Wartawan Kehormatan

2024.09.13

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian
Penulis: Wartawan Kehormatan Hanum Nur Aprilia dari Indonesia
Foto: Hanum Nur Aprilia


Cheong Wa Dae, yang dulunya merupakan simbol kekuasaan tertinggi Republik Korea, kini menyambut pengunjung dengan tangan terbuka. Melangkah masuk ke kompleks bersejarah ini, penulis merasakan transformasi besar yang telah dilalui Cheong Wa Dae—dari masa ketika keputusan besar negara diambil hingga kini berdiri sebagai museum yang merangkul semua kalangan.

Cheong Wa Dae, yang dibuka untuk umum tanpa biaya masuk, kini menjadi ruang publik yang menghubungkan masyarakat dengan sejarah dan budaya diplomasi Korea.

Cheong Wa Dae, yang dibuka untuk umum tanpa biaya masuk, kini menjadi ruang publik yang menghubungkan masyarakat dengan sejarah dan budaya diplomasi Korea.


Sebagai wisatawan asing, penulis merasa sedikit kesulitan dalam memahami sistem pemesanan daring untuk mendapatkan tiket masuk Cheong Wa Dae. Penulis akhirnya memutuskan untuk langsung pergi ke loket tiket di gerbang utama. Proses yang harus dilewati ternyata cukup sederhana—pengunjung hanya perlu menunjukkan paspor dan menerima wristband untuk dipindai di pos pemeriksaan keamanan.

Begitu melewati gerbang masuk, pandangan penulis tertuju pada kerumunan orang yang mengantri foto di halaman depan. Mereka berpose dengan latar belakang yang memukau—instalasi cantik berwarna merah muda yang mencolok di antara nuansa hijau pepohonan. Penulis mendekat untuk membaca tulisan di instalasi tersebut, dan segera menyadari bahwa tulisan tersebut adalah slogan baru Cheong Wa Dae yang berarti ‘Cheong Wa Dae Kembali pada Rakyat’. Slogan ini menjadi jiwa baru bagi Cheong Wa Dae, mencerminkan transformasi gedung ini dari simbol kekuasaan menjadi milik seluruh lapisan masyarakat.

Cheong Wa Dae telah menapaki perjalanan sejarah panjang dan penuh makna. Berawal dari vila kerajaan di masa Dinasti Goryeo, lalu berubah menjadi sebuah taman di Istana Gyeongbokgung hingga menjadi kantor pemerintahan selama penjajahan Jepang. Setelah kemerdekaan pada tahun 1945, gedung ini dihidupkan kembali sebagai kediaman dan kantor resmi presiden pertama Republik Korea, Syngman Rhee, yang menamainya ‘Gyeong Mu Dae’. Pada tahun 1960, Presiden Yun Bo-seon mengganti namanya menjadi ‘Cheong Wa Dae’ yang memiliki arti ‘Rumah Biru’, terinspirasi dari ciri khas atap berwarna biru. Peran Cheong Wa Dae sebagai pusat pemerintahan berakhir di masa kepemimpinan Presiden Yoon Suk Yeol, yang membuka pintu Cheong Wa Dae untuk umum pada Mei 2022.

Simbol ikonik atap biru yang megah dan lambang kepresidenan yang berkilau emas mencerminkan keagungan Cheong Wa Dae.

Simbol ikonik atap biru yang megah dan lambang kepresidenan yang berkilau emas mencerminkan keagungan Cheong Wa Dae.


Setelah menikmati keindahan taman di halaman depan yang menawan, penulis bergabung dalam antrian untuk memasuki gedung utama Cheong Wa Dae. Antusiasme masyarakat lokal dan wisatawan mancanegara terlihat jelas, dan pengurus museum dengan sigap mengatur jumlah pengunjung yang masuk untuk menjaga suasana tetap kondusif. Meskipun antriannya cukup panjang, prosesnya berlangsung cepat—setelah menunggu sekitar lima menit, penulis dipersilakan masuk oleh staf yang berjaga di depan pintu masuk.

Salah satu hal yang menarik perhatian penulis adalah kebijakan kebersihan yang diterapkan oleh para staf. Sebelum memasuki gedung, setiap pengunjung diwajibkan membersihkan sepatu mereka di atas keset untuk menjaga kebersihan karpet di dalam gedung. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya pengurus museum dalam merawat fasilitas yang ada.

Begitu memasuki gedung utama, kemegahan bangunan ini langsung terasa melalui desain interior mewah yang memadukan karpet merah dan lampu gantung keemasan. Meskipun ukuran gedung ini cukup besar, tata letaknya dirancang untuk memandu pengunjung melalui rute yang telah diatur. Adapun sejumlah staf bersiaga di beberapa titik untuk memandu tamu hingga alur kunjungan terjaga rapi.

Ruangan pertama di dalam gedung utama menampilkan deretan foto presiden Republik Korea, dari presiden pertama hingga era presiden Moon Jae-in. Foto-foto ini memberikan gambaran yang jelas tentang perubahan kepemimpinan dan era politik Republik Korea. Sebuah layar LED besar menampilkan berbagai foto presiden terkini, Yoon Suk Yeol, yang terlibat aktif dalam berbagai aktivitas diplomasi menyambut pengunjung begitu memasuki ruang berikutnya.

Sebagian besar ruangan di lantai pertama memamerkan cinderamata dari berbagai pemimpin dunia kepada presiden Republik Korea selama bertahun-tahun. Setiap benda dalam pameran ini mencerminkan hubungan diplomatik global yang telah terjalin. Melihat berbagai cinderamata tersebut, penulis dapat merasakan keramahan internasional yang dimiliki oleh Republik Korea.

