Mark Peterson
Profesor Emeritus, Universitas Brigham Young
Nama situs yang dipromosikan Jepang untuk pendaftaran warisan dunia adalah tambang Sado. Tambang Sado adalah tambang emas yang terletak di utara Honshu, pulau utama Jepang.
Ini adalah upaya kedua kalinya Jepang berusaha untuk menjadikan tempat di mana sejumlah besar warga Korea dipaksa kerja selama Perang Dunia II menjadi situs warisan dunia. Situs warisan dunia UNESCO yang ditunjuk sebelumnya adalah Pulau Hashima yang terletak di pantai selatan Jepang. Situs warisan dunia pertama adalah tambang batu bara, sementara kali ini adalah tambang emas dan perak. Sekali lagi, Jepang menginginkan perhatian internasional terhadap peninggalan industrialisasinya dan mencoba memamerkan kehebatan budaya dan ekonominya ke seluruh dunia. Jepang mengingatkan dunia akan kejahatan perang yang dilakukan terhadap warga Korea.
"Kenangan akan kejahatan perang dan genosida merupakan hal yang buruk. Lebih baik dilupakan saja." Hal ini dikenal sebagai tujuan mantan Perdana Menteri Jepang Abe Shinzo, dalang di balik layar (
behind-the-scenes puppet master) Partai Demokrat Liberal Jepang yang konservatif. Menurut laporan media, Perdana Menteri Kishida Fumio mencoba untuk menunda pendaftaran tambang Sado ke UNESCO karena oposisi Korea Selatan. Namun, beliau mengatakan bahwa beliau ditekan oleh mantan Perdana Menteri Abe, yang sudah terbiasa dengan sikap tidak menghormati masyarakat Korea. Mantan Perdana Menteri Abe dikenal berusaha menghapus catatan sejarah kejahatan perang Jepang, tetapi upaya untuk mendaftarkan peninggalan kejahatan perang sebagai situs warisan dunia UNESCO akan berefek sebaliknya bagi Jepang.
Untuk saat ini, isu tersebut akan semakin parah karena proses peninjauan aplikasi warisan dunia UNESCO membutuhkan waktu. Rapat untuk memutuskan aplikasi pendaftaran tambang Sado akan diadakan setelah bulan Mei tahun 2023.
Apakah tujuan pendaftaran sebagai situs warisan dunia UNESCO? Bukankah pada dasarnya bertujuan untuk melindungi dan melestarikan situs budaya yang penting? Bagaimana pertambangan yang ditinggalkan diakui sebagai peninggalan yang membutuhkan perlindungan? Apakah ini perlindungan dari perluasan kota yang sembrono? Hal ini tidak berlaku karena populasi pulau ini menurun. Dulu, populasi tempat ini melebihi 100 ribu orang, tetapi sekarang hanya sekitar 55.000 orang. Apakah untuk melindungi dari perkembangan industri? Apa maksudnya? Akankah pembukaan kembali tambang yang ditutup merusak nilai sejarah? Istilah "perlindungan pertambangan" sama sekali tidak masuk akal.
Apakah arti dari menunjukkan 'nilai sejarah' sebuah tambang? Jika tambang Sado pernah menjadi tambang emas atau perak terbesar di dunia, haruskah UNESCO mengakuinya sebagai situs warisan dunia dan mencari tambang terbaik dunia? Di manakah tambang berlian terbesar di dunia? Tambang batu rubi? Di manakah tambang zamrud, opal, dan granit? Di manakah tambang kerikil? (Ungkapan 'tambang kerikil' mungkin terdengar seperti lelucon, tetapi menurut ahli geologi yang saya kenal, tambang yang menghasilkan mineral paling berharga di dunia, selain emas dan berlian, adalah tambang penghasil pasir dan kerikil). Inti dari pernyataan ini adalah, mengakui tambang yang telah ditutup, apa pun karakteristiknya, tidak sejalan dengan tujuan Piagam UNESCO.
