Wartawan Kehormatan

2025.11.17

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian

Penulis: Wartawan Kehormatan Maulia Resta Mardaningtias dari Indonesia
Foto: Maulia Resta Mardaningtias

Museum Nasional Korea yang terletak di Seoul menyimpan lebih dari 310.000 artefak yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang peradaban Korea. Melalui benda-benda bersejarah yang disimpannya, museum ini juga merefleksikan nilai-nilai spiritual dan simbolisme budaya yang melekat dalam kehidupan masyarakat Korea pada masa lampau. Dari pecahan atap bermotif teratai hingga patung bodhisatwa yang penuh kontemplasi, setiap artefak menghadirkan jejak sejarah dan spiritualitas yang mendalam.

Beragam patung Buddha yang dipamerkan di Museum Nasional Korea menjadi saksi warisan spiritual Korea.

Beragam patung Buddha yang dipamerkan di Museum Nasional Korea menjadi saksi warisan spiritual Korea.


Saat mengunjungi museum tiga lantai ini pada tanggal 16 Oktober 2025, penulis terkesima oleh luasnya bangunan serta kekayaan koleksi yang ditampilkan.

Setiap lantai museum memiliki tema yang berbeda. Lantai pertama bertema Prasejarah dan Sejarah Kuno, lantai kedua bertema Kaligrafi dan Lukisan serta beberapa ruang untuk koleksi-koleksi donasi, dan lantai ketiga yang bertajuk Patung dan Kerajinan.

Pagoda Batu Sepuluh Tingkat dari Kuil Gyeongcheonsa.

Pagoda Batu Sepuluh Tingkat dari Kuil Gyeongcheonsa.


Memasuki museum, pengunjung disambut oleh Pagoda Batu Sepuluh Tingkat dari Kuil Gyeongcheonsa. Struktur menjulang ini dihiasi ukiran pada setiap tingkatnya, terutama dari tingkat pertama hingga keempat yang menggambarkan adegan pertemuan Buddha.

Karena keterbatasan waktu, penulis tidak sempat menjelajahi seluruh aula pameran. Namun, ketersediaan brosur panduan pengunjung yang tersedia dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Inggris, memudahkan pengunjung untuk mengunjungi berbagai area yang direkomendasikan oleh pihak museum.

Selain mahkota emas, Museum Nasional Korea juga menyimpan mahkota perunggu berlapis emas dari Dinasti Silla pada abad ke-5 hingga ke-6.

Selain mahkota emas, Museum Nasional Korea juga menyimpan mahkota perunggu berlapis emas dari Dinasti Silla pada abad ke-5 hingga ke-6.


Penulis mengikuti panduan di brosur untuk menuju aula yang memamerkan artefak era Dinasti Silla (57 SM s/d 935 M) di lantai pertama. Di sana terdapat mahkota emas dan sabuk emas yang disebut-sebut sebagai harta nasional Korea.

Akan tetapi, sesampainya di ruang pameran, penulis hanya menemukan pameran fotografi karena mahkota tersebut sedang dipinjamkan ke Gyeongju untuk pameran khusus dalam rangka APEC 2025.

Meski begitu, ruang pameran artefak Dinasti Silla tetap menyimpan banyak artefak menarik, terutama kerajinan tembikar seperti patung kuda dan penunggangnya yang menunjukkan detail luar biasa dari era tersebut.

Salah satu artefak yang paling menarik perhatian penulis adalah pecahan atap bermotif bunga teratai. Motif ini tidak hanya ditemukan di aula Silla, tetapi juga tersebar di berbagai aula museum lainnya.

Pengunjung dapat menemukan banyak artefak berupa pecahan ujung atap bermotif bunga teratai di Museum Nasional Korea.

Pengunjung dapat menemukan banyak artefak berupa pecahan ujung atap bermotif bunga teratai di Museum Nasional Korea.


