Wartawan Kehormatan

2023.02.15

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian

Penulis: Wartawan Kehormatan Maulia Resta Mardaningtias dari Indonesia

Foto: Maulia Resta Mardaningtias


Masyarakat Indonesia yang berkeinginan untuk menempuh pendidikan tinggi di negara Republik Korea, tentunya tidak asing lagi dengan GKS (Global Korea Scholarship) atau yang dulu pernah dikenal sebagai KGSP (Korea Global Scholarship Program).

Berkaitan dengan GKS (Global Korea Scholarship), penulis berpartisipasi dalam gelar wicara yang diadakan oleh Korean Cultural Center Indonesia (KCCI) dengan mengambil tema "Alumni GKS, Spill dong~" pada hari Sabtu, 11 Februari 2023.

Acara ini dihadiri oleh dua pembicara, yakni Iis Septiana yang merupakan alumni penerima beasiswa GKS program Graduate dan Imam Lutfi yang merupakan alumni penerima beasiswa GKS untuk program Foreign Exchange Students. Dalam acara ini, keduanya berbagi pengalamannya memperoleh beasiswa GKS dan kehidupan saat kuliah di Korea.

Melalui artikel ini, penulis ingin menyampaikan poin penting yang disampaikan para pembicara selama acara berlangsung.

GKS Program Foreign Exchange Students

Foto Imam Lutfi sedang berbagi pengalamannya mengenai beasiswa GKS dan kehidupannya di Korea.

Foto Imam Lutfi saat berbagi pengalamannya mengenai beasiswa GKS dan kehidupannya di Korea.


Imam Lutfi, seorang alumni ABANAS Universitas Nasional tahun 2010 dan juga alumni penerima beasiswa GKS untuk Exchange Program tahun 2012 membagikan pengalamannya menjadi penerima beasiswa di Universitas Silla di Busan.

Secara singkat, ia menceritakan bahwa GKS program Foreign Exchange Students adalah beasiswa yang bersifat undangan, di mana pihak GKS akan mengirim undangan ke Universitas di Indonesia yang memiliki ikatan kerja sama dengan program GKS.

Selanjutnya, dalam proses pendaftaran, ia menyebutkan berbagai dokumen penting yang dibutuhkan. Salah satunya adalah statement of purpose/study plan. Ia menekankan pentingnya statement of purpose atau study plan (rencana belajar) ketika seseorang ingin mendaftar beasiswa.

"Karakter kamu seperti apa, yang ingin kamu pelajari itu apa, itu yang harusnya kamu tuangkan dalam study plan," ucap Imam Lutfi.

Selain itu, ia juga menyarankan adanya penambahan value pada study plan, seperti tujuan untuk belajar di Korea dan setelah menyelesaikan studi apa yang akan dilakukan dengan ilmu tersebut di Indonesia.

"Banyak yang menulis study plan tetapi banyak yang hanya melewatkan hal itu. Padahal itu salah satu kunci untuk penilaian mereka, kenapa mereka harus pilih kamu," tambah Imam Lutfi.

Selama mengikuti program beasiswa, ia berbagi pengalaman bahwa ada beberapa kegiatan yang dilakukannya, yakni (1) Korean Language Course, di mana peserta diwajibkan untuk ikut dalam kelas bahasa Korea setidaknya 1 semester, (2) Korean Literature Major, di mana peserta diwajibkan mengambil SKS (Satuan Kredit Semester) yang tidak memiliki batasan tertentu yang wajib diambil, tetapi ada syarat minimal nilai yakni harus B, dan bisa mengambil lintas jurusan, tetapi tidak bisa lintas fakultas. Selain itu, ada (3) Cultural Activities, yang menyerupai ekstra kurikuler yang bisa dipilih untuk semua mahasiswa internasional.

"Administratif itu memang penting, tetapi lebih dari itu bagaimana kita menonjolkan ke penyeleksi beasiswa bahwa kita benar-benar layak ada di situ," ucap Imam Lutfi.