Terdapat alasan lain untuk hal ini. Apakah Jepang berusaha mendapatkan pengakuan eksternal atas penyelesaiannya terhadap masalah dalam negeri? Jika ada situs warisan dunia UNESCO di area tertentu dan berdampak pada peningkatan pariwisata, tetapi daerah lain terabaikan pada prosesnya, haruskah daerah yang terabaikan itu mencari sesuatu yang penting atau yang berdampak signifikan di daerah tersebut? “Kami memiliki tambang emas tua! Akui kami!” Apakah ini alasan pengajuan warisan dunia oleh Jepang? Haruskah pemerintah pusat menanggapi permintaan pengakuan dari Prefektur Niigata?
Adakah pengunjung situs warisan dunia UNESCO yang memiliki "daftar keinginan UNESCO" untuk mengunjungi sebanyak mungkin situs warisan dunia sebelum meninggal? Saat ini terdapat lebih dari 1.000 situs warisan dunia UNESCO dan sepertinya beberapa negara menganggap pendaftaran warisan dunia sebagai "nilai politik" atau "nilai kesan" yang saling bersaing. Karena terdapat sentimen anti-PBB, Amerika Serikat tidak menginginkan segel UNESCO meskipun terdapat sejumlah situs yang berkemungkinan untuk terdaftar menjadi situs warisan dunia UNESCO. Misalnya, di Utah, tempat saya tinggal, terdapat lima taman nasional, tetapi tidak ada satu pun yang termasuk dalam daftar warisan dunia UNESCO. Alasannya adalah, penduduk setempat tidak menginginkan pengunjung yang lebih banyak daripada sekarang. Mereka memiliki pandangan negatif terhadap PBB dan organisasi terkait PBB.
Tampaknya, negara-negara saling bersaing untuk menentukan negara mana yang terbaik dan negara mana yang memiliki situs warisan dunia terbaik, dengan patokan pendaftaran warisan dunia UNESCO. Dari sudut pandang ini, kompetisi ini tampaknya dimulai dari situs budaya Yunani dan Roma kuno. Saat ini, Italia adalah pemenangnya. Di Italia, terdapat 58 situs warisan dunia UNESCO, sedangkan di Yunani, terdapat 18 situs. Di Eropa, Spanyol dan Prancis seri dengan masing-masing memiliki 49 situs. Kedua negara tersebut mengalahkan Inggris, yang memiliki 35 situs, namun tertinggal dari Jerman, yang memiliki 52 situs. Di Amerika Utara, Amerika Serikat memiliki 24 situs dan Kanada memiliki 20 situs. Juara di wilayah ini adalah Meksiko, dengan 35 situs warisan dunia. Di Asia Tengah, India dengan 40 situs berada di depan Rusia dengan 30 situs. Di Asia Timur, Korea Selatan memiliki 15 situs dan Korea Utara memiliki 2 situs. Jepang memiliki 25 situs, tetapi pemenangnya adalah Tiongkok dengan 57 situs. Apakah Jepang mencoba mengejar Tiongkok?
Masalahnya semakin rumit karena terdapat 'daftar sementara (
tentative list)' situs warisan dunia. Tambang Sado adalah salah satu dari lima situs warisan dunia UNESCO yang telah diajukan oleh Jepang. Jepang akan memiliki 30 situs warisan dunia UNESCO jika semuanya ditetapkan sebagai situs warisan dunia. Korea Selatan telah merekomendasikan 12 kandidat untuk situs warisan dunia. Korea Utara merekomendasikan lima, dan dua diantaranya sudah terdaftar sebagai situs warisan dunia. Jika semua kandidat yang direkomendasikan oleh Korea Selatan dan Korea Utara terdaftar, Korea Selatan dan Korea Utara akan memiliki 34 situs warisan dunia, jumlah situs yang mendahului Jepang. Namun, pemimpin sebenarnya adalah Tiongkok dengan 57 situs, dan kali ini sudah merekomendasikan 59 situs sebagai situs warisan dunia. Dalam kompetisi warisan dunia UNESCO, lawan yang harus dihadapi Asia Timur dan dunia adalah Tiongkok. Italia memimpin dengan 58 situs, tetapi hanya mengajukan 31 kandidat situs.
