Penulis: Wartawan Kehormatan Maulia Resta Mardaningtias dari Indonesia
Foto: Maulia Resta Mardaningtias
Pada hari Jumat (22/12/23), Korean Cultural Indonesia mengadakan acara bertajuk "Dongji Experience" dalam rangka mengenalkan Dongji melalui makanan Korea kepada para penggemar budaya Korea. Acara ini menghadirkan Chef Jun, seorang koki asal Korea sebagai pemandu. Dalam hal ini, penulis turut hadir sebagai salah satu peserta terpilih untuk mengenal apa arti perayaan Dongji untuk masyarakat Korea.
Perayaan Dongji atau Korean Solstice merupakan sebuah perayaan yang dirayakan pada tanggal 22 Desember, yakni hari dengan waktu siang terpendek dan waktu malam terpanjang dalam satu tahun.
Dalam perayaan Dongji, terdapat hidangan khusus yang biasa dimakan oleh masyarakat Korea, yakni patjuk atau bubur kacang merah. Pemilihan patjuk sebagai hidangan khas Dongji, didasari oleh masyarakat Korea yang memercayai bahwa kacang merah dapat mengusir hantu, khususnya Dokkaebi, sosok hantu yang digambarkan membawa pemukul berduri. Warna merah pada kacang merah dipercaya sebagai warna yang tidak disukai hantu sehingga sering dipakai dalam ritual pengusiran hantu.
Patjuk atau bubur kacang merah juga biasanya dinikmati bersama sujeonggwa, minuman khas Korea yang terbuat dari kayu manis, jahe, gula atau madu.
Acara ini berlangsung kurang lebih selama satu jam. Staf KCCI membuka acara dengan mendeskripsikan secara singkat mengenai filosofi perayaan Dongji di Korea. Di Indonesia, perubahan waktu cenderung stabil setiap tahunnya, Dongji yang dirayakan di Korea menjadi pengetahuan baru yang menarik bagi penulis.
Selanjutnya, Chef Jun memimpin acara dengan menjelaskan cara untuk membuat hidangan khas Dongji, yakni patjuk dan sujeonggwa.
Chef Jun menjelaskan bahwa pembuatan patjuk membutuhkan proses merebus yang cukup lama. Awalnya, kacang merah direbus dalam air selama 2-3 jam, setelah itu airnya diganti lalu direbus kembali selama 30 menit. Kemudian, kacang merah tersebut direbus kembali selama 2 jam dengan air yang baru. Setelah itu, kacang merah dihancurkan, lalu direbus kembali dengan sedikit air, garam, dan gula. Selanjutnya, kacang merah yang sudah direbus didiamkan selama satu hari dan direbus kembali keesokannya. Proses merebus yang panjang ini membuat patjuk tidak mudah basi.
Sujeonggwa dibuat dengan merebus kayu manis, daechu (kurma Korea), dan jahe. Setelah jadi, berikan gula sesuai selera.
Seusai penjelasan, penulis dan para peserta lainnya berkesempatan untuk mencicipi patjuk dan sujeonggwa yang telah disiapkan oleh Chef Jun. Pengalaman ini menjadi pengalaman pertama mengonsumsi kacang merah dalam bentuk bubur bagi penulis dan beberapa peserta yang penulis temui saat acara karena umumnya masyarakat Indonesia lebih familier dengan hidangan bubur kacang hijau atau bubur ketan hitam.
Setelah mencicipi semangkuk patjuk, aroma, kelembutan, serta rasa manis alami dari patjuk dengan mudah membuat penulis jatuh hati. Terlebih Chef Jun mengatakan bahwa patjuk buatannya tersebut tidak memakai gula tambahan sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan. Di samping itu, aroma kayu manis dan jahe yang tercium dari sujeonggwa yang dihidangkan dingin memberikan sensasi menenangkan bagi penulis ketika meminumnya. Rasa kedua hidangan khas Korea ini sesuai dengan selera para peserta sehingga meyakinkan penulis bahwa patjuk dan sujeonggwa dapat lebih luas diterima oleh masyarakat Indonesia.
Acara ini diakhiri dengan kuis seputar perayaan Dongji oleh KCCI kepada para peserta dengan hadiah menarik berupa tiga buah paket membuat makanan khas Korea, seperti kimchi bokkeumbap, doenjangjjigae, dan ttukbaegi-bulgogi.
margareth@korea.kr
*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.