Penulis dengan semangat mencari cinderamata dari Indonesia, mengingat hubungan bilateral antara Indonesia dan Republik Korea telah berlangsung lebih dari 50 tahun. Hubungan diplomatik yang telah terjalin sejak tahun 1973 ini telah mencapai banyak kemajuan di berbagai bidang, seperti ekonomi, budaya, dan pertahanan. Menariknya, Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memiliki kemitraan khusus dengan Korea. Setelah mencari di segala penjuru ruangan, penulis menemukan sebuah patung Rama dan Shinta beserta papan keterangan di depannya yang menjelaskan bahwa patung tersebut diberikan Presiden Joko Widodo pada kunjungannya di tahun 2022. Patung ini tidak hanya menambah keindahan ruang pameran, tetapi juga menjadi simbol kuat dari pertukaran budaya antara Korea dan Indonesia.

Berbagai ruang pameran di gedung utama menggambarkan sejarah diplomatik dan politik Republik Korea.

Berbagai ruang pameran di gedung utama menggambarkan sejarah diplomatik dan politik Republik Korea.


Gedung utama Cheong Wa Dae yang terdiri dari dua lantai ini tidak hanya memamerkan hubungan diplomasi internasional Korea, tetapi juga mengajak pengunjung untuk mengintip berbagai ruangan penting yang sebelumnya tertutup dari pandangan publik. Ruangan tersebut antara lain ialah Ruang Mugunghwa di lantai pertama dan Kantor Presiden di lantai kedua.

Ruang Mugunghwa merupakan ruangan yang digunakan oleh Ibu Negara sebagai kantor dan ruang resepsi ketika menjamu tamu internasional. Kedua bagian ruangan tersebut memiliki nuansa yang berbeda, ruang kerja Ibu Negara kental dengan sentuhan khas Korea sedangkan ruang resepsi memiliki dekorasi gaya barat. Adapun Kantor Presiden dihias dengan banyak sentuhan tradisional, seperti penutup jendela berbahan hanji (kertas tradisional Korea), karpet berilustrasi lukisan tradisional, dan hiasan lampu berbentuk mahkota era kerajaan Silla. Lambang kepresidenan, perpaduan Bonghwang dan Mugunghwa, yang terbuat dari emas pun terpampang megah tepat di dinding belakang meja kerja Presiden.

Pengunjung dapat merasakan pengalaman yang interaktif melalui teknologi AI dan layar sentuh, serta membawa pulang souvenir seperti pamflet dan stempel bertema Cheong Wa Dae.

Pengunjung dapat merasakan pengalaman yang interaktif melalui teknologi AI dan layar sentuh, serta membawa pulang souvenir seperti pamflet dan stempel bertema Cheong Wa Dae.


Di antara berbagai ruangan, pameran di lantai pertama menjadi favorit penulis, terutama karena penggunaan teknologi yang mengesankan. Layar sentuh interaktif menampilkan Cheong Ma Ru, duta AI Cheong Wa Dae, yang menawarkan kuis seputar Korea. Di samping layar tersebut, terdapat tempat untuk mengambil cinderamata berupa pamflet yang menyerupai paspor, lengkap dengan tiga cap berbeda dengan gambar yang berkaitan dengan Cheong Wa Dae.

Sudut interaktif pun hadir di ruangan ini, mulai dari permainan rolet yang menampilkan dokumentasi kunjungan Presiden Yoon Suk Yeol ke berbagai negara hingga deretan tablet layar sentuh yang mengajak pengunjung meletakkan telapak tangan secara bersamaan untuk memunculkan ilustrasi naga biru yang memesona di layar lebar. Tur di Gedung Utama ini diakhiri dengan kesempatan berfoto di tangga ikonik dengan latar lukisan peninsula Korea karya Kim Shik.

Selain gedung utama, penulis juga menjelajahi area lain di dalam kompleks ini, termasuk bekas kediaman presiden Republik Korea. Meskipun tidak diperbolehkan masuk, terdapat rute untuk berjalan mengelilingi rumah tersebut. Berjalan di sepanjang rute yang disediakan, penulis dapat mengintip berbagai ruangan, seperti dapur, kamar, serta ruang rias yang modern—kontras dengan gaya arsitektur tradisional pada bagian luar. Kompleks Cheong Wa Dae juga menyediakan berbagai rute pendakian, namun penulis belum sempat menjelajahinya karena keterbatasan waktu.

Meskipun tidak dapat masuk, pengunjung masih bisa mengitari kompleks bekas kediaman presiden Korea dari luar untuk menikmati keindahan arsitekturnya.

Meskipun tidak dapat masuk, pengunjung masih bisa mengitari kompleks bekas kediaman presiden Korea dari luar untuk menikmati keindahan arsitekturnya.


Cheong Wa Dae bukan sekadar bangunan bersejarah; mengunjungi tempat ini memberikan wawasan bagaimana Korea menghormati masa lalunya sambil terus bergerak maju. Sesuai dengan slogan "Kembali kepada Rakyat", transformasi Cheong Wa Dae mencerminkan lebih dari sekadar perubahan fisik. Transformasi ini merupakan cerminan kemajuan Korea menuju keterbukaan baru, di mana sejarah yang dulunya hanya dapat diakses oleh segelintir orang kini tersedia untuk semua.

sofiakim218@korea.kr

*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.

konten yang terkait