Korea Selatan seharusnya menyambut rekomendasi situs warisan dunia Jepang daripada menentangnya, dan menambahkan pelanggaran hak asasi manusia brutal yang dilakukan di tambang Sado ke dalam 'Daftar Memori Dunia UNESCO (UNESCO Memory of the World Register)'. Tambang Sado dapat menjadi situs peringatan, tidak hanya untuk pengembangan industri Jepang, tetapi juga untuk kejahatan tidak manusiawi yang dilakukan oleh Jepang. Daripada Korea Selatan menentang pendaftaran lokasi tersebut sebagai situs warisan dunia UNESCO dan dapat menghilangkan jejak dan terlupakan, akan lebih baik jika setiap tempat pelanggaran hak asasi manusia diumumkan kepada dunia agar dapat diingat. Korea Selatan dapat menggunakan situs warisan dunia UNESCO yang menceritakan kisah kekejaman Jepang sebagai titik awal ingatan yang akan terukir di 'Kehormatan Aib' yang menunjukkan kejahatan perang Jepang.
Dengan demikian, Korea Selatan dapat membuat daftar area yang lebih banyak lagi, di luar daftar area kerja paksa. Tempat di mana para 'penentang sistem' yang diseret, ditahan, dan disiksa; 'fasilitas kenyamanan' di seluruh Asia di mana para perempuan muda yang tertipu diseret dan dipaksa menjadi budak seks; tempat tinggal warga Korea di Tokyo di mana sekitar 6.000 warga Korea tewas dalam genosida yang terjadi setelah gempa besar Kanto di Jepang pada tahun 1923; lokasi pembantaian Jeamni di Hwaseong, Gyeonggi-do, di mana petugas patroli Jepang mengurung para penduduk yang membaca Deklarasi Kemerdekaan ke dalam sebuah gereja dan membakarnya; tempat di mana sekitar 2 hingga 4 juta warga Korea kehilangan nyawa mereka dalam invasi Jepang ke Joseon tahun 1592; pantai Semenanjung Korea yang tak terhitung jumlahnya, di mana bajak laut Jepang menyerbu. Daftar tempat-tempat yang terkemuka ini dapat dikaitkan dengan situs warisan dunia UNESCO di Jepang, sebagai ingatan atas kejahatan perang brutal dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Jepang, agar dapat menjadi cara untuk mengenang 'sejarah masa lalu yang tidak boleh dilupakan' bagi generasi berikutnya, seiring dengan tujuan UNESCO, yaitu pengungkapan sejarah secara transparan.
Tampaknya Jepang tidak berniat mempertimbangkan penentangan Korea Selatan terhadap pendaftaran warisan dunia UNESCO. Mengunjungi kembali daerah-daerah kejahatan perang mengingatkan dunia internasional dan mendorong kesadaran manusia terhadap kejahatan perang negara tersebut. Jadi, silahkan mencoba. Jika Jepang mengajukan tambang ini sebagai situs warisan dunia UNESCO, orang-orang dapat mengingat pekerja paksa dari Korea yang dikorbankan di tambang Jepang. Jepang mengatakan ingin melupakan sejarahnya, tetapi kenyataannya, justru sebaliknya, Jepang membantu seluruh dunia untuk mengingatnya.
Mark Peterson, Profesor Emeritus Universitas Brigham Young, AS adalah lulusan Universitas Harvard dengan gelar Ph.D. dalam studi Asia Timur. Setelah mengajar sejarah Korea di Universitas Brigham Young selama lebih dari 30 tahun, beliau pensiun pada tahun 2018. Saat ini, beliau memiliki saluran YouTube "The Frog Out-side the Well (arti: katak di luar sumur)".