Pada tanggal 4 Februari, pemerintah mengadakan rapat pertama Satuan Tugas (Task Force) gabungan publik-swasta untuk menanggapi tindakan Jepang yang mendaftarkan tambang Sado sebagai situs warisan dunia UNESCO.(Kementerian Luar Negeri)
Oleh Lee Jihye
Pada tanggal 4 Februari, pemerintah mengadakan rapat pertama Satuan Tugas (Task Force) gabungan publik-swasta untuk menanggapi tindakan Jepang yang mendaftarkan tambang Sado sebagai situs warisan dunia UNESCO.
Rapat pada hari tersebut dihadiri oleh 7 kementerian pemerintah termasuk Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata, Kementerian Pendidikan, Kementerian Administrasi Umum, dan Keamanan, Administrasi Cagar Budaya, Badan Promosi Budaya Luar Negeri, dan Arsip Nasional, serta eksekutif tingkat Direktur dari 3 lembaga publik termasuk Yayasan Dukungan Korban Mobilisasi Paksa Jepang (Foundation for Victims of Forced Mobilization by Imperial Japan), Yayasan Sejarah Asia Timur Laut (Northeast Asian History Foundation), dan Komisi Korea Selatan UNESCO.
Pemerintah meluncurkan Satuan Tugas gabungan publik-swasta yang dipimpin oleh Duta Besar Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Lee Sang-hwa pada tanggal 28 bulan lalu, tanggal pengumuman keputusan pelaksanaan pendaftaran tambang Sado oleh Jepang.
Pada pertemuan tersebut, Duta Besar Lee meminta para anggota untuk mempersiapkan pengumpulan dan analisis data yang diperlukan dengan cermat melalui saran para ahli di bidang terkait dan kolaborasi erat antara kementerian dan lembaga terkait, serta membahas tentang strategi respon langkah demi langkah dan rencana tindakan lanjut untuk masing-masing kementerian dan lembaga terkait.
Satuan tugas gabungan publik-swasta seterusnya berencana untuk mempertahankan sistem kerja sama dalam negeri yang efisien dengan menjalankan pertemuan kelompok skala kecil dari waktu ke waktu, dan juga aktif mengembangkan kerjasama dengan dunia internasional.
Kementerian Luar Negeri menyampaikan, para peserta rapat secara aktif menyetujui opini pemerintah mengenai langkah-langkah tindak lanjut terkait fasilitas industri modern Jepang yang terdaftar sebagai situs warisan dunia pada tahun 2015, yang harus didahului penerapannya dengan kukuh tanpa penundaan.
Para peserta juga mengingat 'keputusan kuat' yang diambil oleh Komite Warisan Dunia pada Juli tahun lalu. Jepang telah berjanji untuk mengambil langkah-langkah untuk menghormati korban kerja paksa, termasuk warga Korea, ketika fasilitas industri modern, Hashima (The Battleship Island) terdaftar sebagai situs warisan dunia. Namun, Pusat Informasi Warisan Industri dibuka di Tokyo, jauh dari lokasi tersebut dan justru mendistorsi sejarah kerja paksa dengan menonjolkan citra seolah-olah tidak ada diskriminasi maupun pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Korea. Oleh karena itu, Komite Warisan Dunia yang terdiri dari 21 negara anggota, mengambil keputusan pada pertemuan ke-44 Juli lalu untuk mengungkapkan penyesalan yang kuat atas cara Jepang mengelola situs warisan dunia.
Meskipun Jepang telah mendapat kritik dari Komite Warisan Dunia karena tidak memenuhi janjinya, Jepang mencoba lagi untuk mendaftarkan tambang Sado, sebuah situs kerja paksa warga Korea, sebagai situs warisan dunia. Pemerintah menekankan bahwa pendaftaran ulang Jepang atas tempat-tempat kerja paksa yang pada dasarnya bersifat sama, menunjukkan masalah kepercayaan dalam dunia internasional.
Tambang Sado adalah lokasi tragedi di mana 1.200 hingga 2.000 warga Korea dimobilisasi selama Perang Pasifik dan disiksa dengan kerja keras. Tambang ini, yang terkenal sebagai tambang emas era Edo, digunakan untuk menyediakan persediaan perang seperti tembaga, besi, dan seng setelah Perang Pasifik berlangsung. Jepang mengerahkan sejumlah besar warga Korea sebagai tenaga kerja di tambang yang berisiko kecelakaan tinggi.
jihlee08@korea.kr