GKS-G (Graduate)


Foto Iis Septiana sedang berbagi pengalamannya sebagai alumni penerima beasiswa GKS-G dan kehidupannya di Korea.

Foto Iis Septiana saat berbagi pengalamannya sebagai alumni penerima beasiswa GKS-G dan kehidupannya di Korea.


Global Korea Scholarship (GKS) memiliki berbagai program, selain program pertukaran mahasiswa, ada juga program lainnya seperti GKS-U (Undergraduate) yang memiliki batas usia 25 tahun dan GKS-G (Graduate) dengan batas usia maksimal 40 tahun.

Iis Septiana menceritakan pengalamannya memperoleh beasiswa GKS-G pada tahun 2016. Ia mengatakan bahwa saat itu sedang banyak ketertarikan orang-orang untuk kuliah ke luar negeri.

Setelah mencoba mendaftar beasiswa di beberapa negara Eropa dan Asia, ia menyimpulkan bahwa setiap negara memiliki karakternya masing-masing. Karakteristik negara-negara Asia adalah research-based. Hal itu yang membuat ia tertarik untuk melanjutkan pendidikannya ke Korea.

Ia menginformasikan bahwa ada dua jalur yang dapat ditempuh untuk mendaftar beasiswa GKS, yakni melalui Embassy Track (Jalur Kedutaan Besar Korea) dan University Track (Jalur Universitas). Jalur Kedutaan Besar Korea dilakukan dengan mengirim berkas-berkas yang dibutuhkan ke Kedutaan Besar Korea di Jakarta, sedangkan jalur Universitas dilakukan dengan cara mengirim berkas langsung ke Korea.

Selain itu, sama seperti apa yang ditekankan oleh Imam Lutfi, Iis Septiana juga menekankan akan pentingnya motivasi mendaftar dalam program ini dalam statement of purpose dan study plan. Mereka juga menekankan pentingnya memperhatikan dokumen-dokumen yang harus dilegalisasi Apostille.

Pertanyaan dari Peserta Gelar Wicara

1. Jika diterima GKS, untuk daftar asrama apakah pakai uang sendiri dulu atau sudah otomatis dikurangi dari uang bulanannya?

Iis Septiana: Pertama kali datang, saya masuk sekolah bahasa terlebih dahulu. Untuk asrama sendiri, uangnya langsung dipotong dari uang bulanan, jadi yang dikirim oleh kampus ke kita sudah bersih, itu waktu di sekolah bahasa. Saat di sekolah bahasa, kita tidak perlu memikirkan lagi untuk daftar asrama. Tetapi ketika kita masuk universitas setelah lulus sekolah bahasa, kita harus daftar asrama sendiri dan bayar asramanya sendiri dengan menggunakan uang beasiswa yang diberikan.

Imam Lutfi: Kalau saya sebenarnya berbeda sedikit, cuma karena programnya sama, dulu saat saya datang, tahun ajaran barunya sama seperti (program) S1, jadi saya berangkat awal Maret dan beasiswanya baru turun tanggal 31 Maret untuk Maret dan April. (Dengan uang itu) kita bayarkan ke asrama, tetapi di asrama ada penangguhan, sudah ada surat keterangan bahwa kita tidak perlu bayar sebelum beasiswa masuk. Kita nikmati fasilitasnya dulu, ketika uang sudah turun bisa bayar pakai itu.

2. Apakah ada tips untuk mengikuti cara belajar orang Korea yang katanya ambisius, dan jika pernah mengalami kesulitan, bagaimana cara mengatasinya?

Iis Septiana: Mahasiswa Korea ambisius itu sangat benar adanya. Karena pernah pengalaman kalau di kampus saya nilai paling tinggi adalah A+, tetapi teman-teman Korea ini kalau tidak mendapatkan nilai A+, mereka akan gelisah. Kita nantinya akan terbawa dengan sendirinya, karena profesornya pun memotivasinya seperti itu. Sebenarnya suatu hal yang bagus ritme kita akan mengikuti mereka. Salah satu cara untuk masuk ke ritme mereka adalah belajar bersama.

