Dorothea Mladenova
Peneliti Studi Jepang di Universitas Leipzig
Tanggal 28 bulan lalu menandai 1 tahun dipasangnya 'Patung Perdamaian (Comfort Woman Statue)' di distrik Mitte di Berlin, Jerman. Baru-baru ini, Kantor Distrik Mite memutuskan untuk memperpanjang izin khusus pemasangan patung tersebut selama satu tahun sampai 28 September tahun depan. Situasi ini berubah 180 derajat sejak saat patung perdamaian pertama kali dipasang 1 tahun yang lalu.
Setahun yang lalu, Kantor Distrik Mite menerima permintaan dari kedutaan besar Jepang untuk menurunkan patung tersebut, dan hanya dalam waktu dua minggu sejak dipasang, perintah penurunan telah dikeluarkan. Masalah Jugun Ianfu (Comfort Women) adalah murni masalah diplomatik antara Jepang dan Korea Selatan, dan argumen diplomat Jepang bahwa Jerman tidak dapat campur tangan dalam masalah ini telah diterima. Masyarakat sipil Berlin memprotes keras, dan bahkan perempuan Jepang di Jerman ikut memprotes untuk mendesak Kantor Distrik Mite menarik kembali perintah pembongkaran. Mereka berargumen untuk memasang patung perdamaian dengan alasan kebebasan dalam seni, kewajiban Jerman untuk menerima sejarah kejahatan Nazi di masa lalu, dan kebutuhan untuk memasang monumen di tempat umum sebagai upaya dalam memberantas kekerasan seksual.
'Patung Perdamaian' dibuat oleh Kim Seo-kyung dan Kim Woon-seong dan dipasang atas pengarahan AG 'Trostfrauen' afiliasi Korea Verband, sebuah lembaga swadaya masyarakat di Jerman, dan Organisasi Solidaritas Multikultural untuk 'Patung Perdamaian'. Patung tersebut berbentuk seorang gadis duduk di kursi dan di sebelahnya terdapat kursi kosong, memungkinkan para pengunjung untuk duduk di kursi kosong tersebut dan menjadi bagian dari karya seni. Saat ini, terdapat lebih dari 100 'Patung Perdamaian' di seluruh dunia. 'Patung Perdamaian (Comfort Woman Statue)' memiliki beberapa arti dari berbagai sudut pandang.
Pertama, 'Patung Perdamaian (Comfort Woman Statue)' melambangkan 'Jugun Ianfu Militer Jepang', yang dimobilisasi secara paksa sebagai budak seks selama Perang Asia-Pasifik (1931-1945). Sebagian besar Jugun Ianfu militer Jepang didatangkan dari daerah jajahan Jepang pada saat itu atau dari negara-negara yang diduduki Jepang pada masa perang, dan diantara mereka ada juga yang dimobilisasi dari Belanda dan Jepang. Patung tersebut mengenakan kostum Korea, namun kursi kosong di sebelahnya dapat diartikan sebagai wanita dari bangsa lain yang menjadi korban Jugun Ianfu.
Jerman juga mengoperasikan KZ-Bordell (rumah bordil kamp konsentrasi) dan rumah bordil Reichswehr (angkatan bersenjata jerman) selama Perang Dunia II, dengan sejarah kekerasan seksual, seperti menggunakan pemerkosaan sipil sebagai senjata perang. Perbudakan seksual terus berlanjut di seluruh dunia, seperti kekerasan seksual pada perang di Bosnia dan kekerasan seksual terhadap Yazidi oleh Negara Islam (IS). Program pendidikan yang berpusat pada 'Patung Perdamaian (Comfort Woman Statue)' berusaha menangani masalah ini.
Kedua, 'Patung Perdamaian (Comfort Woman Statue)' melambangkan aksi aktif mantan korban perbudakan seksual melawan kekerasan seksual di tingkat transnasional. Bermula pada tahun 1991, nenek Kim Hak-sun, seorang korban Jugun Ianfu militer Jepang, memberikan kesaksian publik pertamanya dan pada tahun 1992, beliau mengadakan protes hari Rabu pertamanya di depan kedutaan Jepang di Korea Selatan. Perilaku aktif mereka memicu sejenis gerakan 'Me too' 30 tahun yang lalu. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya keberanian untuk memecah kesunyian dan menuntut ganti rugi bagi para korban Jugun Ianfu. Para aktivis mendukung wanita dari negara lain dan mengkritik kejahatan negara. Atas nama 'Butterfly Fund', para aktivis mengunjungi wanita-wanita yang menderita di Republik Demokratik Kongo dan Vietnam. Melalui kegiatan tersebut, para aktivis secara aktif berkontribusi untuk meningkatkan kesadaran terhadap kekerasan seksual di seluruh dunia.
Ketiga, patung ini melambangkan perjuangan tak kenal lelah melawan upaya untuk membungkam korban kekerasan seksual dan menulis ulang sejarah. Ekstremis sayap kanan dan sayap kanan konservatif Jepang, yang bertujuan untuk merubah sejarah, telah mengobarkan 'perang sejarah' di luar negeri selama bertahun-tahun, mendesak untuk menghancurkan monumen Jugun Ianfu atau monumen serupa. Mereka juga menyangkal fakta yang terbukti secara historis seperti paksaan militer Jepang dan perkiraan jumlah korban. Kementerian Luar Negeri Jepang juga meminta agar patung perdamaian dibongkar.
