Wartawan Kehormatan

2025.07.30

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian

Penulis: Wartawan Kehormatan Maulia Resta Mardaningtias dari Indonesia
Foto: Maulia Resta Mardaningtias

Sebagai ibu kota Dinasti Silla (57 SM s/d 935 M) yang mencapai masa kejayaannya selama hampir seribu tahun, Kota Gyeongju di Provinsi Gyeongsangbuk menyimpan banyak peninggalan bersejarah.

KCCI (Korean Cultural Center Indonesia) mengundang warga Indonesia untuk menelusuri jejak Dinasti Silla di Gyeongju dalam kuliah khusus bertajuk Karya Seni Kerajaan Silla pada hari Senin (28/07/2025).

Kuliah khusus tersebut dipandu oleh Jeong Ok Jeon, kurator sekaligus direktur ARCOLABS yang kini mengajar di Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Suasana Aula Multifungsi KCCI ketika Jeong Ok Jeon menyampaikan materi dalam Kuliah Khusus Karya Seni Kerajaan Silla.

Suasana Aula Multifungsi KCCI ketika Jeong Ok Jeon menyampaikan materi dalam Kuliah Khusus Karya Seni Kerajaan Silla.


Jeon dalam paparannya mengungkapkan kekagumannya terhadap Gyeongju yang sarat akan cerita dan artefak sejarah. Ia membandingkannya dengan Yogyakarta di Indonesia yang juga dikenal sebagai pusat budaya dan warisan masa lampau.

Saat ini, sebagian besar peninggalan Dinasti Silla dapat ditemukan di Museum Nasional Gyeongju. Beberapa di antaranya berasal dari ekskavasi di Kawasan Makam Daereungwon.

Kemegahan desain lonceng Raja Seongdeok menghias halaman Museum Nasional Gyeongju.

Kemegahan desain lonceng Raja Seongdeok menghias halaman Museum Nasional Gyeongju.


Lonceng Raja Seongdeok merupakan lonceng perunggu terbesar yang masih ada di Korea. Lonceng tersebut menjadi mahakarya seni dari periode Silla Bersatu (676-935 M). Masa tersebut merupakan masa saat Dinasti Silla berhasil menyatukan Tiga Kerajaan, yakni Goguryeo, Baekje, dan Silla sendiri.

Lonceng raksasa seberat 19 ton itu kini berada di halaman Museum Nasional Gyeongju. Meskipun tidak lagi dibunyikan secara langsung, suara indahnya dapat dinikmati melalui rekaman yang tersedia di museum. Untuk menghasilkan suara yang merdu, bagian lonceng yang harus dipukul adalah titik bergambar bunga teratai.

Berbagai karya tembikar peninggalan Dinasti Silla yang dipamerkan di Museum Nasional Gyeongju.

Berbagai karya tembikar peninggalan Dinasti Silla yang dipamerkan di Museum Nasional Gyeongju.


Makam era Silla di Gyeongju umumnya berbentuk gundukan tanah menyerupai bukit yang dibangun di atas peti kayu atau ruang batu tempat jenazah disemayamkan lalu ditimbun tanah liat dan batu sebagai pelindung sekaligus simbol kekuasaan.

Salah satu temuan menarik di dalam makam adalah berbagai bentuk tembikar tanah liat yang dihias dengan figur-figur seperti ular, katak, manusia, gayageum (alat musik tradisional Korea), kura-kura, dan hewan lainnya. Tembikar ini ditemukan di makam Raja Michu.

Sebuah karya tembikar berupa pot memiliki desain yang unik dengan figur-figur kecil yang disebut Tou menghias sepanjang leher pot.

Sebuah karya tembikar berupa pot memiliki desain yang unik dengan figur-figur kecil yang disebut Tou menghias sepanjang leher pot.


Setiap figur membawa makna simbolis, misalnya ular sebagai lambang kelahiran kembali, kura-kura untuk umur panjang, serta bebek sebagai penghubung antara dunia dan langit. Figur-figur ini juga mengandung filosofi spiritual masyarakat era Silla.

Potret artefak mahkota, ikat pinggang, dan perhiasan lainnya dari emas yang ditemukan di Makam Geumgwanchong.

Potret artefak mahkota, ikat pinggang, dan perhiasan lainnya dari emas yang ditemukan di Makam Geumgwanchong.


Dinasti Silla dikenal sebagai Kerajaan Emas karena banyak peninggalan berlapis atau berbahan dasar emas. Di Museum Nasional Gyeongju, pengunjung dapat melihat mahkota emas, senjata berbalut emas, serta ornamen lainnya.

Struktur makam berbentuk gundukan tanah dengan lapisan batu dan tanah yang kompleks membuat artefak sulit dicuri sehingga banyak benda-benda berharga masih ditemukan utuh melalui ekskavasi. Giok hijau kecil yang menggantung di sisi mahkota dipercaya sebagai simbol janin yang melambangkan kelahiran kembali.

Hingga kini, enam mahkota emas telah ditemukan, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa mahkota lainnya masih tersembunyi di tanah Korea yang telah memiliki sejarah lebih dari 5.000 tahun.

Artefak pedang emas ditemukan di area makam Hwangnam Daechong atau makam di bagian Selatan.

Artefak pedang emas ditemukan di area makam Hwangnam Daechong atau makam di bagian Selatan.