Bunga teratai memiliki makna spiritual yang mendalam dalam ajaran Buddha. Teratai melambangkan kesucian dan pencerahan karena tumbuh dari lumpur, tetapi tetap mekar dengan indah.

Dalam sejarah Korea, Buddhisme memiliki pengaruh besar, terutama pada masa Tiga Kerajaan, yakni Goguryeo (37 SM s/d 668 M), Silla, dan Baekje (18 SM s/d 660 M). Oleh karena itu, motif teratai banyak digunakan dalam seni dan arsitektur, termasuk pada atap bangunan.

Helm perunggu Yunani Kuno yang diberikan oleh Son Kee-Chung pada tahun 1994.

Helm perunggu Yunani Kuno yang diberikan oleh Son Kee-Chung pada tahun 1994.


Di lantai kedua yang bertema Kaligrafi dan Lukisan, pengunjung dapat melihat berbagai karya seni bersejarah seperti lukisan Buddha dan dokumen kerajaan. Namun, penulis hanya sempat mengunjungi aula pameran koleksi donasi dan ruang khusus bernama Ruang Kontemplasi Sunyi.

Salah satu benda favorit penulis di lantai ini adalah helm perunggu Yunani Kuno yang merupakan hadiah dari Son Kee-Chung pada tahun 1994. Son adalah pelari maraton Korea yang memenangkan medali emas Olimpiade Berlin 1936, tetapi saat itu ia harus bertanding di bawah bendera Jepang karena Korea masih berada di bawah penjajahan.

Helm tersebut menjadi simbol perjuangan dan kebanggaan nasional. Saat penulis berkunjung, museum sedang mengadakan pameran khusus memperingati Hari Kemerdekaan ke-80 dan sosok Son menjadi tokoh utama dalam pameran tersebut.

Dua patung perenung dalam Ruang Kontemplasi Sunyi.

Dua patung perenung dalam Ruang Kontemplasi Sunyi.


Ruang Kontemplasi Sunyi adalah sebuah ruangan berbentuk lingkaran dengan pencahayaan oranye redup. Di tengah ruangan terdapat dua patung Bodhisatwa Perenung yang duduk dengan pose tangan menyangga dagu seolah sedang berpikir.

Penataan ruangan ini menggambarkan suasana bawah tanah tempat patung-patung tersebut ditemukan sehingga menciptakan nuansa reflektif yang mendalam.

Beberapa kerajinan seladon yang dipamerkan di Museum Nasional Korea menampakkan keindahan buah tangan pengrajin keramik Korea pada masa lampau.

Beberapa kerajinan seladon yang dipamerkan di Museum Nasional Korea menampakkan keindahan buah tangan pengrajin keramik Korea pada masa lampau.


Di lantai ketiga bertema Patung dan Kerajinan terdapat berbagai karya seni kerajinan seladondan porselen putih. Seladon dari masa Goryeo dikenal dengan warna lembut dan motif ukiran yang rumit, sementara porselen putih dari masa Joseon menonjolkan kesederhanaan dan kemurnian bentuk.

Salah satu karya yang paling membekas di benak penulis adalah Guci Bulan dari akhir abad ke-17 masa Dinasti Joseon. Berbeda dari kerajinan lainnya yang dipajang bersama benda-benda sejenis, Guci Bulan ditempatkan di ruang khusus dan berdiri sendiri tanpa interaksi visual dengan artefak lain.

Salah satu kerajinan porselen putih era Dinasti Joseon dinamakan Guci Bulan karena bentuknya yang menyerupai bulan purnama.

Salah satu kerajinan porselen putih era Dinasti Joseon dinamakan Guci Bulan karena bentuknya yang menyerupai bulan purnama.


Setiap artefak yang menyimpan cerita di baliknya membuat museum ini menjadi ruang untuk membuka wawasan lebih terkait budaya Korea. Museum ini menampilkan cermin budaya, spiritualitas, dan nilai-nilai yang membentuk identitas Korea.


margareth@korea.kr

*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.

konten yang terkait