Hal yang penting adalah untuk memahami bahwa kekerasan seksual tidak berhenti di perbatasan negara, tetapi mempengaruhi setiap negara di dunia. Hal ini karena struktur patriarki masih berlaku di semua negara di dunia sampai hari ini. Istilah 'budaya pemerkosaan (Rape Culture)' menyiratkan bahwa kekerasan seksual bukanlah masalah masa lalu dan tidak hanya terjadi selama perang, tetapi merupakan fenomena kehidupan sehari-hari yang menyedihkan bagi banyak orang. Fakta terdapatnya banyak kasus sejarah kekerasan seksual yang terjadi secara sistematis selama perang juga menunjukkan bahwa pelanggaran seksual adalah masalah struktural. Sangatlah penting untuk mengesampingkan perselisihan diplomatik terhadap 'Patung Perdamaian (Comfort Woman Statue)'. Karena jika dianggap sebagai masalah diplomatik, akan menjauh dari esensinya yaitu, 'berjuang melawan kekerasan seksual'.
'Patung Perdamaian (Comfort Woman Statue)' terus memperoleh makna baru yang tak terduga karena interaksi penduduk setempat secara sukarela dengan patung tersebut. AG 'Trostfrauen' afiliasi Korea Verband, mengelola Patung Perdamaian setiap hari dan berbicara dengan orang-orang yang melewatinya. Kelompok sipil 'Omas Gegen Rechts' mengadakan protes diam di sebelah 'Patung Perdamaian (Comfort Woman Statue)' di Berlin sejak Oktober lalu. 19 Februari lalu, 'Omas Gegen Rechts' memperingati warga Hanau yang menjadi korban serangan ekstremis sayap kanan dengan motif rasis. 'Omas Gegen Rechts' menghubungkan 'Patung Perdamaian (Comfort Woman Statue)', yang mewakili seorang gadis non-kulit putih, dengan pesan anti-rasis mereka. Sebulan kemudian, sebuah unjuk rasa diadakan di depan 'Patung Perdamaian (Comfort Woman Statue)' untuk memperingati korban penembakan di Atlanta, Amerika Serikat. AG 'Trostfrauen' juga membentuk jaringan sosial dengan gerakan pascakolonial di Berlin. Kelompok-kelompok yang tidak terduga ini telah menjadikan 'Patung Perdamaian (Comfort Woman Statue)' sebagai simbol melawan kekerasan seksual dan rasisme di wilayah tersebut.
Mereka yang memilih untuk menentang pemasangan patung di distrik Mitte di Berlin berpendapat bahwa patung tersebut membahayakan hubungan antara Jepang dan Jerman dengan mengambil sikap sepihak dalam perselisihan antara Korea Selatan dan Jepang. Mereka mengatakan bahwa 'Patung Perdamaian (Comfort Woman Statue)' tidak cocok sebagai monumen universal karena kebangsaannya terungkap dengan jelas.
Argumen tersebut kehilangan daya persuasifnya saat menanggapi pertanyaan mengapa patung orang Asia yang mewakili suatu peristiwa tertentu tidak bisa dianggap sebagai patung universal. Ras apa yang ideal untuk mewakili patung 'universal'? Sejauh mana isu kekerasan seksual dapat terungkap tanpa mengajukan kasus tertentu atau pelaku secara spesifik? Jika perdebatan ini mewakili kasus-kasus konkrit seperti rumah bordil kamp konsentrasi Jerman, selain korban Jugun Ianfu militer Jepang, mengapa Patung Perdamaian harus dihilangkan? Tidak bisakah kita meletakkan patung-patung tersebut berdampingan seperti para aktivis Jugun Ianfu yang telah bersolidaritas dengan mitra di seluruh dunia selama 30 tahun terakhir?
'Patung Perdamaian (Comfort Woman Statue)' Berlin telah menerima dukungan luas dari masyarakat setempat. Namun, tampaknya masih ada beberapa pengambil keputusan yang ingin menurunkan 'Patung Perdamaian (Comfort Woman Statue)' karena tekanan terbuka dari Jepang. Mereka yang mendirikan patung tersebut berbicara tentang kekerasan seksual secara umum dengan mengadakan program pendidikan untuk kaum muda pada bulan Agustus lalu, menginformasikan para korban kekerasan seksual menggunakan 'Patung Perdamaian (Comfort Woman Statue)' dan sistem 'Jugun Ianfu' selama menjalankan 'Pekan Melawan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Femicide'. Melalui interaksi ini, 'Patung Perdamaian (Comfort Woman Statue)' menangani isu-isu universal dan terus memiliki makna di komunitas Berlin.
Peneliti Studi Jepang Dorothea Mladenova duduk di sebelah kursi Patung Perdamaian di distrik Mitte di Berlin (Dorothea Mladenova)