Perang Imjin merupakan perang yang berlangsung selama tujuh tahun yang diawali dengan invasi Jepang ke Korea (Dinasti Joseon) pada tahun 1592 dan berakhir pada tahun 1598. Joseon, Jepang, dan Dinasti Ming (Tiongkok) berpartisipasi dalam perang ini sehingga keadaan sosial, ekonomi, dan budaya mereka saling mempengaruhi satu sama lain.
Sisa-sisa perang pada masa itu bisa dilihat di Aula Perang Imjin di Museum Nasional Jinju. Dari berbagai artefak perang yang tersisa, senjata-senjata yang digunakan pada masa itu sangat menarik mata.
Pada bagian tengah ruangan, pengunjung bisa melihat berbagai artileri yang digunakan pada masa itu. Salah satu yang menarik mata adalah Joongwangu. Senjata ini digunakan untuk menyerang atau bertahan di bentang pada masa awal hingga akhir Dinasti Joseon (1392-1910). Joongwangu yang berada di dalam museum ini digali dari Benteng Gunung Jeonggaesan, Hadong-gun, Provinsi Gyeongsangnam.
Wangu sendiri merupakan salah satu jenis artileri yang digunakan pada masa Dinasti Joseon. Wangu terbagi lagi menurut ukurannya yaitu ukuran besar, sedang, kecil, dan sangat kecil. Joongwangu merupakan wangu berukuran terbesar kedua dengan ujung meriam yang berbentuk seperti mangkuk. Joongwangu efektif bila dipakai dalam jarak 400-500 meter.
Joongwangu yang berada di Museum Nasional Jinju sangat istimewa karena di Joongwangu tersebut terdapat ukiran yang dicetak di Sangjupo pada tahun 1590. Sistem nama asli juga diperkenalkan dalam produksi artileri tersebut.
Asisten Kurator Museum Nasional Jinju, Choi Yumi berkata, "Joongwangu digunakan dalam waktu yang lama dari masa awal hingga akhir Dinasti Joseon, tetapi artileri asli yang tersisa hanya tinggal dua buah dan salah satunya berada di Museum Nasional Jinju. Joongwangu yang ada di sini sangat istimewa karena tertulis jelas kapan dan oleh siapa dibuat."
Di ruang pameran luar ruangan yang terletak di sebelah gedung Museum Nasional Jinju terlihat sebuah pagoda dari batu yang berdiri tegak. Pagoda setinggi 4,42 meter yang terlihat indah dari kejauhan tersebut adalah pagoda batu bertingkat tiga dari Beomhak-ri, Samcheong. Pagoda ini dengan jelas menunjukkan keunggulan seni Buddha di wilayah Gyeongsangnam.
Bagian bawah pagoda ini terdiri dari dasar dengan dua tingkat dan bagian atasnya terdiri dari tiga tingkat sehingga merupakan bentuk yang umum pada masa Dinasti Silla Bersatu (668-935). Sayangnya bagian teratas dan batu penutup bagian bawah pagoda ini tidak tersisa lagi hingga saat ini.
Pagoda ini unik karena menjadi satu-satunya pagoda di Korea yang dibuat dengan menggunakan batu syenit. Berbagai relief Buddha bisa dilihat di bagian bawah dan atas pagoda ini.
Pada bagian alas, terdapat delapan buah relief yang menggambarkan delapan dewa pelindung Buddha yang menjaga darma Buddha sehingga mereka digambarkan membawa senjata di tangan mereka.
Choi mengungkapkan, "Empat buah relief Buddha yang terukir di sebelah atas menggambarkan Buddha yang sedang melihat ke arah depan. Relief Buddha yang digambarkan bersama dengan delapan dewa pelindung Buddha merupakan salah satu indikator penting yang menunjukkan bahwa pagoda ini dibangun pada abad kesembilan dan mampu memperlihatkan keunggulan seni Buddha pada masa itu."
Bejana tembikar ini dibuat pada sekitar abad kelima di wilayah Ara Gaya (berada di wilayah Haman-gun di Provinsi Gyeongsangnam saat ini). Kerajaan Silla dan Gaya pada masa itu banyak membuat tembikar berbentuk gerobak, rumah, sepatu, dan sebagainya. Tembikar-tembikar ini banyak ditemukan di makam-makam pada masa itu sehingga tembikar ini diperkirakan digunakan sebagai bagian dari upacara terkait kematian.
Bejana tembikar dengan roda kereta tersebut memiliki bentuk seakan seperti gelas yang digunakan untuk memberikan minuman beralkohol pada upacara ritual kepada leluhur sehingga bejana tembikar ini diperkirakan digunakan untuk mengangkut jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal pada masa itu.
Biasanya bejana tembikar pada masa itu hanya memiliki bentuk bagian atas seperti tanduk saja, tetapi bejana tembikar ini untuk karena memiliki roda yang seakan ditempel di sampingnya sehingga menjadi artefak penting yang mampu menunjukkan budaya upacara kematian masyarakat Gaya.
# Menikmati Museum Nasional Jinju
Museum Nasional Jinju membuat berbagai konten menarik agar para pengunjung bisa lebih memahami sejarah Invasi Jepang ke Korea dengan lebih mudah.
- Program "Kemenangan Besar Berkat Seungja Chongtong" bisa diikuti oleh siapa pun termasuk wisatawan asing setelah melakukan reservasi di tempat atau melalui laman resmi museum (https://jinju.museum.go.kr/). Para pengunjung bisa mencoba konten aktivitas dengan senjata pada masa Dinasti Joseon yang bernama seungja chongtong dengan menggunakan XR (realitas terkembang). Para peserta aktivitas ini bisa menembakkan seungja chongtong untuk memimpin prajurit Joseon agar bisa memenangkan Perang Pulau Hansando dan Perang Jinju.
- Siapapun juga bisa menikmati video serial The Firepower of Joseon di saluran YouTube resmi Museum Nasional Jinju (https://www.youtube.com/playlist?list=PL1qQ3tmkDHhQM1I5QdKobPWG1aV0i6HeJ). Pihak museum menyatakan sedang menyiapkan takarir dalam bahasa asing agar penonton asing bisa lebih menikmati berbagai konten video yang terkait sejarah Korea.