Penulis: Wartawan Kehormatan Hanum Nur Aprilia dari Indonesia
Korean Cultural Center Indonesia (KCCI) menggelar acara kuliah umum yang membedah representasi budaya Korea dalam film animasi KPop Demon Hunters pada hari Jumat (08/08/2025). Acara ini diadakan secara daring dan luring di kantor KCCI dengan narasumber Ashanti Widyana, dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Korea Universitas Pendidikan Indonesia.
Dalam kuliah ini, Ashanti mengajak peserta melihat cara unsur budaya dikemas dalam sebuah karya animasi yang tengah populer di tingkat global.
KCCI mengadakan kuliah umum bertajuk "Melihat Budaya Korea dari Film Animasi" untuk membahas unsur budaya Korea dalam film animasi KPop Demon Hunters pada hari Jumat (08/08/2025). (Hanum Nur Aprilia)
Jika awalnya fenomena halyu didominasi oleh K-drama dan K-pop, kini animasi Korea mulai menjadi arus utama hiburan internasional. Kolaborasi dengan platform global seperti Netflix, Disney+, dan distribusi potongan adegan di media sosial membuat karya-karya ini menjangkau penonton lintas benua.
Beberapa judul animasi Korea seperti Pororo, Larva, dan Robocar Poli menjadi tontonan populer di berbagai negara. Tren ini berlanjut dengan hadirnya KPop Demon Hunters, sebuah film animasi yang memadukan elemen musik K-pop, teknologi animasi modern, dan sentuhan budaya tradisional Korea.
Perpaduan animasi memukau dan budaya Korea mengantarkan KPop Demon Hunters meraih posisi nomor satu kategori film global Netflix. (Netflix)
Fenomena KPop Demon Hunters yang menjadi peringkat pertama Netflix di lebih dari 40 negara juga merambah industri musik dunia.
Lagu-lagu OST film ini memecahkan rekor di Spotify dan sukses menguasai berbagai tangga lagu internasional, termasuk Billboard Global 200 dan Billboard Hot 100, dengan "Golden" dari grup virtual HUNTR/X menjadi yang pertama dari artis virtual yang meraih posisi puncak. Grup virtual lain dalam film ini, Saja Boys, juga meraih posisi tinggi dengan lagu "Your Idol" dan "Soda Pop."
Popularitas ini mendorong kedua grup virtual tersebut bersaing di ajang musik dunia nyata, termasuk lewat nominasi OST terbaik di K-World Dream Awards 2025.
Dalam kuliah umum, Ashanti menjelaskan cara KPop Demon Hunters dapat dianalisis melalui lima unsur budaya, antara lain religi, sosial, mata pencaharian, bahasa, dan kesenian. (Hanum Nur Aprilia)
Ashanti lalu menjelaskan bahwa budaya dapat dipahami melalui sejumlah unsur yang membentuk identitas suatu masyarakat. Dalam membedah KPop Demon Hunters, ia menggunakan lima aspek, yakni religi, sosial, mata pencaharian, bahasa, dan kesenian.
Karakter anggota grup virtual Saja Boys dalam film KPop Demon Hunters tampil dengan kostum yang menyerupai sosok joseung saja, yaitu malaikat maut dalam kepercayaan Korea. (Netflix)
Dari sisi religi, film ini memunculkan unsur kepercayaan dan praktik spiritual tradisional Korea. Latar cerita menghadirkan karakter dengan kekuatan supranatural ala mudang (dukun), sosok joseung saja (malaikat maut), hingga ritual gut yang biasanya dilakukan untuk mengusir roh jahat.
Adegan-adegan tersebut menggabungkan mitos lama dengan musik modern sehingga menciptakan jembatan antara tradisi dan hiburan masa kini.
Kehadiran harimau dan burung murai sebagai perwujudan lukisan tradisional hojakdo menambah nuansa cerita rakyat Korea. Pada era Joseon, lukisan ini dipasang di rumah bangsawan sebagai simbol keberuntungan, kebahagiaan, dan pelindung dari roh jahat.
Film KPop Demon Hunters menggambarkan unsur sosial Korea melalui struktur hierarki grup K-pop, hubungan senior-junior, serta tokoh ajumma dengan busana khasnya. (Hanum Nur Aprilia)
Dari sisi sosial, cerita dalam film menggambarkan hierarki khas grup K-pop dengan peran yang beragam, mulai dari pemimpin, vokalis utama, penari, hingga penyanyi rap.
Interaksi antar tokoh juga memunculkan dinamika senior–junior yang menjadi ciri hubungan sosial yang kental di Korea. Sosok ajumma, wanita paruh baya, tampil mencolok lewat busana khasnya sehingga menambah warna pada potret kehidupan sosial yang dibangun dalam alur cerita yang hidup.
Dari layar animasi Netflix ke panggung penghargaan musik, HUNTR/X dan Saja Boys siap beradu di kategori OST terbaik pada K-World Dream Awards 2025. (Facebook resmi Sony Pictures Animation)
Segi mata pencaharian terwakili lewat latar kehidupan para penyanyi idola yang menjadi pusat cerita. Latihan intensif, persiapan konser, penciptaan lagu, hingga temu penggemar menjadi bagian dari keseharian tokoh-tokohnya. Detail ini merepresentasikan industri hiburan sebagai salah satu sektor penting dalam perekonomian Korea modern.
Bahasa juga menjadi jendela budaya yang digunakan dalam film ini. Meski dialog utama disampaikan dalam bahasa Inggris untuk menjangkau audiens global, beberapa istilah Korea tetap dipertahankan. Nama tempat dan institusi yang muncul pun kerap menggunakan istilah asli Korea sehingga menghadirkan nuansa yang autentik.
Selama kuliah umum berlangsung, narasumber berinteraksi aktif dengan peserta melalui sesi tanya jawab dan diskusi. (Hanum Nur Aprilia)
Aspek kesenian tampak pada paduan busana panggung yang memadukan elemen tradisional seperti norigae dengan desain modern yang dikenakan para tokoh utama.
Properti lain seperti gelang berbentuk bunga krisantemum yang melambangkan perlindungan dan panjang umur serta latar panggung bergambar Irworobongdo yang sering muncul di istana pada era Joseon memperlihatkan cara seni rupa tradisional dihidupkan kembali dalam kemasan kontemporer.
Foto bersama narasumber dan para peserta yang hadir secara langsung sebagai penutup acara. (Hanum Nur Aprilia)
Melalui kelima aspek tersebut, KPop Demon Hunters merupakan karya yang menggabungkan kreativitas modern dengan akar budaya tradisional yang kuat. Hal ini menunjukkan cara animasi dapat menjadi sarana efektif dalam menyampaikan identitas suatu bangsa di panggung global.
margareth@korea.kr
*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.