Penulis: Wartawan Kehormatan Hanum Nur Aprilia dari Indonesia
Korean Cultural Center Indonesia (KCCI) kembali menggelar Korean Culture Day dengan mengangkat tema "Taekkyeon dan Ssireum" pada hari Rabu (30/07/2025).
Bertempat di Ruang Sejong KCCI Jakarta, acara ini mengajak masyarakat Indonesia untuk menelusuri dua seni tradisional Korea yang menggabungkan kekuatan fisik dan nilai-nilai komunitas. Keduanya pun telah mendapat pengakuan sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO.
KCCI menggelar Korean Culture Day ke-7 di tahun 2025 yang membawa tema besar "Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Korea." (Hanum Nur Aprilia)
Sesi pertama dibuka dengan pengenalan terhadap taekkyeon. Gerakan taekkyeon mungkin lebih mirip tarian daripada teknik pertarungan. Gerakan tubuhnya lembut, penuh irama, bahkan kadang mengundang senyum karena tidak mencerminkan agresi seperti bela diri pada umumnya. Namun, di balik keindahan geraknya, tersembunyi kekuatan dan presisi yang tinggi.
Taekkyeon telah hidup dalam sejarah Korea selama berabad-abad, meski baru terdokumentasi secara tertulis pada awal abad ke-18 dalam naskah seperti Jaemulbo dan Haedong Jukji. Lukisan dinding dari masa Kerajaan Goguryeo dan Silla juga memperlihatkan figur manusia dengan postur dan gerakan yang identik dengan teknik taekkyeon.
Dalam masyarakat Korea tradisional, taekkyeon tidak hanya dikenal sebagai seni bela diri, tetapi juga sebagai cara menjaga kesehatan tubuh dan menyelaraskan jiwa.
Taekkyeon adalah seni bela diri tradisional Korea yang masuk dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO pada tahun 2011. (Layanan Warisan Korea)
Gerakan taekkyeon cenderung melingkar dan fleksibel sehingga berbeda dengan pola serangan lurus dan kaku dalam bela diri modern. Latihan dilakukan tanpa senjata. Ciri khas lain dari taekkyeon adalah penggunaan bahasa Korea asli dalam seluruh istilah teknik dan gerakan.
Pada tahun 1983 pemerintah Korea menetapkan taekkyeon sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional. Pengakuan internasional menyusul pada tahun 2011 ketika UNESCO menetapkan taekkyeon sebagai Warisan Budaya Takbenda.
Gerakan anggun atlet taekkyeon yang terlatih terasa lembut dan melingkar, tetapi dapat menggunakan fleksibilitas dan kekuatan yang luar biasa. (Layanan Warisan Korea)
Jika taekkyeon dikenal dengan kelembutan dan iramanya, ssireum menawarkan kekuatan fisik dalam balutan tradisi rakyat yang akrab dan membumi.
Sebagai gulat tradisional Korea, ssireum telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sejak lama yang terus berkembang dan bertahan melewati zaman Tiga Kerajaan hingga era modern.
Dalam praktiknya, dua orang pegulat saling berhadapan dalam arena berbentuk lingkaran berisi pasir. Masing-masing peserta mengenakan sabuk kain khusus bernama satba yang diikatkan pada pinggang dan paha.
Awalnya, satba berwarna hitam dan putih, tetapi seiring perkembangan zaman berubah menjadi merah dan biru yang juga merepresentasikan warna khas Korea.
Pertandingan dimulai ketika keduanya saling menggenggam satba dan berusaha menjatuhkan lawan dengan kekuatan tubuh dan ketangkasan teknik. Kemenangan diraih bila bagian atas tubuh lawan menyentuh tanah.
Ssireum telah menjadi bagian dari perayaan rakyat Korea selama berabad-abad serta dimainkan di tepi sungai, pasar tradisional, dan lapangan desa pada hari raya dan festival. (Layanan Warisan Korea)
Ssireum juga merupakan perayaan kebersamaan. Secara tradisi, ssireum digelar di tepi sungai, di tengah pasar, atau di lapangan desa pada hari raya atau festival. Masyarakat dari segala usia dan status sosial berkumpul menyaksikan pertandingan sehingga menjadikannya sebagai tontonan rakyat.
Berbagai daerah di Korea mengembangkan varian ssireum berdasarkan karakteristik daerah, tetapi semuanya memiliki fungsi sosial yang sama, yakni meningkatkan solidaritas dan kolaborasi komunitas. Ssireum ini mengenal pembagian kelompok usia, mulai dari anak-anak, remaja, hingga peserta dewasa.
Dalam kategori tertinggi, pemenang diberi gelar jangsa dan menerima hadiah seekor sapi jantan yang merupakan simbol kemakmuran dan kehormatan dalam masyarakat agraris Korea. Setelah itu, jangsa akan diarak keliling desa dengan menunggangi sapi jantan dalam parade kemenangan. Di era modern, penghargaan ini digantikan dengan uang atau piala, tetapi nilai kehormatan dan status tetap terjaga.
UNESCO menetapkan ssireum sebagai Warisan Budaya Takbenda pada tahun 2018 melalui pengajuan bersama antara dua Korea. (Layanan Warisan Korea)
Yang menarik, meskipun mengandalkan kontak fisik, ssireum menjunjung tinggi etika pertandingan. Larangan keras diberlakukan terhadap tindakan seperti mencekik, menyikut, atau serangan brutal lainnya.
Pertandingan dilakukan dengan menggunakan 55 jenis teknik yang diwariskan turun-temurun. Ssireum pun diajarkan di sekolah-sekolah dan diperkenalkan secara aktif dalam turnamen rakyat untuk memastikan keberlangsungannya.
Pengakuan atas pentingnya ssireum mencapai puncaknya ketika pada tahun 2018 UNESCO menetapkannya sebagai Warisan Budaya Takbenda melalui hasil kerja sama antara dua Korea. Hal ini merupakan sebuah simbol langka dari kesamaan identitas budaya di tengah perbedaan politik.
Peserta Korean Culture Day berfoto bersama usai mengenal lebih dalam mengenai taekkyeon dan ssireum di KCCI. (KCCI)
Melalui penyelenggaraan Korean Culture Day kali ini, KCCI Indonesia menunjukkan peran strategisnya dalam memperkenalkan budaya Korea yang bermakna secara historis dan filosofis.
margareth@korea.kr
*Artikel ini ditulis oleh Wartawan Kehormatan Korea.net. Wartawan Kehormatan merupakan komunitas masyarakat dunia yang menyukai Korea dan membagikan minat mereka terhadap Korea dalam bentuk tulisan.