Penulis: Margareth Theresia dan Aisylu Akhmetzianova
Video: Lee Jun Young
Desa Dongbaek adalah sebuah desa yang terletak di Sinheung2-ri, Namwon-eup, Kota Seogwipo, Provinsi Jeju. Desa ini menjaga tradisinya selama lebih dari 300 tahun dengan menggunakan sumber daya desa, yaitu dongbaek (kamelia). Hasil dari gerakan desa tersebut bahkan mendapatkan pengakuan dari dunia.
Usaha penduduk desa terkait kamelia sudah dimulai sejak tahun 2007. Kerja keras mereka membuat Desa Dongbaek mendapatkan pengakuan dari Organisasi Pariwisata Dunia (UN Tourism) pada tahun 2023 sebagai desa wisata unggul.
Desa Dongbaek bahkan terpilih sebagai desa wisata percontohan destinasi wisata gastronomi dunia pada tahun 2024. Kesuksesan ini berawal dari 'komunitas desa'.
Alasan Desa Dongbaek mampu meraih perhatian dunia berada pada kebun kamelia dan minyak kamelia yang dihasilkan oleh penggilingan kamelia tradisional yang berada di dalam desa tersebut.
Sejarah Desa Dongbaek dimulai pada tahun 1706. Pohon kamelia yang ditanam saat itu akhirnya berkembang hingga menjadi lebih dari 20 ribu batang pohon yang tersebar di seluruh penjuru Desa Dongbaek. Lokasi kebun tempat pohon kamelia pertama ditanam tersebut ditetapkan menjadi monumen peringatan daerah Jeju yang ke-27.
Warga desa menggunakan biji buah kamelia untuk dibuat menjadi minyak. Proses tersebut menjadi nilai-nilai penting dan mampu mendorong ekonomi desa.
Pohon kamelia berbuah pada bulan September hingga November setiap tahunnya. Warga lansia Desa Dongbaek lalu mengumpulkan biji-biji kamelia untuk dikirim ke penggilingan kamelia agar akhirnya menjadi produk minyak kamelia. Penggunaan minyak kamelia berbeda tergantung dari waktu dan cara penyangraian.
Choi Hye Yeon menjelaskan, "Apabila biji kamelia disangrai hingga muncul minyak pekat, minyak tersebut akan memiliki wangi yang kuat seperti minyak wijen sehingga bisa digunakan sebagai campuran untuk memakan nasi." Choi adalah kepala sekretaris untuk pusat penelitian warisan Desa Dongbaek.
Choi menambahkan, "Minyak kamelia yang tidak terlalu pekat bisa digunakan untuk pasta atau selada. Selain itu, minyak kamelia mentah bisa digunakan sebagai minyak kecantikan."
Desa Dongbaek mengoperasikan berbagai program aktivitas yang menggunakan minyak kamelia, salah satunya adalah program terkait bibimbap dengan kamelia. Para peserta program bisa melihat proses pembuatan minyak kamelia, lalu mencoba bibimbap yang menggunakan minyak produksi tersebut,
Bibimbap tersebut dipadukan dengan menggunakan tak hanya minyak kamelia, tetapi juga dengan berbagai sayuran yang diproduksi di Desa Dongbaek. Minyak kamelia tersebut terasa sangat lembut dan harmonis dengan berbagai bahan yang ada di dalam bibimbap.
Choi menutup, "Kita bisa menyebut minyak kamelia sebagai minyak zaitun dari timur karena minyak ini sangat kaya dengan omega-9 sehingga baik untuk kesehatan tubuh."
Selain Desa Dongbaek, Desa Sehwa juga ikut terpilih sebagai desa percontohan untuk destinasi wisata gastronomi dunia pada bulan Juni 2024. Desa yang memiliki sejarah lebih dari 600 tahun tersebut berada di Gujwa-eup, Kota Jeju.
Desa Sehwa termasuk desa yang besar karena memiliki penduduk lebih dari 2.200 jiwa. Desa ini dikenal karena terletak dekat dengan Darangswi Oreum, memproduksi 60-70% wortel di Korea, dan menjadi tempat munculnya gerakan para haenyeo (penyelam wanita) pada tahun 1932.
477 orang penduduk desa membentuk Koperasi Desa Sehwa pada tahun 2019 untuk membuat Desa Sehwa yang lebih baik. Mereka mengembangkan berbagai produk wisata, seperti program aktivitas bersama haenyeo serta tur desa dan Darangswi Oreum. Program aktivitas bersama haenyeo yang meraih popularitas di antara para turis.
Yang Gun Mo PD menjelaskan, "Ini semua berkat budaya haenyeo yang mencari hewan laut melalui harmonisasi dengan alam serta pembuatan makanan yang digunakan melalui hewan laut yang ditangkap langsung dari alam."
Para peserta program ikut mencari hewan laut bersama haenyeo. Mereka belajar bagaimana mencari hewan-hewan tersebut hingga mengolahnya menjadi hidangan laut. Beberapa hewan laut yang bisa ditangkap antara lain adalah landak laut, gurita, dan Turbo cornutus.
Saat ini, para peserta hanya bisa mengolah hewan-hewan laut yang mereka tangkap untuk menjadi masakan sederhana, seperti mi. Akan tetapi, program ini akan menyediakan berbagai kelas memasak menu lainnya, seperti sate dan masakan berkuah.
Shin Kyungyoon yang hadir pada program bulan September 2024 menyatakan bahwa program tersebut merupakan program keduanya. Pada bulan November 2023 ia pernah mengikuti program serupa dan kali ini mengajak tiga orang temannya untuk mengikuti program agar bisa berbagi keceriaan bersama."
Shin menambahkan, "Awalnya kami melihat para haenyeo yang menangkap Turbo cornutus kemudian meletakkannya di atas batu. Kami lalu memperhatikan lokasi tempat kerang itu berada dan mencoba sedikit untuk menangkapnya sendiri."
"Kami berbagi cerita selama para haenyeo mempersiapkan makan siang sehingga kami bisa merasa dekat dengan mereka," tutup Shin.
margareth@korea.kr