Penulis: Koh Hyunjeong (Korea.net) dan Kang Sung Chul (Yonhap News)
"Yang paling keren adalah musik tradisional Korea. Saya sedang menantang diri saya untuk beraktivitas musik fusion karena ingin mempromosikan budaya tradisional Korea."
Min Yongchi telah menyelenggarakan pertunjukan di Korea dan Jepang selama 30 tahun terakhir ini. Ia merupakan diaspora Korea generasi ketiga yang lahir dan besar di Jepang. Min menyampaikan kalimat tersebut saat melakukan wawancara dengan Korea.net dan Yonhap News pada tanggal 1 November lalu.
Ia lahir dan besar di Osaka, Jepang. Ia menempuh pendidikan hingga jenjang SMP di Osaka, lalu bersekolah di SMA Nasional Gugak dan melanjutkan pendidikannya di jurusan musik tradisional Korea (gugak) di Universitas Nasional Seoul.
Pada saat ia menempuh pendidikan di jenjang universitas, ia berhasil meraih emas pada Kompetisi Samulnori Dunia Kedua. Pada tahun yang sama, ia juga meraih peringkat tiga kompetisi yang diadakan oleh Harian Dong-a Ilbo untuk daegeum (salah satu jenis alat musik tiup tradisional Korea).
Melalui berbagai prestasinya, ia sebetulnya bisa masuk ke dalam kelompok pemain musik tradisional Korea setelah lulus kuliah, tetapi ia memilih jalan lain.
Ia memilih untuk menjadi seorang solis agar bisa mencoba berbagai hal baru dan beraktivitas secara bebas. Ia memilih untuk menyebarkan sinhanak (musik Korea baru), genre baru yang ia buat dengan menggabungkan musik tradisional Korea dengan jaz.
Min Yongchi adalah seorang pakar yang ingin mempromosikan musik tradisional Korea dengan mengikuti tren masa kini, yaitu melalui musik fusion.
- Apa yang membuat Anda memilih musik tradisional Korea?
Saya dan ketiga saudara saya menjadi seniman untuk memenuhi mimpi ayah kami yang tidak terwujud, yaitu menjadi musisi. Oleh karena itu, secara natural saya hidup di jalan sebagai seorang musisi sebagai anak ketiga ayah saya.
Rumah kami yang kecil dipenuhi oleh pengeras suara yang dikumpulkan oleh ayah saya, gayageum (salah satu jenis alat musik petik tradisional Korea) oleh kakak perempuan saya, dan piri (salah satu jenis suling tradisional Korea) oleh kakak laki-laki saya. Adik perempuan saya sendiri masuk ke jurusan tari tradisional Korea.
Apabila rumah kami luas, saya rasa kami tidak bisa merasakan berbagai warna seni tradisional Korea di dalam satu tempat. Saya merasa bahwa keadaan ini dimungkinkan karena kami hidup sebagai keluarga multikultural di Jepang.
Saat ini saya sedang mengajar mahasiswa Korea di Universitas Wanita Ewha dan Universitas Seni Chugye. Apabila memungkinkan, saya ingin membawa mahasiswa-mahasiswa dengan latar belakang diaspora Korea di Jepang untuk belajar musik tradisional Korea sehingga mereka bisa fasih memahami budaya Korea maupun Jepang.
- Shinhanak merupakan musik tradisional Korea fusion. Apa alasan Anda mencoba bidang ini?
Saya memang lulus dari jurusan musik tradisional Korea di Universitas Nasional Seoul. Akan tetapi, saya bermain drum di brass band saat saya menempuh pendidikan di jenjang SD dan SMP. Oleh karena itu, saya mendengar musik barat dan Korea di dalam kepala saya.
Setelah lulus kuliah, saya memang bisa masuk ke dalam kelompok pemain musik tradisional Korea, tetapi saya memilih untuk menjadi pekerja lepas karena saya ingin mencoba mencampur musik barat dan timur.
Musik tradisional Korea memang memang bisa membuat ketagihan, tetapi musik tersebut sangat lambat dan sulit dipahami oleh orang awam. Oleh karena itu, orang awam sulit untuk bisa menikmati musik tradisional Korea. Oleh karena itu, saya mencoba berbagai cara agar masyarakat modern bisa menikmati musik tradisional Korea dengan mudah.
Saya telah bekerja sama dengan para penyanyi pop dan musisi klasik terkenal untuk menyajikan musik fusion. Beberapa di antaranya adalah PSY, Shin Hae-chul, Lee Moon Sae, Kang San-eh, DJ DOC, Roo'Ra, PANIC, Chung Myung-whun, Chung Myung-wha, Sumi Jo, dan Yang Bang Ean.
