Makanan/Pariwisata

2022.09.15

Seorang pakar seni ternama sekaligus profesor di Myeongji University Yu Hong-june di dalam bukunya yang berjudul Eksplorasi Warisan Leluhur Saya mengatakan, "Kita melihat sesuai dengan apa yang kita ketahui." Maksudnya adalah, seberapa pun terkenalnya suatu tempat, atau seberapa pun tidak istimewanya tempat yang kita datangi, hal itu bisa berubah tergantung dari seberapa kita tahu mengenai suatu tempat dan dari sisi mana kita melihat tempat tersebut.

Pada tahun 2022 ini, Korea.net memulai sebuah serial untuk memperkenalkan kebudayaan Korea dan tempat wisata di daerah yang belum begitu dikenal secara internasional. Kami mengajak pembaca untuk melihat dari sisi lain mengenai kisah dari suatu tempat dan orang-orang yang tinggal di dalamnya. Tempat wisata terkenal yang bisa kita cari informasinya di internet pun bisa dilihat dari sisi yang berbeda. Kami juga berencana untuk mengunjungi tempat wisata populer yang sudah mendapatkan sorotan sebelumnya. Korea.net akan menyuguhkan permata tersembunyi Korea kepada para pembaca.


Penulis: Jung Joo-ri
Video : Lee Jun Young



■ Suara alam dari dataran lumpur

"Cobalah buka hati Anda, maka Anda akan bisa mendengarnya."

Saat itu, Korea.net sedang berjalan pada jam satu siang dari Jeungdo ke Hwado yang berada di Sinan-gun, Provinsi Jeollanam. Ungkapan tersebut dikatakan Kwon Seong-ok kepada kami bahwa suara tersebut hanya bisa didengar di Sinan.

Kwon jatuh cinta pada keindahan Sinan sehingga ia pindah dari Busan ke Sinan pada tahun 2015. Ia lalu menjadi pemandu wisata sejak tahun 2018 untuk memperkenalkan keindahan Sinan kepada pengunjung yang datang.

Setelah kami mencoba untuk membuka hati kami, kami bisa mendengar suara gerakan-gerakan hewan yang ada di endapan lumpur, seperti suara tembakul dan kepiting capit putih. Ada berbagai hewan laut yang sulit untuk kita temui di daerah lain.

Suara tembakul yang sedang bergerak di lumpur ternyata merupakan suara yang paling banyak terdengar. Tembakul yang sedang beraktivitas merupakan pemandangan unik yang hanya bisa ditemukan di Sinan pada bulan April hingga Oktober saja.

Kwon menjelaskan, "Tembakul merupakan hewan yang bisa hidup di air dan di darat. Hewan ini akan melompat-lompat saat pasang surut dan tepi laut berubah menjadi dataran lumpur. Mereka akan bertarung untuk memperebutkan wilayah."

Kwon lalu menambahkan, "Ada kosakata dengan dialek Jeolla yang muncul karena gerakan para tembakul yang seperti tidak ada tujuan yang jelas dari pekerjaan mereka, yaitu ppeoljithada."

Foto Nodugil yang ada di Hwado, Sinan. Apabila pengunjung mengetahui waktu pasang surut dengan tepat, maka pengunjung bisa melihat tembakul. (Pemerintah Kabupaten Sinan-gun)

Foto Nodugil yang ada di Hwado, Sinan. Apabila pengunjung mengetahui waktu pasang surut dengan tepat, maka pengunjung bisa melihat tembakul. (Pemerintah Sinan-gun)


Kisah yang dibagikan oleh dataran lumpur ini bisa didengar lebih jelas di penghubung antara satu pulau dengan pulau lainnya. Laut di Sinan-gun ini surut dua kali sehari sehingga Nodugil yang menghubungkan satu pulau dengan pulau yang lain dapat terlihat.

Nodugil merupakan jalan di tengah laut yang sudah dipakai oleh penduduk sekitar dalam waktu yang cukup lama. Masyarakat yang kesulitan untuk mengunjungi pulau lain, meletakan bebatuan setiap kali arus surut sehingga terbentuklan jalan yang disebut nodugil ini.

Jungnodugil yang menghubungkan Banwoldo dan Bakjido hanya muncul saat arus surut saja. Akan tetapi Hwado Nodugil yang menghubungkan Jeungdo dan Hwado sudah direnovasi dua tahun lalu sehingga jalanan ini bisa dilalui oleh masyarakat sekitar dengan berjalan kaki maupun mengendarai mobil kapan pun. Masyarakat dan pengunjung bisa melewatinya bahkan pada saat arus pasang.

Tembakul (kiri) dan kepiting capit putih (kanan). Kepiting jenis ini memiliki karakteristik capit dan kaki yang besar sebelah untuk kepiting jantan. (Pemerintah Kabupaten Sinan)

Tembakul (kiri) dan kepiting capit putih (kanan). Kepiting jenis ini memiliki karakteristik capit dan kaki yang besar sebelah untuk kepiting jantan. (Pemerintah Sinan-gun)


Dataran lumpur merupakan hal yang tidak bisa dilupakan saat berbicara mengenai Sinan-gun yang terletak di sudut barat daya Korea. Luas dataran lumpur Sinan mencapai 378㎢ atau setengah luas Seoul. Oleh karena itu, dataran lumpur ini ditetapkan menjadi kawasan lindung lahan basah terbesar di Korea.

