Wartawan Kehormatan

2025.11.04

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian

Penulis: Wartawan Kehormatan Annisa Alifadhila dari Indonesia

Film merupakan salah satu media yang efektif untuk mengomunikasikan suatu pesan dan Lim Yoori pun menggunakan film untuk menyampaikan pesan yang ia ingin bagikan. Lim merupakan sutradara dari film pendek berjudul Forest of Echoes.

Poster pemutaran film Forest of Echoes dan temu wicara bersama sutradara Lim Yoori. (KCCI)

Poster pemutaran film Forest of Echoes dan temu wicara bersama sutradara Lim Yoori. (KCCI)


Malam pembukaan Korea-Indonesia Film Festival (KIFF) digelar pada tanggal 30 Oktober 2025 melalui kerja sama antara Korean Cultural Center Indonesia (KCCI) dan Kedutaan Besar Republik Korea untuk Republik Indonesia.

Acara malam tersebut dimeriahkan dengan pemutaran film Forest of Echoes dan temu wicara bersama sang sutradara, Lim Yoori.

Acara yang digelar di CGV Grand Indonesia itu dihadiri puluhan tamu undangan yang terdiri atas penikmat film, sineas, serta perwakilan dari berbagai komunitas terkait. Suasana malam itu terasa penuh antusiasme, terutama saat sang sutradara menyapa dan berbagi kisah di balik proses pembuatan film kepada para penonton.

Lim Yoori sedang berbagi cerita di balik film Forest of Echoes. (Annisa Alifadhila)

Lim Yoori sedang berbagi cerita di balik film Forest of Echoes. (Annisa Alifadhila)


Forest of Echoes merupakan film pertama Lim yang menceritakan tentang Ogyeon, yaitu seorang gadis muda yang melarikan diri ke sebuah hutan terlarang untuk menyelamatkan diri tiga lelaki yang mengganggunya.

Di sana Ogyeon menghadapi beberapa bayangan masa lalu dan menemukan kekuatan untuk menentang takdir yang mengekangnya. Film ini pun turut menjadi media kritik atas patriarki yang masih banyak terjadi dalam masyarakat.

Film berdurasi 22 menit tersebut berhasil menggugah penonton melalui visual yang apik dan alur cerita yang unik karena menggunakan gaya surealis dan elemen folklor tradisional Korea. Hal ini terlihat jelas dari latar waktu yang berkisar pada masa Dinasti Joseon.

Berkat hal tersebut, Forest of Echoes terpilih di kategori La Cinef pada Festival de Cannes 2024 untuk mewakili karya film pelajar/pendatang baru dari seluruh dunia.

Penulis sempat menanyakan alasan penggunaan gaya tersebut dan Lim menjawab bahwa film Forest of Echoes berawal dari mimpi. "Suatu hari, saya memimpikan sang karakter utama sedang berlarian di hutan bersama saya. Di akhir, kami berdua menemukan sebuah pantai, sama seperti yang ada di film tersebut," jelasnya.

Ia juga menambahkan bahwa di dalam mimpinya, tokoh Ogyeon menggunakan hanbok. Hal itulah yang membuatnya memutuskan untuk mengembangkan film berlatar Dinasti Joseon dengan detail tradisional budaya Korea. Naskah film diselesaikan dalam setahun, sedangkan proses syutingnya membutuhkan waktu enam bulan.

Lim Yoori berfoto bersama perwakilan dari KCCI dan Kedutaan Besar Republik Korea untuk Republik Indonesia. (Annisa Alifadhila)

Lim Yoori berfoto bersama perwakilan dari KCCI dan Kedutaan Besar Republik Korea untuk Republik Indonesia. (Annisa Alifadhila)


Syuting Forest of Echoes benar-benar dilakukan di dalam hutan sehingga Lim mengutarakan bahwa banyak sekali tantangan yang ia hadapi, seperti keberadaan hewan liar serta kurangnya pencahayaan pendukung saat pengambilan gambar di malam hari.

Hal menarik lainnya yang ia katakan terkait proses syuting adalah timnya hanya menggunakan satu kamera karena mereka harus mengejar waktu agar matahari tidak segera naik dan merusak pencahayaan semua adegan di malam hari.

Cerita di balik pemilihan lokasi syuting pun tak kalah menarik. Sejak awal penyusunan naskah, Lim ingin syuting dilakukan di tempat yang menyerupai sebuah hutan terlarang. Untuk itu, ia melakukan pencarian sampai akhirnya menemukan sebuah hutan lindung bernama Seonghwangnim yang terletak di daerah Kota Wonju.

Lim Yoori berfoto di depan poster KIFF 2025. (Annisa Alifadhila)

Lim Yoori berfoto di depan poster KIFF 2025. (Annisa Alifadhila)


Lim menyampaikan bahwa ia merasa terhormat karena karyanya dapat dilihat oleh banyak orang melalui pemutaran Forest of Echoes di kancah internasional. Ia pun mengatakan bahwa ada banyak 'Ogyeon' di luar sana sehingga ia berharap para penonton dapat menemukan 'laut' mereka masing-masing, sama seperti Ogyeon di akhir film.

Lim juga mengemukakan bahwa ia sedang menyusun sebuah film baru berjudul To Eden. Ia menjelaskan bahwa film tersebut akan menceritakan perjalanan dua orang terakhir yang tersisa di dunia. Kemungkinan besar film tersebut akan mencampurkan unsur fantasi dan realitas seperti Forest of Echoes.

Undangan malam pembukaan KIFF 2025 dan tiket pemutaran film Forest of Echoes. (Annisa Alifadhila)

Undangan malam pembukaan KIFF 2025 dan tiket pemutaran film Forest of Echoes. (Annisa Alifadhila)


Agenda pengenalan film Korea pada masyarakat Indonesia melalui KIFF 2025 merupakan upaya untuk mempererat hubungan budaya antara Korea dan Indonesia sekaligus memperkenalkan karya sinema terkini pada masyarakat luas.

Hal itu sejalan dengan alasan pembuatan Forest of Echoes yang Lim sampaikan di akhir wawancara, "Saya membuat film tersebut karena saya ingin berbagi. Sebaliknya, bertemu dengan banyak penonton juga memberikan saya berbagai inspirasi baru."


margareth@korea.kr

*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.

konten yang terkait