- Apakah ada kesulitan sebagai seorang diaspora Korea selama Anda beraktivitas dalam bidang musik tradisional Korea?
Saya hidup dengan memiliki dua identitas. Saya bisa bebas berekspresi dan beraktivitas dalam berbagai genre musik berkat identitas saya yang tidak 100% orang Korea maupun Jepang. Hal yang saya coba secara natural ini ternyata merupakan hal yang baru dan segar bagi orang lain.
- Pertunjukan apa yang mendapatkan tanggapan paling bagus selama Anda beraktivitas di luar Korea?
Sebetulnya, penonton di luar Korea lebih menginginkan pertunjukan musik tradisional Korea asli dibanding fusion. Mereka antusias dengan kemegahan musik tradisional Korea. Apabila pertunjukan Jongmyo Jeryeak dan SINAWI ditampilkan di depan penonton asing, maka mereka akan terhanyut dalam pertunjukan tersebut dan memberikan tepuk tangan yang meriah. Mereka tidak cepat bosan atau mengantuk. Musik tradisional Korea adalah musik yang tidak bisa mereka tiru.
Pertunjukan noh (sendratari tradisional Jepang) disambut meriah oleh penonton asing, bahkan tiket reservasi pertunjukan tersebut habis beberapa bulan sebelumnya jika pertunjukan tersebut diselenggarakan di luar Jepang.
Pertunjukan dengan menggunakan tarian atau alat musik biasanya mendapatkan tanggapan baik di luar negeri dibanding pertunjukan dengan menggunakan lagu. Walaupun takarir disajikan pada pertunjukan lagu, tetap ada batasan bagi para penonton. Kemudian, walaupun cara bernyanyinya sedikit berbeda, pasti akan tetap ada sedikit kemiripan dengan cara penyajiannya di berbagai negara.
- Pertunjukan mana yang paling Anda ingat?
Saya berpartisipasi dalam Korean Heritage Camp (untuk anak-anak adopsi dari Korea) sebanyak 13 kali dari tahun 1996 hingga 2011 di Denver, Colorado, Amerika Serikat. Saya bermain samullori (pertunjukan perkusi tradisional Korea) setiap kali saya berpartisipasi. Saya masih mengingat anak-anak yang menangis lalu memegang celana saya pada pertunjukan pertama saya di sana. Mereka berkata, "Tolong masukan saya ke dalam tas Anda dan bawa saya ke Korea."
Sepertinya saya telah menyentuh akar asal usul mereka yang selalu ingin mereka ketahui selama hidup di dalam masyarakat kulit putih. Hal itu bisa mereka rasakan saat saya memperdengarkan musik tradisional Korea. Akar dan identitas sebuah bangsa bisa didengar dari musik tradisionalnya. Saya merasa bahwa saya telah memilih jalan yang benar setiap melihat anak-anak tertawa saat mendengar musik tradisional Korea.
- Adakah yang ingin Anda mohon dari para penonton?
Saya berharap Anda semua bisa menerima seni dengan hati terbuka tanpa menggunakan prasangka. Para seniman tidak berkompetisi satu sama lain. Walau memiliki genre yang berbeda, para seniman memiliki hati yang sama untuk memberikan pengalaman kaya kepada para penonton mereka melalui karya.
- Apa rencana Anda ke depannya?
Saya akan berpartisipasi dalam pertunjukan World-resonating Arirang di Seoul pada bulan Desember. Saya juga akan berkolaborasi dengan grup kreatif Institut Gugak Nasional untuk memberikan pertunjukan di Symphony Hall di Osaka pada April tahun depan untuk memperingati 25 tahun berdirinya KCC (Korean Cultural Center) di Osaka, Jepang.
Selama ini saya telah melakukan berbagai cara untuk mempromosikan musik tradisional Korea dengan menggunakan musik fusion. Akan tetapi, sekarang usia saya sudah lebih dari 50 tahun sehingga saya berpikir sepertinya inilah saatnya saya mempromosikan musik tradisional asli.
Pada bulan Oktober 2024, saya akan memberikan pertunjukan di Tokyo bersama pakar samullori, Kim Deoksu. Pada bulan November 2024, saya akan menampilkan pertunjukan gabungan antara musik tadisional Korea dengan noh dari Jepang lalu melakukan tur ke tiga kota di Jepang (Fukuoka, Osaka, dan Tokyo) serta Seoul di Korea.
Saya berharap para penonton yang hadir akan terpukau dengan daya tarik musik tradisional Korea. Selain itu, saya berharap pertunjukan kali ini akan dapat membantu pasar musik dan hak cipta musik tradisional Korea.