yang ingin membeli minuman beralkohol tradisional Korea.
Q: Bagaimana Anda memberitahu pelanggan Anda mengenai jenis minuman?
Lee Jaeook: Sebelumnya, hanya ada penjelasan bahwa minuman beralkohol tradisional Korea itu bagus dan memiliki sejarah yang panjang. Penjelasan seperti ini tidak cocok untuk anak muda. Saya membantu anak muda untuk menemukan 'minuman terbaik' yang cocok untuk diminum pada setiap selebrasi yang mereka lakukan. Ini sama seperti psikologis anak muda yang senang mencari tempat yang baik untuk dipotret. Saya menjelaskan kepada mereka mengenai jenis-jenis minuman yang cocok untuk dipakai untuk selebrasi tertentu, makanan pendamping yang cocok, serta rasa yang tertinggal di lidah saat diminum.
Q: Bisakah Anda ceritakan mengenai minat para pengguna platform Anda?
Lee Jaeook: Para pelanggan Damhwa Company menerima minuman beralkohol tradisional yang berbeda setiap bulannya melalui biaya langganan yang mereka bayarkan per bulan. Para pelanggan kami adalah orang-orang yang ingin mencicipi berbagai macam variasi minuman beralkohol yang berbeda setiap bulannya, bukan soju atau bir yang bisa dengan mudah ditemukan di minimarket. Selain itu, mereka biasanya lebih tertarik dengan padu padanan minuman pendamping untuk minuman beralkohol. Dengan kata lain, mereka adalah orang-orang yang ingin menikmati setiap tetes minuman yang mereka minum dan menghargai proses pembuatan minuman beralkohol tersebut.
Q: Kalau kita berbicara mengenai budaya minuman beralkohol Korea, pasti kita menyebutkan poktanju. Sebenarnya sejak kapan poktanju muncul di Korea?
Park Rok-dam: Poktanju baru muncul di kebudayaan modern. Leluhur masyarakat Korea tidak mengenal apa yang disebut dengan poktanju. Alasan kenapa poktanju muncul adalah industrialisasi, harga alkohol yang murah, dan lokasi minum minuman beralkohol yang berpindah dari dalam rumah ke luar rumah. Poktanju muncul dengan mencampurkan minuman beralkohol lain ke soju agar peminumnya bisa mabuk dengan cepat. Harga alkohol yang murah menyebabkan masyarakat Korea minum alkohol berlebihan.
Q: Lalu bagaimana cara masyarakat Korea zaman dulu menikmati minuman beralkohol?
Park Rok-dam: Masyarakat Korea dulu meminum minuman beralkohol saat makan. Makanan sudah cukup membuat perut kenyang sehingga tidak perlu minum terlalu banyak minuman beralkohol. Selain itu, terdapat pula faktor kreativitas di dalamnya. Para cendekiawan di masa lalu minum minuman beralkohol saat membaca puisi, bermain musik, menari, atau membuat karya. Oleh karena itu, minuman beralkohol tidak bisa dipisahkan dari seni. Tidak ada yang bisa kita pelajari dari budaya minum-minum yang memaksa kita untuk minum banyak hingga mabuk.
Q: Suasana masyarakat zaman dulu dan sekarang sangat berbeda. Bukankah sulit untuk membandingkan masyarakat pada zaman Joseon dengan masyarakat modern pada saat ini?
Park Rok-dam: Saya tidak mengajak Anda untuk kembali ke zaman Joseon. Kita harus membuat budaya minum minuman beralkohol yang cocok dengan saat ini. Banyak anak muda yang tertarik untuk mempelajari tentang budaya minuman beralkohol Korea, mulai dari cara pembuatannya hingga cara meminumnya.
Saat saya pertama kali mendirikan Korea Studio Sool pada 25 tahun lalu, orang yang datang untuk belajar tentang minuman beralkohol rata-rata berusia 58 tahun. Seperti jarum di dalam tumbukan jerami, sulit mencari orang berusaia 30-an atau 40-an tahun yang tertarik dengan minuman beralkohol tradisional Korea.
Akan tetapi, sekarang rata-rata usia siswa saya turun menjadi 30-an. Perubahan sudah dimulai. Saya saat ini berharap mereka akan membawa perubahan pada budaya minuman beralkohol Korea untuk 10-20 tahun ke depan.
Q: Apakah ada yang ingin Anda sampaikan untuk pembaca Korea.net yang berada di luar Korea?
Park Rok-dam: Saya dengar kalau banyak orang asing yang hanya mengetahui makgeolli sebagai minuman beralkohol khas Korea yang dituang dari teko logam berwarna kuning keemasan. Hal ini sangat disayangkan karena orang Korea minum seperti itu tepat setelah Perang Korea (1950-1953). Saat itu, Korea sangat miskin dan banyak orang yang kelaparan sehingga orang Korea meminum makgeolli dengan cara seperti itu selama sekitar 20 tahun.
Di Korea ada banyak sekali jenis keramik yang digunakan untuk menampung minuman beralkohol, seperti goryeo cheongja (keramik hijau Goryeo), joseon baekja (keramik putih Joseon), sagi (keramik pada zaman Joseon), dan yugi (peralatan makan yang dibuat dari logam).
jesimin@korea.kr