Makam terbesar era Silla itu berbentuk gundukan yang menyerupai dua makam digabungkan sehingga diduga sebagai makam pasangan suami istri. Salah satu artefak istimewa yang ditemukan adalah pedang emas yang digunakan dalam upacara. Pedang tersebut merepresentasikan otoritas militer, keahlian pengrajin, dan hubungan budaya dengan masyarakat stepa Eurasia.

Bagian mata pedang dihiasi simbol sam taegeuk, yaitu varian dari simbol budaya Korea yang melambangkan keberuntungan.

Di Museum Nasional Gyeongju, berbagai artefak gelas kaca dipajang di atas meja yang disinari cahaya dari bawah untuk menonjolkan keindahan refleksi warna biru dan hijau khas seni gelas kaca era Dinasti Silla.

Di Museum Nasional Gyeongju, berbagai artefak gelas kaca dipajang di atas meja yang disinari cahaya dari bawah untuk menonjolkan keindahan refleksi warna biru dan hijau khas seni gelas kaca era Dinasti Silla.


Artefak gelas kaca dari era Silla yang telah berusia lebih dari 1.500 tahun ditemukan dalam kondisi sangat baik. Desain dan bentuknya menunjukkan kemiripan dengan gelas dari Asia Barat dan Tengah sehingga mengisyaratkan bahwa Dinasti Silla telah menjalin hubungan internasional sejak masa kejayaannya.

Pemaparan mengenai gelas ini juga mengingatkan penulis pada kemungkinan kerja sama antara Silla dan Indonesia, khususnya Pulau Jawa, dengan ditemukannya sebuah artefak manik-manik batu yang diduga berasal dari wilayah tersebut.

Artefak ini merupakan bagian dari struktur benteng yang dibangun sebagai persiapan menghadapi perang.

Artefak ini merupakan bagian dari struktur benteng yang dibangun sebagai persiapan menghadapi perang.


Jeon juga menceritakan tentang dua buah prasasti batu dari era Silla. Yang pertama adalah prasasti dari Jungseong-ri di Pohang yang ditemukan pada tahun 2006. Prasasti tersebut memiliki tulisan yang sangat jelas, yaitu berisi aturan hukum properti dari masa Silla.

Selain itu, terdapat prasasti Imsinseogiseok berisi sumpah dua orang untuk hidup jujur selama tiga tahun dan belajar ajaran Konfusianisme dalam waktu yang sama. Prasasti ini menunjukkan perpaduan spiritual Buddha dan prinsip moral Konfusianisme di era Silla.

Relik patung yang menggambarkan dua belas binatang zodiak ditempatkan di pusat salah satu ruang pameran Museum Nasional Gyeongju.

Relik patung yang menggambarkan dua belas binatang zodiak ditempatkan di pusat salah satu ruang pameran Museum Nasional Gyeongju.


Patung berkepala hewan dan bertubuh manusia ini mencerminkan pengaruh kosmologi Tionghoa, terutama dalam simbolisme makhluk penjaga. Dipahat dengan sikap siap bertarung, figur ini lazim ditempatkan di depan situs-situs penting, seperti kompleks pemakaman, sebagai pelindung dari roh jahat serta sebagai penanda kekuasaan spiritual.

Di Museum Nasional Gyeongju, Sumaksae dipajang dalam bingkai elegan untuk menyambut pengunjung dengan senyuman yang telah melampaui zaman.

Di Museum Nasional Gyeongju, Sumaksae dipajang dalam bingkai elegan untuk menyambut pengunjung dengan senyuman yang telah melampaui zaman.


Sumaksae adalah pecahan genteng ujung atap yang menampilkan motif wajah tersenyum sehingga dijuluki sebagai "Senyuman dari Silla." Artefak ini ditemukan dalam ekskavasi di lokasi bekas berdirinya Kuil Yeongmyosa.

Senyuman dari Silla telah menjadi simbol keramahan, ketenangan, dan harapan, mencerminkan filosofi hidup masyarakat Silla yang damai dan spiritual. Kini, Sumaksae kerap dijadikan sumber inspirasi dalam desain logo berbagai produk dan acara, termasuk logo resmi APEC 2025.

Potret samping tangga Baekwoongyo dan Cheongwoongyo, serta pintu Jahamun di Kuil Bulguksa yang merupakan salah satu peninggalan Dinasti Silla.

Potret samping tangga Baekwoongyo dan Cheongwoongyo, serta pintu Jahamun di Kuil Bulguksa yang merupakan salah satu peninggalan Dinasti Silla.


Peninggalan Dinasti Silla tidak hanya tersimpan di museum, tetapi juga tersebar di seluruh penjuru Gyeongju.

Beberapa situs penting meliputi Kuil Bunhwangsa, Pagoda Batu Bata, observatorium kuno Cheomseongdae, Kuil Hwangnyongsa yang terdiri dari Sembilan, Kuil Bulguksa, Gua Seokguram, Istana Donggung, dan Kolam Wolji.

250730_KCCI_12

Di penghujung acara, Jeong Ok Jeon selaku pembicara Kuliah Khusus Karya Seni Kerajaan Silla berfoto bersama para peserta.


Kuliah khusus yang ditutup dengan sesi tanya jawab interaktif dan foto bersama pembicara serta para peserta menjadi momen penuh semangat untuk menggali lebih dalam kekayaan warisan Dinasti Silla.

Melalui artefak, narasi sejarah, dan perbandingan budaya, para peserta diajak menyelami jejak kejayaan Silla yang merefleksikan nilai-nilai kehidupan, dari keindahan dan spiritualitas, hingga hubungan antarmanusia dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.


margareth@korea.kr

*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.

konten yang terkait