Tahun lalu, dataran lumpur Sinan masuk ke dalam warisan alam dunia UNESCO di dalam bagian dataran lumpur Korea. Mata pencaharian masyarakat Sinan adalah petani dan nelayan. Mereka bekerja dengan menggunakan alat tradisional sehingga daerah Sinan sangat terjaga kebersihannya. Inilah alasan para pengunjung untuk mengunjungi Sinan. Mereka mencari alam yang masih sangat terjaga.



■ Dataran lumpur dan ladang garam

Ada hadiah yang diberikan oleh dataran lumpur yang sehat. Di daerah ini kita bisa melihat pembuatan garam secara tradisional dengan mengunci air laut yang ada di dataran lumpur, lalu mengeringkannya di ladang garam. Ada sekitar 800 buah ladang garam di Sinan.

Korea.net menyewa sepeda listrik dari kantor pemerintah desa untuk melihat 140 buah ladang garam yang ada di Bigeumdo. Kami bisa melihat hamparan ladang garam di kiri dan kanan kami saat kami mengayuh sepeda. Kami berkali-kali turun dari sepeda kami karena ingin mengambil foto pemandangan ladang garam yang ada di sana.

Pemandangan Bigeumdo. (Jung Joo-ri)

Pemandangan Bigeumdo. (Jung Joo-ri)


Setelah memutari ladang garam tersebut, Korea.net menjadi ingin tahu bagaimana garam dibuat secara tradisional. Pada jam empat sore, kami mengunjungi Mahatap yang terletak di Imjado. Saat kami tiba di ladang garam, para pegawai terlihat sedang memanen garam.

Saat itu merupakan saat yang menarik untuk memerhatikan bagaimana garam dipanen di bawah sinar matahari yang terik.

Garam natural yang terbentuk di dalam ladang garam. (Jung Joo-ri)

Garam natural yang terbentuk di dalam ladang garam. (Jung Joo-ri)


Ketika Korea.net mencoba mengambil garam yang terbentuk, garam tersebut terasa kasar dan kami bisa merasakan setiap gumpalannya. Kami mencoba sedikit garam tersebut dan rasa asinnya langsung memenuhi mulut kami. Tidak ada rasa asam sama sekali dan ada sedikit rasa manis dari garam tersebut.

Rasa garam yang terbentuk dari ladang garam tersebut berbeda dengan garam yang dibuat melalui proses elektrolisis. Menurut CEO Matahap Yoo Eok-geun yang merupakan produsen garam natural di Imjado, "Rasa garam ini adalah rasa yang dihasilkan dari laut dan dataran lumpur."

Yoo menjelaskan, "Kadar keasinan air laut sebesar 3% dapat meningkat menjadi 5-6% melalui proses evaporasi di ladang garam. Lalu garam yang sudah setengah terbentuk tersebut kami proses lagi melalui pengeringan tahap kedua hingga kadar keasinannya meningkat menjadi 11%."

Setelah itu, garam diproses hingga terbentuk setebal 3 mm pada proses akhir. Garam tersebut lalu dimasukkan ke dalam gudang lalu dikeringkan kembali hingga tidak memiliki kandungan air. Hasil akhir garam kasar baru bisa terlihat setelah didiamkan minimal selama lima belas hari.

Karakteristik garam natural Sinan adalah kandungan mineral dan magnesiumnya yang tinggi. Hal ini berkat dataran lumpur Sinan yang sehat.

Yoo menjelaskan kembali, "Dataran lumpur Sinan adalah dataran lumpur berkualitas tinggi karena mengandung beberapa jenis mineral. Di sekitar ladang garam, ada tanaman bernama Salicornia europaea yang mengambil nutrisi dari air laut dan melakukan fotosintesis. Tanaman itu berfungsi untuk membersihkan air laut."

Salicornia europaea dapat dengan mudah ditemukan di ladang garam Sinan. Tanam ini memiliki ukuran sebesar telapak tangan dan rasanya mirip dengan rasa Sedum sarmentosum. (Jung Joo-ri)

Salicornia europaea dapat dengan mudah ditemukan di ladang garam Sinan. Tanam ini memiliki ukuran sebesar telapak tangan dan rasanya mirip dengan rasa Sedum sarmentosum. (Jung Joo-ri)


Dataran lumpur Sinan memiliki banyak lokasi yang bisa dinikmati dengan mata dan telinga pengunjung. Dataran tersebut terlihat seperti permata keabuan dari jauh, tetapi ternyata ada banyak makhluk hidup yang tinggal di dalamnya.

Manusia bisa mendapatkan garam natural dari daerah tersebut. Tempat ini menjadi tempat berbagai makhluk hidup tinggal, mulai dari manusia, hewan, tumbuhan, hingga mikroorganisme. Mari mengunjungi Sinan untuk bisa mendengarkan suara alam langsung dari tempatnya.

Apakah Anda ingin mencoba aktivitas pembuatan garam di ladang garam?
Perusahaan pembuat garam natural Mahatap yang berada di Imjado mengundang para pengunjung untuk mengikuti program yang disebut sebagai World-Wide Opportunities on Organic Farms (WWOOF). Program ini merupakan program aktivitas dan membuat koneksi global yang memberikan makanan dan penginapan kepada para pengunjung yang datang. Para pengunjung diajak untuk bekerja selama 4-6 jam sehari untuk membantu para pekerja di ladang garam. Siapapun, baik warga negara Korea maupun bukan, bisa mendaftar program ini apabila tertarik dengan kebudayaan Korea dan garam natural Sinan. Akan tetapi, pengunjung harus mengecek cuaca terlebih dahulu karena program bisa dibatalkan saat turun hujan. (http://wwoofkorea.org)


etoilejr@korea.kr

konten yang terkait