Imam Lutfi:
Kurang lebih sebenarnya sama, bahwa kebiasaan itu nanti akan terbawa sesuai dengan lingkungannya. Di Korea semua perpustakaan dibuka 24 jam. Terkadang saat masa ujian selama 2 minggu, bahkan di asrama diberikan makan malam gratis untuk mendukung orang yang belajar. Jadi secara tidak langsung kita pun terbawa, terlebih kita membawa nama Indonesia.

3. Mengenai interview, apakah saat tanya jawab menggunakan bahasa Inggris saja atau juga menggunakan bahasa Korea? Lalu apakah pertanyaannya hanya yang ditulis saja atau ada pertanyaan lain yang berhubungan dengan jurusan yang diminati?

Iis Septiana: Terkait interview, waktu pengalaman saya interviewnya ada tiga orang, yaitu satu orang Indonesia dan dua orang Korea. Semua dalam bahasa Inggris. Pertanyaan yang ditanyakan adalah seputar personal statement dan study plan, seperti alasan memilih jurusan itu, alasan ingin kuliah di Korea, alasan memilih kampus itu, tujuan setelah lulus, di sana ingin belajar apa, serta bagaimana cara survive jika tidak mengetahui bahasa Korea. Tip wawancara dari saya adalah jawab sejujur-jujurnya, jadi kita harus menguasai apa yang kita tulis, dan jawab sesuai yang kita tulis.

4. Apakah Kakak-Kakak pernah memiliki Korean Buddy? Lalu mengenai dokumen yang harus di-apostille, apakah ijazah kita dalam bahasa Indonesia dan dokumen yang di terjemahkan saja yang di-apostille?

Iis Septiana: Di kampus saya, basic kurikulumnya tidak ada Korean Buddy. Jadi, dalam satu program bahasa, isinya mahasiswa asing semua dan yang orang Korea hanya guru-gurunya saja. Tetapi dari kampus pernah ada program tambahan bernama One Day Trip with Korean dan di situ kita dipasangkan dengan Korean Buddy. Sedangkan untuk apostille, kalau ijazah kita dalam bahasa Indonesia harus terjemahkan dan itu yang di-apostille.

Imam Lutfi: Kalau saya sama. Hal itu tergantung kebijakan universitas, karena biasanya mereka akan membuka lowongan relawan untuk mahasiswa lokal yang ingin menjadi buddy. Kembali lagi dengan kebijakan universitas, ada yang memang menemani belajar, ada yang tujuannya bertukar bahasa.

5. Apa pertimbangan memilih mendaftar jalur kedutaan besar Korea, dan apakah ada tips dalam memilih jalur pendaftaran?

Iis Septiana: Pertimbangan terbesar kenapa memilih jalur embassy adalah karena lebih murah karena dokumen hanya dikirim ke Jakarta. Kalau jalur universitas langsung dikirim ke Korea dan saat itu waktunya terbatas. Lalu yang kedua, saya masih tidak ambisius untuk ke satu universitas saja, jadi jika ingin mencoba universitas yang lain bisa coba jalur embassy. Tahun ini, kalau melihat panduannyanya, setiap universitas punya batas kuota.


Melalui gelar wicara ini, penulis dapat mengetahui bahwa GKS memiliki berbagai program beasiswa, di mana pendaftaran dapat dilakukan dalam dua jalur, yakni Jalur Kedutaan Besar Korea atau Jalur Universitas. Artikel ini merupakan ringkasan acara gelar wicara "Alumni GKS, Spill dong~," tetapi jika pembaca ingin menyaksikan langsung acaranya, siaran ulang acara ini dapat disaksikan di instagram KCC Indonesia.


sofiakim218@korea.kr

*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net yang berasal dari seluruh dunia serta membagikan cinta dan semangat mereka untuk semua hal yang berhubungan dengan Korea Selatan.


konten yang terkait