Wartawan Kehormatan

2022.08.19

Membaca artikel ini dalam bahasa yang lain
  • 한국어
  • English
  • 日本語
  • 中文
  • العربية
  • Español
  • Français
  • Deutsch
  • Pусский
  • Tiếng Việt
  • Indonesian

Oleh Wartawan Kehormatan Binar Candra Auni dari Indonesia


Binar Candra mempunyai wawancara dengan juru bahasa Korea, Louisa (Binar Candra)

Binar Candra mempunyai wawancara dengan juru bahasa Korea, Louisa (Binar Candra)


Profesi interpreter atau juru bahasa seringkali salah dikenali sebagai penerjemah. Nyatanya, walaupun tak jarang ditemukan penerjemah yang merangkap bekerja sebagai juru bahasa, keduanya adalah dua profesi yang berbeda. Penerjemah adalah seseorang yang menyampaikan suatu pesan dalam bentuk tulisan dari satu bahasa dalam bahasa lain. Sementara itu, juru bahasa memiliki tugas yang kurang lebih sama, hanya saja pesan yang disampaikan memiliki ragam lisan.

Dalam artikel ini, kita akan melihat lebih dalam profesi juru bahasa melalui wawancara dengan Hyacinta Louisa, juru bahasa bahasa Korea yang mengawali karirnya melalui belajar bahasa Korea secara otodidak. Dalam wawancara dengan gadis yang disapa dengan panggilan Louisa ini, kita akan menelisik awal karir sebagai juru bahasa, pengalaman, tantangan yang dihadapi, hingga pesan untuk calon juru bahasa.

T: Bagaimana pengalaman pertama Anda menjadi juru bahasa?
J: “Pertama-tama karena awalnya saya memang belajar bahasa Korea sendiri, lalu tahun 2017 saya mengikuti tes TOPIK, kebetulan dapat level 6. Dari situ selain saya mulai kerja kantoran juga, sambil mengisi waktu luang, saya coba mendaftar di penerbit Haru. Dari situ setelah tes penerjemahan, akhirnya saya diterima jadi penerjemah lepas. Dari situ saya mulai menerjemahkan buku di Penerbit Haru. Kalau interpreting yang secara lisan itu dari tahun 2018. Itu beda lagi, saya mulai dari event, pameran, proyek, seperti itu. Kebanyakan saya jadi juru bahasa untuk pasangan bahasa Korea-Indonesia dan Indonesia-Korea, tapi pernah juga Korea-Inggris dan Inggris-Korea.”

T: Dalam konteks apa biasanya Anda menjadi juru bahasa?
J: “Kebanyakan saya menjadi juru bahasa di konteks bisnis, tapi pernah juga seperti di event-event K-pop. Waktu itu disiarkan di TV, tetapi kebanyakan saya jadi penerjemah di backstage saja, memfasilitasi komunikasi staf.”

T: Seperti apa proses yang Anda lewati setelah mendapat pekerjaan penjurubahasaan?
J: “Kalau business meeting, akan diberi briefing, misalnya produknya tentang apa, lalu perusahaannya yang bakal difasilitasi itu perusahaan apa, supaya kita ada bayangan juga sebelumnya tentang materi dan tentang perusahaannya itu. Kalau event K-pop juga sama. Artisnya siapa, terus biasanya kita disuruh belajar dulu, sih. Misalnya, waktu comeback itu mereka albumnya apa, judul lagunya apa saja, karena waktu event kan pasti itu disebut. Supaya nggak salah juga dalam penulisan atau penerjemahannya ke bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.”

T: Apa pengalaman menarik yang ditemui selama menjadi juru bahasa?
J: “Kalau dari proyek konteks bisnis, kita bisa dapat banyak hal baru. Contohnya saya pernah jadi interpreter untuk proyek LRT Kelapa Gading. Saya membantu memfasilitasi pihak Korea untuk pelatihan ke staf di LRT Kelapa Gading itu. Saya tidak ada background teknik atau sejenisnya, tetapi dalam prosesnya, saya bisa belajar. Meskipun tidak terlalu dalam, saya belajar tentang peralatan dan teknik. Jadi sebelum mereka datang, mereka kirim materi pelatihannya tentang apa dalam bahasa Korea. Baru dari situ saya cari tahu kata-kata teknis yang sebelumnya belum pernah dipelajari. Saya cari-cari dulu sambil mempersiapkan sebelum mereka datang. Dan satu lagi, waktu sebelum LRT-nya diresmikan, saya dapat pengalaman naik itu terlebih dahulu daripada orang-orang lain (tersenyum).”

T: Apa tantangan tersendiri yang pernah Anda hadapi sebagai juru bahasa untuk bahasa Korea?
J: “Paling kesulitannya yang dihadapi itu kalau perusahaannya ini berasal dari daerah lain yang pakai *saturi (*dialek), daerah Busan atau daerah Gyeongsangdo lainnya, biasanya kalo ngomong agak cepat.”

T: Apa struktur gramatikal bahasa Korea juga menjadi tantangan?
J: “Kalau saya kan kebanyakan menerjemahkan langsung di tempat, biasanya modenya konsekutif, bukan simultan. Jadi bisa nunggu dia selesai satu kalimat dulu baru diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Jadi lebih gampang. Cuman susahnya yang kalau mode simultan, ketika nerjemahin ucapan ke dalam bentuk takarir siaran langsung, itu agak susah karena seperti yang kita sempat bicarakan, susunan kalimatnya berbeda. Jadi harus tunggu dulu, dia tuh ngomong apa sih, gitu.”

T: Bagaimana cara mengembangkan pengetahuan dan keterampilan Anda selama ini?
J: “Setiap hari mencoba untuk dapat kata-kata baru dari baca atau nonton berita dalam bahasa Korea biar lebih paham bahasa formal. Karena penjurubahasaan yang saya lakukan ragamnya formal dan konteksnya bisnis. Saya mencoba untuk nonton satu segmen berita, misalnya ekonomi. Kan suka ada tuh di YouTube, cuplikan berita hari ini. Itu melatih listening juga, sih sebenarnya. Kalau juru bahasa itu yang penting bukan cuman kemampuan kita mengartikan, tetapi juga kemampuan kita mendengar. Kalau misalnya salah dengar, bisa salah menerjemahkan.”

T: Apakah pesan Anda untuk para calon juru bahasa?
J: “Jangan berhenti belajar aja. Jadi misalnya fokusnya di bahasa Korea, meskipun udah ambil TOPIK, udah dapet level 6, tapi tetap harus belajar. Misalnya dengan membaca berita, harus tahu juga isu-isu terbaru. Karena kalau juru bahasa, bidang yang diterjemahkan sangat beragam dan luas, jadi harus memperkaya pengetahuan dari berbagai bidang.”

Dari wawancara dengan Louisa, kita mendapatkan informasi bahwa untuk menjadi juru bahasa, diperlukan penguasaan bukan hanya pada pasangan bahasa yang dialihbahasakan, tetapi juga diperlukan pengetahuan terkait topik penjurubahasaan. Selain itu, seorang juru bahasa harus memiliki kemampuan berbicara serta mendengar yang baik. Terkait pesan kepada calon juru bahasa,Louisa mengatakan bahwa bekal pengetahuan yang luas sangat penting untuk menunjang pekerjaan di masa depan.

Seperti yang dikatakan oleh Louisa, bekal penguasaan bahasa asing yang baik saja belum cukup untuk melakukan tugas penjurubahasaan. Menurut teori penjurubahasaan, faktor internal dan eksternal yang dihadapi oleh juru bahasa seperti kapasitas daya ingat, bahasa tubuh, akses visual ke pembicara, prosodi, intonasi, kecepatan ujar, dan penguasaan terminologi, dapat mempengaruhi kinerja juru bahasa. Apakah kamu berminat menjadi juru bahasa? Persiapkan dirimu dengan baik dan banyak berlatih, ya!


sofiakim218@korea.kr


*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Kelompok Wartawan Kehormatan kami berasal dari seluruh dunia, dan mereka berbagi dengan Korea.net cinta dan semangat mereka untuk semua hal yang berhubungan dengan Korea Selatan.